4

44 9 0
                                    

Astari Tan Bridal, Surabaya.

Dua cangkir teh kamomil hangat tersaji cantik di atas sebuah meja kecil setinggi lutut, berhiaskan macam-macam bunga artifisial mini di sebuah ruang pertemuan butik baju pengantin.

Sudah satu jam lebih mereka berdua mondar-mandir--atau lebih tepatnya satu saja-- di toko itu tanpa mendapatkan ilham baju mana yang dirasa paling baik untuk dipakai pada saat resepsi kebun malam hari.

"Ini aja, gimana?" Tanya seorang wanita paruh baya pada anaknya yang malah sibuk bertengger di atas sofa sambil mengecek jadwal tayang film incarannya di bioskop. "Gina!" Kekesalannya makin memuncak. Ia mendatangi gadis berpenampilan kasual cenderung tomboi itu lalu merampas ponsel dari genggamanya.

"Huuuh ..." Gadis itu menghela nafas pendek. Kini ia pasrah saja mengamati gaun malam panjang dengan potongan empire-line warna peach bertabur kristal Swarovski di bagian kedua pundak hingga bagian pinggir belah dadanya. "Nggak." Jawabnya singkat.

"Cah iki loh!" Wanita itu tak langsung mengembalikan ponsel milik Gina, melainkan beranjak ke opsi gaun yang lain. "Ini?" Tanyanya sembari mengacungkan satu lagi gaun malam warna peach dengan potongan V-Neck hingga membelah dada nyaris sampai ke bagian perut.

Gina tertawa geli, "Nggak, juga."

Mamanya menggeleng kepala seolah kehabisan akal dan opsi perihal gaun impian putri satu-satunya itu. Sudah berjam-jam di sana, namun, Gina seolah tidak juga menemukan apa yang dia cari. "Kamu maunya yang gimana, sih?"

"Kita bisa bantu customize sesuai keinginan." Ujar Astari, desainer sekaligus pemilik butik mewah tersebut sambil memamerkan senyuman ramah.

"Mama bilang apa! Nikah tuh disiapin dari jauh-jauh hari. Ini tinggal hitungan hari baru nyari baju! Punya anak nggak ada amat yang prepare deh karakternya." Gumam mamanya sambil terus memilah deretan gaun yang menggantung.

Gina berdiri. "Hmm... sebenernya, Gina tuh kepingin dress Balmain yang model begini, nih ... sebentar ..." Ia bergegas menyambar ponsel dari kantong blazer ibunya, lalu memperlihatkan foto Kristen Stewart dengan gaun pendek berwarna merah milik Balmain yang dihiasi ratusan peniti dengan kesan ornamen punk yang kuat di acara MTV Movie Awards ke-20.

"Ampun. Tobat, aku." Mamanya menarik nafas panjang. Ia melepaskan tangannya dari sederet gaun mewah dan memilih duduk pasrah di atas sofa.

Astari dan beberapa staf toko menahan tawa. Namun, ia tak ingin pelanggan emasnya ini meninggalkan toko dengan tangan hampa. "Kalau kak Gina ini ekspektasinya bagaimana?" Tanya Astari.

Gina terdiam beberapa detik sebelum menunjukkan wajah ceria seolah menemukan ide cemerlang. Ia berjalan ke arah Astari dan mendekatkan perlahan wajahnya ke arah telinga wanita cantik berusia 40 tahunan tersebut. Gina membisikinya dengan lembut.

Lontaran ide-ide cemerlangnya seolah mengaliri isi kepala Astari. Ia seperti tahu apa yang kliennya inginkan sementara ia tahu pasti akan ditentang ibunya habis-habisan. "Saya paham." Jawabnya disusul senyum penuh keraguan.

Jadilah Gina berdiri di tengah-tengah lima orang pegawai Astari yang masing-masing sibuk memegang peranannya sendiri. Gina sengaja meminta ibunya menunggu di luar sementara Astari berusaha secepat kilat membuat sketsa mentah gaun yang diinginkan Gina.

"Kalau begini, apa sesuai keinginan kak Gina?" Tanya Astari sambil menyodorkan hasil gambarannya ke arah Gina.

"Nah, ini!" Jawabnya semangat.

"Hah, lega rasanya. Ketemu juga yang dimau." Desis Astari. "Estimasi 7 hari, i guarantee you ini dress jadi." Tegasnya.

"He.. he.. Terima kasih banyak ya, mbak, pusing aku tuh ngikutin maunya mama. Aku dan calon suami soalnya nggak suka ribet. Aku maunya semua sesuai sama keinginan kita berdua. Kan, kita yang mau nikah." Jelas Gina polos.

Through Her EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang