22

23 8 10
                                    

Sinar mentari pagi menyela masuk lewat seprai bekas yang ia sebut gorden. Seisi ruangan jadi agak terang karenanya. Perlahan, suara riuh dari luar kamarnya muncul. Bukan hanya suara orang, tapi juga suara mesin las, hingga musik dangdut terdengar lantang di telinganya seolah menyemarakkan hari yang indah ini, hari pertama Ghean memimpin syuting projek iklannya di studio.

Usai mandi, sambil menggosok gigi, sesekali Ghean ikut berjingkrak tak kala musik dari pengeras suara warga kampung setempat memutar lagu band lawas Jamrud. Kepalanya mengangguk-angguk. Ini lagu paling keren nomor dua yang pernah disetel si empu yang kerap disebut "Pak Haji Gang Betet" ini. Nomor satunya lagu-lagu Reza Artamevia.

Selesai menggosok gigi, Ghean bergegas menyemprotkan cairan pelembut pakaian untuk setrikaan ke bajunya dari jarak yang lumayan jauh agar tidak terlalu basah. Bukan karena ia tak punya uang, hanya saja Ghean mulai teradiksi wangi pelembut pakaian itu. Baginya, wangi parfum tidak semewah wangi pelembut pakaian. Baginya.

Masih pukul tujuh pagi, tandanya Ghean masih akan sempat naik busway ketimbang ojek yang tarifnya mulai naik awal tahun. Tapi, risiko naik busway selalu sama : tidak dapat tempat duduk. Belasan orang berjejer dari depan ke belakang, berdempetan sambil memegangi handgrip bis. Terkadang tubuh bisa terhuyung ke segala arah tergantung seberapa kencang laju bis dan kuat tarikan remnya. Ghean sudah biasa dengan ini. Ia mendekap tas jinjingnya erat-erat, lalu mulai menyumpal kedua telinganya dengan earphone dan lagu Moon River yang dinyanyikan ulang Carla Bruin mulai mengalun lembut ke dalam telinganya.

Moon river, wider than a mile
I'm crossing you in style some day
Oh, dream maker, you heart breaker
Wherever you're goin', I'm goin' your way ...

Ghean jatuh cinta pada lagu itu sejak pertama kali ia mendengar Frank Sinatra menyanyikannya untuk pertama kali. Namun, versi Carla Bruin tidak kalah apik. Sungguh menenangkan. Sembari tubuh yang sedikit terhuyung ke kiri dan kanan, Ghean menutup matanya sejenak meresapi kedamaian di tengah penuh sesaknya orang di dalam bis.

Laju cepat bis seolah tak menyisakan pemandangan utuh yang bisa dilihat mata lewat jendela. Ghean termangu dalam diam. Perlahan, lantunan musik membawanya tunduk semakin dalam.

Setibanya di kantor, seperti biasa, puluhan orang mengantre dengan sabar menunggu giliran naik lift. Ada enam lift di sana, dan semuanya penuh antrean. Maklum saja, di gedung setinggi ini tidak hanya dihuni satu perusahaan saja. Ada banyak perusahaan besar lain yang menyewa lantai. Beruntungnya Ghean, tak perlu lama mengantre, pintu lift terbuka dan ia memdapat tempat di antara desakan orang lainnya.

Saat pintu lift mulai menutup, tetiba sebuah getara hebat menyerupai gempa membuat lift cukup bergoyang hebat. Seluruh penumpang lift teriak ketakutan. Bagaimana tidak, untuk beberapa detik lampu lift sempat mati, namun kembali hidup tak lama kemudian. Sebagian penumpang lift wanita terdengar menangis, sementara yang laki-laki berusaha menggedor-gedor pintu lift dengan harapan pintu itu terbuka. Semua orang berusaha meminta pertolongan, semua orang kecuali Ghean. Ia tahu berteriak tidak akan membantu. Ghean bergegas meraba tombol lift dan menekan tombol alarm dengan harapan lift akan merespon dan kembali berfungsi.

Jarinya menekan lama tombol spiker, "TOLONG, ..." teriaknya, "TOLONG, PAGI INI JADWAL SAYA MIMPIN SYUTING IKLAN! SAYA HARUS MIMPIN IKLAN INI BIAR KPI SAYA NAIK, STATUS SAYA KARTAP, GAJI SAYA NAIK!" cerocosnya kencang.

Namun, di sela-sela kegaduhan dalam ruang lift, getaran hebat yang seperti gempa itu kembali terjadi. Kini semua orang kompak berteriak sambil menggedor-gedor pintu, semua orang termasuk Ghean. Tidak ada respon dari operator lift, tidak ada kejelasan bagaimana situasi di luar. Saat beberapa pria mencoba membuka paksa pintu lift, lampu di dalam ruangan tersebut mendadak kembali mati. Dalam situasi yang tidak bisa ditebak, Ghean menarik diri memojok di belakang semua orang yang kalang kabut. Semuanya jadi terasa melambat tak nyata. Ia tak dapat melihat apapun. Mungkin ini akhirnya.

Through Her EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang