5

33 8 0
                                    

Matanya berbinar. Senyumnya merekah saat telinganya menangkap sinyal langkah kaki kedatangan seseorang yang sangat ia tunggu-tunggu pagi ini. Jola sudah menyiapkan beribu alasan mengapa Ghean harus pergi ke Surabaya, walau entah untuk apapun tujuan Gege, yang jelas, ini demi menyelamatkan karirnya. Jola sudah memikirkan segalanya masak-masak. Ia tidak boleh kehilangan kesempatan bertemu banyak orang dari kalangan selebriti papan atas. Namun, ia juga tidak harus kehilangan pekerjaannya, karena Ghean pasti bisa mengatasinya. Setidaknya itu yang ia fikirkan.

"Pagiii ..." sapa Jola. Tangannya sigap menarik mundur kursi kerja Ghean, lalu mempersilakannya duduk.

Tampangnya sumeringah seperti biasanya. "Wesss... tuumben. Seneng amat, ada apaan, sih?" balas Ghean sambil meletakkan berbagai barang bawaannya di atas meja.

Jola bergegas menarik selembar kertas persegi panjang dari dalam sebuah amplop. "Sudah di-ACC." serunya girang.

"Apaan?" balas Ghean datar.

"Surabaya, njir! Elo! Selasa besok, oke? Nih tiketnya!"

"Selasa besok? Ngapain, ya?" Ghean benar-benar lupa.

Jola berusaha memanfaatkan momentum ini, "Lah! Elo lupa? Gue kan minta tolong lu gantiin gue rapat di Surabaya sama Gege."

Keduanya mendadak hening. Ghean tak merespon apapun. Jelas ini sebuah pemaksaan, jebakan yang tidak etis. Di hadapannya tergeletak secarik kertas bertuliskan Gheanne Putrinata tujuan Surabaya, tepat di hari natal. "ENGGAK! Apa-apaan, lo!" kepalanya menggeleng cepat, disusul tangan yang mengetuk meja. "Amit-amit. Nggak ada deh, makasih. Lo tuh kemaren cuma nawarin, ya! Elo nggak minta persetujuan gue dulu!"

Jola tidak begitu kaget melihat reaksi Ghean mengingat skala ketidaksukaan Ghean terhadap Gege yang sudah lama mencapai batas maksimal. "Loh, kemaren gue udah nawarin elo, kan? Lagipula Lu bayangin deh, lu bakalan diajak rapat sama banyak orang penting. Sekalian liburan, kan? Kapan lagi liburan gratis dibayarin kantor. Kurang apa lagi? Daripada ngebusuk di kosan aja."

Bagi Jola itu adalah hal yang menyenangkan. Bertemu banyak orang besar, membahas berbagai hal yang bahkan tidak selalu ia bisa pahami. Jola sudah mengembala ke berbagai jenis rapat dengan Gege dua tahun terakhir. Mulai dari rapat "ngafe" sampai rapat yang benar-benar terlihat penting dan serius. Rapat tidak selalu membahas tentang tema iklan, bisa jadi tentang pemangkasan biaya, hingga gaya busana yang semestinya bukan dengannya Gege pergi. Tugas Jola sama seperti Ghean, menggagas ide, membuat naskah, selebihnya revisi dan revisi, dan lembur untuk revisi lagi. Bedanya Jola sering menghadiri rapat dengan kepala bagian kreatif lainnya maupun dengan klien. Jola yakin, tidak lama lagi tugas Ghean akan sama saja dengannya, lebih banyak rapat yang harus dihadiri. Tidak ada salahnya menumbalkan Ghean untuk satu rapat tidak jelas untuk menyelamatkan hubungannya dengan Chicco dalam usaha menjadi selebgram.

Ghean kekeuh menggeleng, "Tidak, terima kasih. Lebih baik membusuk di kamar kos kecil tercinta, sambil belajar membenahi kamar kos ..." ia teringat sesuatu, "Oh wait, gue tahu! Kemaren lo nyolong KTP gue, kan? Lo pura-pura minta tolong bikinin teh, kan, biar lo bisa fotoin KTP gue, trus mesen tiket?"

Jola menyerngit, "Lo nggak bakal dibunuh, lo cuma bakalan disuruh-suruh dengan tempo secepat kilat doang, kok." ujarnya, "Ghean, ini bukan tawaran. Ini kewajiban. Lo tahu? Kayak ketoprak kudu pake ketupat? Kayak penyanyi baru dan auto-tune-nya? Kayak ..."

"Udah ... udah! Ngerti, gue!" sergahnya kesal. "Ya, cuma kan dari awal si Gege kampret itu ngajak elo, bukan gue, bukan Marshel, bukan siapapun di kantor ini. Elo, La! Tandanya emang cuma elo yang kompatibel sama otorisasinya dia."

Jola cekikikan, "Enggak, tahu. Gue tuh suka pura-pura aja setuju sama dia. Suka pura-pura nyaman aja nanggepin amarahnya. Padahal empet juga gue. Gila aja lu, kalo udah marah, bisa seharian gak mau ngomong apapun. Kita disuruh ngerti ..." Jola mendadak menghentikan curahan hatinya yang lebih cocok dilabeli keceplosan karena wajah Ghean saat ini benar-benar menegang. "Ya, intinya lo biasa aja. Dia baik kok aslinya. Gue kenal banget. Gak ada orang yang sekenal itu selain gue. Pokoknya lo percaya aja sama gue." ujarnya sambil tersenyum ramah.

Through Her EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang