2.4 Many Happy Returns Of The Day

1.7K 130 12
                                    

"Yang aku suruh tadi udah dibawa, mas?"

"Hm"

"Beneran udah dimasukin semuanya kan?"

"Hm"

"Yakin gak ada yang ketinggalan?"

"Iya, sayang."

Sembari membelah luasnya jalanan ibu kota, Herdian harus rela memasrahkan telinganya untuk mendengarkan pertanyaan berulang dari mulut Amira yang terduduk gusar di sampingnya. Sebenarnya istrinya itu hanya meributkan satu hal, yaitu terkait hasil masakan yang ia bawa dari rumah.

Pagi sekali Amira memang sengaja memasak untuk para putranya yang masih menemani Sena di rumah sakit. Beberapa hari di Jakarta dan terlalu sering memakan masakan sang nenek membuat Adhinatha bersaudara mengeluh rindu akan masakan sang umma, padahal selama disini pun Amira tak pernah berjauhan dengan mereka. Ya maklum saja, memang begitulah keturunan Bapak Herdian ini. Selalu menjadi penggemar setia Ibu Amira Zaina, sang nyonya besar keluarga Adhinatha. Begitupun Amira yang selalu menjadikan para putranya sesuatu paling berharga dalam hidupnya. Maka dari itu, ia bersedia memasak beragam makanan hanya untuk melipur kerinduan mereka berenam.

"Nasi ada, ikan request-an Jaya ada..." Ucap Amira melirik kotak paling bawah di atas pangkuannya.

"Capcay permintaan Jaka ada disini," Kemudian ia beralih pada kotak yang lain, terus begitu hingga sampai pada tumpukan kotak teratas.

"Tempe, tahu, nugget, sambal cumi pesanan Satya Juna juga ada,"

"Terus..... Loh?" Amira mendongak, lantas menatap sang suami yang masih terlihat fokus mengemudi.

"Dimsum punya Sena sama Ricky dimana?!"

Mendengar hal tersebut, Herdian melirik Amira sekilas. Diam-diam ia tarik sudut bibirnya sebelah kanan, hingga smirk tipis terulas tanpa sepengetahuan perempuan itu.

"Mas Ian! Jawab!" Lanjut Amira dengan sedikit nada paksa.

"Masa gak ada, dhek? Dimana ya tadi? Apa jangan-jangan aku lupa?" Jawab Herdian dengan ekspresi panik yang dibuat-buat.

"Kan aku udah bilang tadi, di check dulu semuanya sebelum berangkat! Ih kamu mah." Raut kesal terlihat jelas di wajah Amira saat ini.

"Yahh maaf deh maaf."

"Kamu tuh makanya kalau ada orang ngomong didengerin baik-baik dong, mas! Aku masak dimsum itu khusus buat Sena sama Ricky tau. Mereka pengen itu dari kemarin."

"Ya udah gimana kalau kita mampir dulu sebentar ke kedai dimsum?"

"Gak. Kamu kan tau sendiri dua anakmu itu ada pantangan makanan. Dimsum yang aku buat itu sehat, belum tentu yang diluaran sana itu juga sama sehatnya. Putar balik! Pulang! Aku gak mau tau!" Kini Amira mulai merajuk ditempatnya.

"Jauh, sayang. Lagian tinggal belok kiri kita dah sampai rumah sakit. Udahlah dhek tinggal aja dimsumnya, biarin Sena makan yang lain."

"Enak aja! Pokoknya gak mau tau. Aku mau kita pulang lagi dan ambil dimsumnya! Itu salahmu! Suruh siapa ceroboh?! Huft."

Sebenarnya jika sedang merajuk begini Amira cukup menyeramkan, tetapi juga begitu menggemaskan bagi Herdian. Lihat saja dari gesturnya. Kepalanya yang tertoleh menghadap kaca, kedua lengannya yang terlipat di depan dada, juga bibirnya yang sedikit mencebik ke depan. Semakin dilihat, tingkahnya semakin mirip dengan Sena ketika sedang dalam mode kesal. Gemas, lucu, dan ingin dimakan.

Beberapa meter sebelum pintu masuk rumah sakit, Herdian memilih menepikan mobil hitam yang ia kendarai untuk berhenti sejenak di samping sebuah pohon beringin. Ia lantas tertawa kecil melihat sang istri yang masih saja enggan menoleh ke arahnya.

KELUARGA ADHINATHA [ENHYPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang