something unexpected.

3.1K 319 24
                                    

Bakal jadi part terpanjang dengan alur maju mundur.





Christy Pov.

"Happy birthday to you... Happy birthday to you... Happy birthday, Happy birthday, Happy birthday to you.." suara merdu terdengar di telinga ku. Aku hafal suara itu, suara milik mamahku

Begitu aku menoleh, aku mendapati Mamah berdiri di ambang pintu dengan kue di tangan nya. Dari belakang, ada Papah yang juga hadir bersama dengan Sean di gendongan nya. Mereka tersenyum menghampiri ku.

"Selamat ulang tahun sayang!!" seru Shani sambil mengecup puncak kepala Christy, dan di susul oleh Gracio.

"Jadi anak yang berbakti ya nak. Semoga Tuhan selalu memberikan keberkahan beserta umur panjang kepada kamu. Papah harap kamu selalu sehat, dan tumbuh menjadi anak yang pintar. Kami akan selalu dampingi kamu."

"Makasih Mah, Pah." Aku memeluk mereka berdua.

"Make a wish dulu, terus tiup lilin nya."

Aku mulai menutup mata, merapalkan doa kepada Tuhan ku. "Tuhan, di umur yang sekarang aku tak meminta banyak. Aku hanya ingin Zee kembali ke rumah ini dengan keadaan sehat. Jangan ambil dia dari aku, Tuhan. Aamiin."

Fyuh.

Lilin pun padam. Tepuk tangan mengiringiku.

"Ini kue buatan mamah loh. Gimana bagus gak?" tanya Papah.

"Liat Ngel. Ini kue buatan aku sama Mamah. Bagus kan? Pokoknya kamu harus bilang ini bagus!"

"Lah maksa."

"Mah liat. Masa dia gak ngapresiasi usaha kita sih?"

"Iya bagus Azizoy. Emang siapa yang bilang kue nya jelek. Kamu tuh yang jelek."

"Kualat loh ngatain kakak nya jelek."

Aku tersenyum getir di kala bayangan bersama Azizi di ulang Tahun, tahun lalu berputar di kepalaku.

"Bagus, bagus banget." suara ku bergetar hebat.

"Tahun ini, mau kado apa?"

"Aku mau Azizi pulang." di akhir kalimat, air mata ku jatuh. Padahal aku sudah sekuat tenaga menahan nya.

Shani dan Gracio di buat bungkam dengan jawaban yang di berikan Christy.

Ini sudah bulan ke sembilan Zee hilang. Shani dan Gracio bahkan tak yakin Zee masih hidup. Apalagi mengingat surat yang dikirimkan Zee kala itu.

Mamah memelukku erat. Aku semakin menangis keras. Ulang tahun pertama tanpa Zee di samping ku, rasa nya begitu berat. Aku memang tak pernah bisa hidup tanpa Zee di samping aku. Setelah kedua orang tua ku, Zee juga berperan penting untuk hidup ku.

"Aku kangen Zee. Mah, Pah."

"Iya sayang, Mamah ngerti." Mamah senantiasa mengusap kepala belakang ku, menenangkan ku.

Telapak tangan mungil ikut menepuk-nepuk pelan kepalaku. Dan ternyata itu tangan Sean. Bibir nya melengkung ke bawah dengan air mata yang sudah menumpuk di pelupuk matanya. Seolah mengerti dengan keadaan sekitar.

Aku memeluk Sean yang ada di gendongan Papah. Entah kenapa keadaan menjadi semakin melow ketika tangis Sean pecah. Mamah pun ikut menitikkan air mata nya.

**

Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang sedari tadi memperhatikan mereka di ambang pintu.

"Kenapa pada nangis deh?"

Suara itu membuat pelukan mereka terlepas. Kalian tau siapa yang berdiri di ambang pintu dengan cengiran khas nya?

RUMAH (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang