Sudah genap satu bulan Azizi hilang. Gadis itu hilang bak di telan bumi, tak ada jejak apapun yang tertinggal. Bahkan pihak polisi sudah hampir menyerah dan berniat menghentikan pencarian.
Rasanya, semua tempat, dari Sabang sampai Merauke sudah Gre sambangi. Tak lupa dengan para detektif handal yang juga ikut membantu. Tapi masih nihil, tak ada hasil apapun. Jika terus seperti ini, apa yang harus Gre lakukan?
Punggung Gracio bersandar lemas di kursi kerja nya, haruskah ia mencari keberadaan Zee keluar negeri juga? Atas dasar apa mereka menculik Zee dan menyembunyikan putri nya serapat mungkin? Gre tak mengerti dengan semua yang terjadi.
"Zee, Papah kangen." lirih Gre.
Nyawa di balas nyawa.
Ingatannya jatuh pada kertas yang ada di kotak hitam malam itu. Apa maksud dari tulisan itu? Nyawa siapa yang perlu di balas?
Gre mengerang, otaknya serasa ingin pecah memikirkan segala hal yang menyangkut penculikan putri nya.
Telepon Gre berdering, Gre segera menjawab panggilan yang ternyata dari ibu mertua nya.
"Iya mam?"
"Gre, perut Shani udah mulai mules. Ini Mami sama Papi udah ada di perjalanan ke rumah sakit. Kamu nyusul ya."
"Iya Mam. Gre kesana sekarang."
"Yaudah, mami tutup telepon nya."
Panggilan terputus.
Usia kandungan Shani memang sudah memasuki bulan ke 9. Kata dokter pun kelahiran bayi nya hanya tinggal menghitung hari. Namun siapa sangka bahwa bayi kecilnya ingin keluar hari ini.
Dengan wajah gelisah, Gre terus melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit yang sudah di shareloc oleh ibu mertua nya. Tak lupa, Gre pun menghubungi kedua orang tua nya.
Sesampainya di rumah sakit, Gre langsung berlari dengan tergesa-gesa menuju ruang bersalin. Saat tiba di dalam ruangan, ternyata Shani tengah berjalan-jalan kecil di dampingi oleh ibu nya.
Sesekali terlihat ringisan di wajah istri nya itu, Gre tak tega. Ingin meminta Shani duduk saja, tapi ini semua perintah dari dokter.
"Tarik nafas, buang.." titah Gre pada Shani. Dan Shani mengikuti perintah suami nya.
"Ayo, lagi."
"Sakit Gre." refleks Shani meremas lengan Gre hingga meninggalkan jejak kemerahan.
"Aku disini sayang." Gracio mengecup puncak kepala Shani yang sudah penuh keringat, menyandarkan kepala istrinya di dada bidang miliknya.
Gre mengusap kasar wajah nya. Detik-detik menegangkan. Dimana nyawa Shani di pertaruhkan. Ia harap, bayi dan istri nya selamat.
Shani mengejan dengan mengerahkan seluruh tenaga nya. Rasanya sakit, sangat sakit. Ia pun meremas kuat lengan kokoh Gracio. Gracio tak peduli untuk rasa sakit yang di ciptakan oleh sang istri, fokusnya hanya pada istrinya. Terus mengusap rambut Shani yang penuh peluh.
"Ayo sayang, kuat."
"Ayo bu sekali lagi."
Shani pun mengejan, rasanya sudah tak sanggup lagi. Air mata menetes dari sudut matanya. Dan Gracio segera menghapus nya.
Beberapa saat setelah nya, suara tangis bayi membuat semua manusia yang ada di sana bernafas lega.
Shani pun terkulai lemas. Gre menciumi dahi Shani berulang kali. Perasaan nya campur aduk, bahagia sekaligus sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH (Selesai)
FanfictionRumah adalah tempat di mana cinta berada, kenangan diciptakan, teman selalu menjadi milik, dan tawa tidak pernah berakhir. Ini tentang rumah dan beberapa masalah di dalam nya. Note: hanya sebatas karangan penulis. Jangan sangkut pautkan dengan kehid...