don't cry,

3.8K 360 3
                                    

Pelajaran bahasa Inggris telah berlangsung. Semua siswa di kelas 10 MIPA 3 begitu fokus memperhatikan guru yang tengah menerangkan materi di depan sana.

Christy melirik jam tangan-nya, dia tersenyum. Sebentar lagi pelajaran bahasa Inggris akan habis, dan di gantikan oleh mata pelajaran Penjas.

"3, 2, 1."

Kringgggg.

Lagi-lagi Christy tersenyum, hitungan nya tepat. Guru bahasa Inggris segera pamit undur diri.

"See you in the next lesson." pungkas guru itu sebelum keluar dari ruang kelas.

Para siswa mulai menghambur keluar kelas untuk mengganti pakaian, pun dengan Christy dan Freya. Mereka berjalan menuju loker untuk mengambil pakaian olahraga nya terlebih dahulu.

Zee bertopang dagu dengan sebelah tangan, dan sebelah tangan nya lagi tak berhenti mengetukkan pulpen ke meja, dan itu menimbulkan suara yang cukup berisik untuk suasana kelas yang hening ini.

"Zee berisik." tegur Ashel, teman sebangku nya.

"Ihh Acel, aku bosen." rengek nya.

"Perhatiin guru di depan! Kalo ada ulangan dadakan gimana?" omel Ashel.

"Gak perlu merhatiin juga aku udah pinter." ucapnya membuat Ashel berdecak.

"Sombong." ujarnya seraya memutar bola matanya.

"Orang kenyataan-nya gitu kok." tak mau kalah.

Tak ada respon dari teman sebangku nya, mau tak mau Zee harus memperhatikan guru di depan sana. Ya, walaupun sebenarnya dia sudah paham dengan materi-nya.

Ini adalah salah satu kelebihan Zee, memiliki kepintaran yang bisa di bilang di atas rata-rata manusia normal. Bisa mengerjakan puluhan soal ujian hanya dengan hitungan menit. Bisa paham materi hanya dengan membaca satu kali. Sering menjuarai berbagai macam perlombaan Olimpiade. Bisa di bilang, Zee ini adalah kebanggaan di sekolah nya.

"Ibu akan kasih beberapa soal, silahkan kerjakan dengan penuh ketelitian."

"Ucapan itu adalah doa." bisik Zee di telinga Ashel, lalu tersenyum miring.

"Diem kamu." Ashel mendelik malas, sedetik kemudian dia melempar senyum kepada guru yang memberikan nya selembar soal.

"Waktu nya 10 menit. Dimulai dari sekarang, silahkan." ujarnya.

Para siswa mulai mengerjakan soal-soal yang telah bu Rona berikan. Beberapa dari mereka masih misuh-misuh karena ulangan dadakan ini.

"Gampang ini." gumam Zee, pulpen nya mulai menari diatas kertas ulangan. Hanya dengan waktu tiga menit, semua soal telah selesai Zee kerjakan. Dan tentu itu bukan hal yang aneh lagi bagi teman sekelas nya.

"Sudah bu." suara Zee mengundang tatapan semua siswa di sana.

"Silahkan kertas nya di kumpulan Zee, dan boleh langsung keluar."

Zee menuruti perintah Rona, sebelum benar-benar meninggalkan kursi nya, Zee menepuk pundak Ashel. "Goodluck." bisik nya.

"Thanks."

Zee pun mulai meninggalkan kelas, mengikuti kemana pun kaki nya melangkah.

Tiba-tiba bola basket melayang kearah nya, berhenti tepat di depan kaki nya.

"Lempar Zee!!" itu suara teriakan Freya.

Zee melempar bola basket itu kearah Freya. Freya melempar senyum dan mengucapkan terimakasih.

Oke, Zee menjadi tertarik untuk menonton. Zee berjalan ke pinggir lapangan, mendudukan tubuh nya di sana. Dan mulai mengamati beberapa manusia yang tengah bermain basket di tengah lapangan. Tak terlihat ada guru disana, sepertinya mereka di bebaskan.

RUMAH (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang