15

27 12 9
                                    

Ini nyata.

Ini sungguh nyata. Dia bukan lagi sebuah bayangan tanpa nama. Dia ada, dan hadir. Selama ini di dekat, tapi, tak ada yang saling sadar.

*

Gege jadi gugup bukan main. Setelan jas bernuansa keperakan dikenakan, dan rambut yang biasa terurai ala kadarnya, disulap jadi kaku mengilap.

Ia kesal, bulir keringat terus mengalir di tepian dahi hingga membasahi rambut jambangnya. Berulang kali, ia harus mengelapnya dengan tisu.

Ia bersiap mengantar Glenn menuju pelaminannya 20 menit dari sekarang. Sudah seharusnya dia keluar dari ruang ganti dan menunggu Glenn di ambang batas pintu menuju ruang akad. Ini bukan pernikahannya, tapi, rasa-rasanya jauh lebih gugup melepas adik ketimbang status sendiri. Namun, ada yang membuatnya lebih gugup lagi, hatinya.

Tok..tok..tok.. suara ketukan pintu mendominasi seisi ruangan, samar-samar terdengar suara perintah, "Dimohon untuk bestman mendampingi pengantin pria."

Ini saatnya.

***

Ghean mendampingi Gina sejak awal masuk ruang rias hingga selesai. Hasilnya luar biasa. Sebuah gaun pengantin modern warna putih tulang, kepalanya dipasangi siger emas dengan banyak kelopak melati yang membuatnya sangat wangi.

Mereka bahkan mengambil foto berdua bersama. Gina tak ingin sendirian di ruangan itu, ia membawa serta Ghean masuk dan dirias di ruangan yang sama.

"Jadi gini, nggak, gitu ... " Gina mulai berbicara terbata, menutupi rasa gugupnya, "jadi, nanti bakal ada sepupu dan sahabat-sahabatku di luar yang nunggu kita. Dan, kamu ada di barisan kedua setelah aku. Setelah aku duduk di kursi akad, kamu langsung duduk di sebelah Mas Gege, oke?" jelasnya dengan bibir setengah bergetar.

Ghean mengangguk, ia geli sendiri membayangkan ada di posisi Gina. Ia merasa baru mengenalnya, tapi, seperti sudah mengenal karakternya yang tak jauh berbeda dengannya. "Gin ... hei ..." tegurnya pelan.

"Ya? Ya?" balas Gina gugup.

"Relax, oke?" ujar Ghean yang seketika membuat Gina menarik napas dan menembuskannya.

"Ghe..." panggil Gina pelan.

"Ya?"

"Makasih, ya, mau ada buat aku di sini." ujarnya, "Makasih mau dateng ke Surabaya nemenin Mas Gege dengan segala permasalahan dia di sini. Aku bahagia dia ketemu sama orang yang baru. Yang sekuat kamu." ungkapnya tenang.

Mendengar itu membuat Ghean jadi tak mampu berkata-kata. Ia memeluk erat Gina. Seseorang yang baru beberapa hari lalu dikenalnya. Seseorang yang kini terasa teramat dekat dengannya. Saudara baginya.

Tok..tok..tok..

Gina mulai kalap lagi, mungkin ini saatnya.

Pintu itu terbuka sedikit, ternyata bude Sunai mengintip. "Permisi, non, ini ..."

Gina mengela napas tanda lega karena belum diminta keluar.  "Masuk aja, Bude."

"Maaf, non, iki Mas Itok katanya kelupaan mau bawa ke sini." Bude Sunai menunjukkan sebuah tas kertas besar dengan logo yang familiar. "Ini, titipan buat Mbak Ghean. Lupa'e si Itok."

Through Her EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang