20

22 10 6
                                    

Surabaya,

Air mata Gina mengalir dalam pelukan Gege. Tangannya mengusak punggung saudaranya itu sambil membisikkan kata kuat.

Gege mengangguk tegar sambil tersenyum kala pelukan itu dilepasnya. "Jangan overthinking. Kalian nikmati senikmat-nikmatnya honeymoon kalian."

Sebuah tepukan lembut di bahu Gege mendarat, Glenn sepertinya berusaha tidak larut juga dalam situasi biru di antara mereka, "She'll be fine. But you ... you gotta be okay."

Senyuman menyungging tipis, "I hope so."

"Aku selalu dukung apapun yang mas Gege pilih. Tapi, satu aja ... tolong jangan Tiara lagi."

Glenn mencoba menenangkan Gina, "Gin,"

Gege tersenyum, "Iya. Kamu nggak usah khawatir tentang itu." balasnya lembut.

"Oh, iya, by the way, album foto pernikahanku sudah jadi, yay! Nanti ku kirim beberapa foto ke Mas Ge, deh."

Gege menganggung, "Oke."

Tak lama setelahnya Lita datang dari arah lobi masuk bandara internasional sambil membawa selembar syal di tangannya. "Cah iki loh! Tak bilang dibawa syalnya iki!"

Tangis Gina mendadak berganti cekikikan kecil melihat ibunya susah payah membawakan syal yang ia tinggalkan di rumah. "Maaf, ma, namanya juga lupa."

"Koe ki opo yang ora lupa."

"Di Eropa lagi winter, Gin." celetuk Gege.

"Ya ... kan, bisa beli sekalian aja di sana."

"Ojo boros! Ini syal dari Oma."

Gina menggaruk kepalanya, "Iya ... makanya kuno banget, Ma."

Gege dan Glenn dibuatnya tertawa.

"Udah, ... pake" tetiba suara Lita menjadi parau, "... pokoknya ..."

"Ma,"

Suara isak tangis mulai terdengar renyah, "Mama nggak pa-pa ... mama ... cuma ..."

"Gina kan nggak lama-lama, cuma dua bulan."

"Cah edan. Iki namanya terharu."

Gina meraih syal itu lalu mendekap tubuh Lita dalam pelukannya, disusul Gege. Glenn hanya menatap ketiganya dengan senyuman.

***

Lita mengiyakan permintaan Gege untuk mengantarkannya ke Gerda Tower untuk bertemu Dipo. Lita tak ingin banyak bertanya. Ia hanya mendekap lengan anaknya sepanjang jalan.

Di kursi kulit empuk itu Dipo tengah duduk menghadap jendela besar mengarah ke jalan raya siang Surabaya. Sesaat setelah Gege dan Lita masuk ke ruangan tersebut, Dipo memutar kursi menghadap anak dan istrinya.

Ketiganya sempat terdiam sejenak sebelum akhirnya Dipo tersenyum dan berdiri menyambut kedatangan mereka berdua.

"Silakan duduk." ujar Dipo selayaknya tuan rumah pada tamunya.

Ketiganya lalu duduk saling berhadap-hadapan di atas sofa.

"Ada apa? Setelah bertahun, mau kamu jilat ludah sendiri datang ke sini, Ge?"

"Ya." jawab Gege singkat.

"Papa sudah dengar kelakuanmu, dan kasusmu. Semuanya." Dipo tetiba tertawa sendiri seolah puas, "Papa masih berfikir kamu jagoan. Nyatanya kamu kriminal."

Through Her EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang