"Semua CCTV di rumah sakit sengaja di matikan sebelum Zee tiba. Itulah kenapa, gak ada tanda-tanda Zee berkunjung ke rumah sakit ini. Semuanya sudah mereka persiapkan. Mereka cerdas dan licik, gak mungkin mereka membiarkan Zee berkeliaran begitu saja tanpa pengawasan. Zee pasti di awasi 24/7 sehingga dia tidak memiliki kesempatan untuk kabur."
"Kenapa Zee gak minta pertolongan?" tanya Gre yang tak habis pikir.
"Entahlah. Bisa jadi Zee di ancam sesuatu."
"Siapa mereka berani mengancam putri saya?" suara Gre terdengar begitu prustasi. Ya bagaimana tidak prustasi, anaknya hilang sudah satu bulan.
"CCTV kota sudah kamu cek?" Gracio bertanya.
Fadli mengangguk. "Sudah pak. Dan tidak ada hasil. Tidak ada yang menunjukkan tanda-tanda keberadaan Zee." jelas nya, lalu memutar kursi. "Gak akan ada jejak lagi selain surat yang di kirimkan oleh Zee."
Perkataan Fadli membuat bahu Gre lemas. Harus dengan cara apalagi ia mencari keberadaan nona muda-nya?
Kalimat-kalimat yang tertulis di surat yang Zee kirimkan benar-benar membuat Gracio takut. Takut akan kenyataan bahwa nanti Zee pulang tidak dalam keadaan hidup, apalagi mengingat foto yang di kirimkan oleh orang tak di kenal tempo hari.
Gracio menunduk dalam, setitik air mata jatuh dari sudut mata nya, dan ia segera menyeka air mata itu. Sebenarnya tak ada salah nya menangis disaat keadaan memang sedang kacau seperti ini. Tapi Gre tak ingin memperlihatkan kelemahan nya di hadapan siapapun.
"Selamat atas kelahiran putra bapak, dan turut berduka cita juga atas hilang nya Azizi." ujar Fadli tiba-tiba membuat Gre mendongakkan kepalanya.
"Terimakasih." Gre tersenyum simpul. Ada rasa bahagia dan sedih, mungkin jika Zee berada di sampingnya, kelahiran Sean adalah hal yang paling membahagiakan. Tak ada nya Zee di samping Gre membuat kelahiran Sean menjadi campur aduk.
Gre benar-benar mengutuk dirinya sendiri yang tak becus menjaga Azizi.
•
•
•Zee duduk termenung sambil memeluk kedua lututnya erat. Tatapan nya kosong, ia terlihat begitu kacau.
"Papah kamu pembunuh!"
Ingatan nya kembali berputar pada kalimat yang terlontar dari bibir pria yang menculik Zee.
Zee menggeleng kuat, mengigit bibir bawahnya menahan isakan. "Gak mungkin. Papah bukan pembunuh."
Dari semalam keadaan Zee benar-benar terlihat kacau setelah mendengar apa yang di ceritakan oleh pria kejam itu.
"Udah saat nya kamu tau alasan saya menculik kamu kesini, Azizi." ucap pria tersebut, duduk di samping Zee.
Zee menolehkan kepalanya. "Kenapa?"
Pria tersebut menghela nafas berat. Matanya menerawang jauh. "Sebelumnya, kenalin. Nama saya Jinan Arganta."
Nama yang asing bagi Zee.
"Kamu mau mendengar sedikit tentang cerita hidup saya?" tanya Jinan, Zee mengangguk.
Jinan mulai duduk di samping Zee, matanya menerawang jauh. "Sewaktu anak saya berumur 5 tahun, Istri saya meninggal karena penyakit jantung nya. Dan itu benar-benar buat saya terpukul. Saya mengurus anak saya seorang diri, sesekali di bantu ayah dan ibu saya." Jinan menghela nafas sebelum melanjutkan ceritanya, dada nya benar-benar sesak.
KAMU SEDANG MEMBACA
RUMAH (Selesai)
FanfictionRumah adalah tempat di mana cinta berada, kenangan diciptakan, teman selalu menjadi milik, dan tawa tidak pernah berakhir. Ini tentang rumah dan beberapa masalah di dalam nya. Note: hanya sebatas karangan penulis. Jangan sangkut pautkan dengan kehid...