17

25 8 9
                                    

2014,

Kilatan petir menyambar di sepanjang langit malam yang gelap. Hujan turun teramat lebat hingga bising suaranya terdengar nyaring, ditambah gema guruh menutup sayup-sayup lagu Say Something milk A Great Big World dari dalam mobil SUV hitam itu sepanjang perjalanan.

Wanita yang sedang duduk di sebelahnya menggeliat resah. Sesekali ia menggaruk kasar rambutnya. Tubuhnya terbujur lemas di atas kursi penumpang yang dibaringkan setengah. "Sayang .... hmm... hehe... kenapa jemput siiihhh... tumbeeenn!"

Orang yang ditegurnya hanya terus fokus menyetir. Pandangannya menyoroti jalanan lengang di depan.

Wanita itu kemudian bangkit dari posisi tidurnya, lalu mengalungkan kedua tangannya ke leher pria di sebelahnya. Namun, cepat-cepat pria itu menepisnya risih.

"Awas! Bahaya ini lagi nyetir!" ucapnya.

Wanita itu tetap bersikeras meraih tangan sebelah kiri pria di sebelahnya, "Gege, sayang ..." gumamnya.

Pria bernama Gege itu lantas mencoba menepisnya lagi, "Tiara, jangan gila ini bahaya! Kamu kalo masih mabok, mendingan tidur!" tegasnya.

Tiara kesal, "Kenapa, sih?"

"Lihat itu jalanan gelap gulita. Map tolol. Malah nyasar ke jalur alternatif." umpat Gege kesal.

"Lagian make nyamperin segala." kekeh Tiara yang masih belum sadar kondisi.

Gege kepalang emosi, "Elo gila! Udah mau nikah malah nyeleweng sama si anjing! Udah sinting lu, ya!" umpatnya tak peduli. "Kalo nggak gue tarik, bakal ngamar lagi lo sama dia!"

"Kasar amat, sih!" Tiara mendadak sewot.

"Lu sadar nggak, Ti, lu nyelingkuhin gue berkali-kali, sama sepupu gue sendiri!!" seru Gege. "Sakit, Ti! AKH ... BANGSAT!!!" teriaknya.

Matanya mulai panas. Di sela ketidasadarannya, Tiara merasa begitu berdosa. Bukan hanya tentang perlakuannya pada Gege tapi juga tentang sebuah masalah besar yang baru tadi pagi ia ketahui. Tiara terdiam tak menggubris teriakan frustrasi Gege.

Di lihatnya jalanan begitu lengang dan sepi. Tidak ada kendaraan lain yang melintas di jalanan ini kecuali mobil yang mereka tunggangi. Tiara sigap meraih ponsel dari dalam tasnya. Sambil mengetik sesuatu, ia mencuri pandang ke arah Gege yang terlihat penuh amarah namun tetap berusaha fokus menyetir. Jemarinya cepat mengetik: Aku belum jauh. Susul aku. Sekarang. Dibarengi dengan tautan titik kordinasi lokasi yang tersiar langsung, kepada seseorang.

"Ngapain kamu?" tanya Gege.

"Nggak."

"NGAPAIN?! , NGETIK APA KAMU?"

Situasi makin memanas. Tiara tak lagi bisa menahan gejolak emosinya juga. "TURUNIN AKU SEKARANG!"

Gege tak menggubrisnya.

"GE!"

Ia tetap tak menanggapi permintaan Tiara. "Di tepian jurang gini lo minta turun? Hah? Mo terjun bebas, lo?"

"TURUNIN AKU SEKARANG! GAVIN BAKAL JEMPUT AKU!"

Wajahnya terasa panas mendengar nama itu jelas disebut, "Ti, lo udah nggak beres!"

"IYA! EMANG! KENAPA? LO BISA APA, HAH?"

Gege menggeleng kepala sambil meringis meratapi hubungannya, "Gila."

"Turunin gue! Gue nggak peduli mau kuyup sekalipun badan gue!"

Seolah kehabisan kata-kata, Gege malah memacu kendaraannya lebih cepat.

Through Her EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang