spesial chap: BORN TO BE JAYA ADHINATHA

1.3K 107 1
                                    

Jaya memasuki pelataran gedung kantornya dengan mobil merah mentereng, kinclong tanpa noda sedikit pun. Dibukanya pintu mobil tersebut hingga sepatu pantofel hitam yang ia kenakan menapak tepat di atas semen cetak. Ia benarkan terlebih dahulu jas biru dongker yang ia pakai, walaupun sebenarnya itu sudah terlihat sangat rapih.

Ia tampak sangat gagah dan tampan dengan outfit formalnya hari ini. Ditambah kaca mata bulat yang bertengger di bilah hidung mancungnya, semakin menambah kesan penuh wibawa. Ia lantas memberikan kunci mobil pada salah seorang satpam yang berjaga untuk segera memarkirkan mobilnya dengan tepat. Tentu saja senyum ia kembangkan sebagai bentuk keramah-tamahan.

Terhitung 1 bulan sudah Jaya menjalani magang sebagai calon CEO di perusahaan milik ayahnya. Skill dan pengalamannya pun lumayan bertambah, meski sekarang ia juga harus pandai mengatur waktu dengan jadwal kuliahnya.

Jaya kini memasuki bangunan setinggi 10 lantai itu. Senyum tampannya selalu ia berikan kepada siapapun yang menyapa. Bahkan beberapa karyawan muda pun hampir dibuat gila saking tersipunya mereka terhadap senyuman tersebut.

Jaya tidak ambil pusing, toh dari lubuk hatinya yang terdalam ia tidak pernah memiliki niat untuk menggoda siapapun. Jaya masuk ke dalam lift, lalu menekan tombol berangka 9 untuk menuju ke ruangannya.

Ting!

Pintu terbuka, Jaya melangkah menyusuri lorong yang hari ini tampak sangat sibuk dari biasanya. Sejenak ia bingung kala melihat para karyawannya mulai berlarian kesana kemari sembari membawa beragam berkas. Beberapa kali dering telepon juga berbunyi, sungguh bising suasana disini.

"Pak Jaya!"

Terdengar suara seseorang memanggilnya dari kejauhan. Orang itu kemudian berlari dan berhenti tepat di depannya dengan napas terengah-engah.

"Sudah dibilang jangan panggil saya pak! Saya masih muda! Napas dulu napas heh, Jangan mati disini kamu!" Ucap Jaya ketus, padahal sebenarnya ia asal ceplos saja.

"Hehe saya lupa, mas. Hah... Hah.." Jawabnya sembari mengatur napas "Btw mas Jaya niat kerja gak sih?! Kenapa baru dateng?!" Lanjutnya seolah memprotes sang atasan.

"Biasanya juga saya dateng jam segini? Wait... Kamu sekretaris saya berani banget kamu ngomong begitu?"

Jaya kaget, begitu pula sang sekretaris.

"Ah maaf, mas. Ish mulut saya emang gak bisa di rem." Kata sang sekretaris bernama Bagus pada name tagnya.

Jaya hanya memaklumi karena memang seperti itu sikap Bagus yang ia kenal. Selalu mengutarakan secara langsung, tanpa basa-basi apa yang ingin dia katakan. Dan dari pertanyaannya itu, Jaya merasa ada yang tidak beres disini.

"Gus, ini ada apa kok pada lari-larian begini?" Tanya Jaya penasaran.

"Itu dia mas yang tadi saya mau laporkan! Aduh mas gawat, perusahaan kita sedang anjlog. Para investor besar ramai-ramai mencabut saham mereka, bahkan ada yang memutus kontrak kerja secara sepihak. Anggaran juga turun drastis, bagian keuangan banyak mengajukan protes ke atasan termasuk ke Pak Herdian. Kalau begini terus, bisa-bisa perusahaan bangkrut, mas. Kasian Pak Herdian, dari tadi beliau sibuk ngurus ini itu sendirian, sampai pucet gitu di ruangannya."

Mendengar hal tersebut, Jaya segera berlari tanpa memperdulikan lagi sekretarisnya. Pemandangan pertama yang Jaya lihat saat memasuki ruangan Herdian adalah raut pucat pada wajah sang ayah. Kondisinya benar-benar kacau saat ini. Jaya pun mendekat dengan rasa khawatir.

"Ayah, ayo istirahat dulu." Ucap Jaya disamping kursi kerja sang ayah.

"G-gak, a-ayah harus selesaikan ini sekarang juga." Herdian tampak bergetar juga frustasi disana.

KELUARGA ADHINATHA [ENHYPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang