0.9 Random Talks

1.4K 150 3
                                    

Cuaca hari ini cukup mendung. Gumpalan awan abu-abu mulai menghiasi langit di atas sana. Sesekali gemuruh terdengar pertanda hujan lebat sebentar lagi akan segera turun.

Beruntung Juna tidak sedang di luar, bisa-bisa dirinya basah kuyup saat rintikan air hujan berderai nanti. Saat ini ia masih di sekolah. Tadi ia sempat keluar sebentar di jam istirahat kedua untuk meng-fotocopy lembaran-lembaran materi ujian.

Seharusnya ini tugas sekretaris, tapi dengan kurang ajarnya si sekretaris yang merupakan teman sebangkunya itu justru beralasan malas dan seenak jidat menyuruh Juna untuk melakukan tugasnya. Padahal posisi Juna disini adalah sebagai ketua kelas. Benar-benar tidak ada wibawanya sekali Juna sebagai mas ketu, mana ada ketua patuh pada perintah bawahan.

"Nih, udah di fotocopy. Kembaliannya di dalem. Sama-sama." Ucap Juna meletakan tumpukan kertas di dalam plastik bening ke atas meja.

"Hehe... makasih. Lo mau kemana?" Tanya sang sekretaris saat Juna melenggang keluar dari kelasnya.

"Kelas Ricky sekalian makan siang lah. Lo dah ke kantin duluan kan pasti? Tau gue mah. Lo alesan doang males, padahal ngantri juga lo di kantin biar kebagian bakwan dan mendoan lagend Mak Tuti." Sang sekretaris menyengir lebar kala mendengar jawaban Juna.

Ini lah sisi lain dari Arjuna. Di rumah, Juna sering menyebut namanya sendiri atau sebutan kata ganti orang pertama ketika berbicara dengan keluarganya. Namun di sekolah, kata ganti lo-gue lebih banyak Juna gunakan ketika mengobrol dengan teman sebayanya, kecuali dengan orang yang baru pertama kali ia kenal.

Ini termasuk salah satu bentuk ajaran dari Bapak dan Ibuk Adhinatha kepada setiap putranya. Bertujuan agar keenam putranya itu dapat selalu menjunjung tinggi tata krama berbicara selagi hidup dengan beragam manusia dan beragam usia di sekitar mereka.

Mari kembali pada situasi terkini. Juna sedang berjalan menghampiri kelas adik bungsunya yang berada di lantai bawah dengan menenteng dua kotak makan di tangan. Langit semakin mendung, tapi senyuman pada wajahnya justru terpancar begitu cerah untuk setiap orang yang menyapa. (Jangan lupa! Adhinatha brothers itu famous di sekolah dan kampus masing-masing)

Senyum berdimple miliknya itu semakin lebar kala ia menemukan Ricky dalam jarak 4 meter. Adik bungsunya itu tampak berdiri menunduk sembari menyandar pada tembok bersama dengan sekumpulan temannya. Juna lantas berteriak hingga membuat semua pasang mata disana menatapnya.

"RICKY." Tangannya melambai-lambai membuat Ricky mengulas senyum malu.

Semua temannya menyingkir dan Ricky mulai berlari kecil menuju Juna.

"Jangan teriak-teriak bisa gak sih?! Ada apa?"

"Ini, bekal dari Umma. Kenapa tadi pagi berangkat buru-buru banget sih sampe lupa bekalnya gak dibawa?"

"Aku mau nyontek tugas temen."

Juna menaikkan sebelah alisnya. Adiknya ini benar-benar ya, semalas apapun kan tidak baik jika menyontek. Lagi pula tumben sekali Ricky menyontek, biasanya semua tugas pasti selesai atas bantuan Jaka.

"Ya udah, ayo makan di kantin!"

"Kenapa gak ngajak temen-temen abang aja sih?"

"Temen-temen ku udah ke kantin semua, aku sendirian. Ayok ah jangan banyak cing cong! Cacing perutku udah diskotikan ini."Juna menyeret paksa tangan Ricky menuju kantin.

Sesampainya disana, mereka duduk berhadapan, membuka kotak bekal masing-masing, dan membaca doa sebelum makan. Menu keduanya sama hari ini, nasi putih, capcay, nugget, dan irisan telur, serta satu jeruk mandarin yang masih utuh.

Setiap hari Amira memang sengaja membekali para putranya dengan makanan sehat. Hanya Satya, Sena, Juna, dan Ricky saja sih sebab Jaya dan Jaka biasanya masih bisa makan siang di rumah. Dulu sebenarnya Amira hanya membekali Sena dan Ricky saja, karena keduanya memiliki pantangan dalam makanan. Tetapi ternyata hal tersebut justru membuat putranya yang lain merasa iri, alhasil ia pun harus membuat bekal untuk semuanya dengan porsi yang sama dan seimbang.

KELUARGA ADHINATHA [ENHYPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang