21

21 9 4
                                    

Sekujur tubuhnya mendadak lemas tapi bersemangat di waktu yang bersamaan. Suhu tubuhnya mendadak hangat. Kepalanya terasa pusing bukan main. Bagai petir di siang bolong, ia berharap ini semua hanya ilusi belaka. Namun, matanya tak bisa bohong. Entah mengapa Ghean merasa seluruh dunia menjadi lambat. Setiap langkah kaki pria itu bagai pecutan dalam jiwanya. Napasnya makin berat, dadanya seolah sedang ditimpa beton gorong-gorong. Ia tak yakin mampu menahannya. Ghean jatuh terduduk di kursinya.

"Ghe!" panggil seseorang,

Ghean tak menyadarinya. Ia masih syok berat.

"Ghe?"ulangnya tanpa mendapatkan atensi Ghean. "GHEAN! WOY! BOCAH!"

Sontak saja seruan itu mengguncang alam bawah sadarnya. Tubuhnya melonjak berdiri dari kursi hingga memancing tawa semua orang di sana. Matanya membulat, Ghean belum sepenuhnya menyadari bahwa Marshel sudah memanggilnya berulang kali. "Kenapa?"

"Buset, lu kenapa, sih, Ghe? Gue perhatiin dari kemaren kayaknya lo nggak fokus banget. Lagi sakit?" tanya Marshel.

Ghean menggeleng kepala. "Enggak. Gue fokus, kok?"

"Kalau fokus gue kagak bakal nyamperin lu ke sini!"

"Emang lo manggil gue dari kapan?"

Marshel mendengus kesal, "Laporan lo kemarin ada yang kurang ternyata. Revisi sedikit, ya?"

Jantung Ghean mendadak berdegup kencang. "Kurang apaan? Boleh lo kirim email aja, nggak? Gue kerjain di sini, deh." nyalinya mendadak ciut. Padahal sejak semalam ia bersemangat mengerjakan laporan di laptop Gege demi menjalankan misi unread message pada surel Gege yang ia buka kemarin.

Marshel menggeleng kepala, "Nggak usah. Kita kerjain lagi aja kayak kemarin."

Ghean tercengang, "Loh, orangnya aja udah masuk, tuh."

"Ya, iya. Emang kenapa?"

"Kenapa nggak dia aja yang ngerjain? Itu kan tugas dia bukan kita."

"Iya, gue udah bilang. Tapi, si Gege kudu ngadep pak Broto dulu habis meeting."

Ghean mendadak terilhami, "Ya udah, deh, tapi, gue kerjain di sini, ya?"

Marshel mengangguk. "Eh, si Jola udah jalan?"

"Udah."

"Ya, udah, berarti lo yang presentasi, ya hari ini?"

Anjir! Bener juga! sial!

Tak ada yang bisa ia katakan. Ghean menelan ludah.

***

Ini adalah rapat khusus tim kreatif yang biasanya hanya butuh lima sampai enam orang untuk berdiskusi. Namun, entah mengapa, kali ini ruangan rapat terlihat lebih banyak kursi dari biasanya.

Ghean dan dua tim kreatif lainnya datang bersamaan. Begitu juga Marshel dan Gege yang datang bersamaan. Ghean mulai merasa tegang, ditambah lagi karena Gege memilih duduk di sebelah Ghean tanpa alasan yang jelas, makin menambah kecanggungan di antara keduanya.

Gadis itu nyaris kehabisan napas, suara jantungnya seolah bisa didengar semua orang di sana. Tubuhnya mematung tak bergerak sama sekali saat wangi khas tubuh itu menyeruak masuk ke dalam sistem pernapasannya. Ia tertunduk tak berkutik.

Tak lama, Pak Broto dan seorang cowok berpakaian necis dan agak mencolok juga bergabung dalam rapat, "Selamat pagi, semuanya!" seru Pak Broto begitu menemukan kursi tempatnya duduk. Kedatangan Broto agaknya cukup mengejutkan, ditambah lagi dengan kehadiran seseorang yang baru. Selama ini Broto jarang bahkan tidak pernah ikut rapat kreatif. Setidaknya, kini Ghean tahu mengapa Gege duduk di sebelanya bukan di depan seperti biasa.

Through Her EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang