Chapter 3

1.3K 81 0
                                    

(Jane)

Aku memandang setiap kata yang ada di kertas di tanganku ini. Aku menggigit bibirku pelan dan membanting diriku sendiri ke ranjang yang empuk. Aku menyerah. Tidak ada kata-kata yang membuatku curiga sedikitpun. Apakah Nathan mencari data secara asal? Tapi kurasa ia tidak mungkin mengecewakanku di saat seperti ini. Tanganku meraih bantal untuk menutup wajahku. Aku mengatur nafasku dengan pelan, dulu James pernah bilang mengatur nafas dengan pelan bisa membuat kita berpikiran jernih. Aku tidak pernah mencobanya selama ini, tapi mungkin akan berhasil di saat seperti ini.

"Jane?"

Aku mengabaikannya karena aku tahu dengan sangat pemilik suara itu akan masuk dan melakukan sesuatu.

"Hei, mau pergi ke Mall? Hm.. Kupikir kau butuh ganti suasana."

Aku dapat merasakan Dean berjalan mendekat dan duduk di sampingku. Aku berguling dan memeluknya dengan asal. Tanpa kusadari sekarang posisiku sangat aneh. Aku seperti sedang mencoba menjadi bola atau semacamnya. Aku mendengar ia tertawa pelan, tangannya mengelus rambutku dengan lembut. "Ada yang ingin kau ceritakan?"

Aku menggeleng pelan di balik punggungnya. Mataku terpejam untuk menikmati wangi lemon miliknya. Aku bingung kenapa pria seperti Dean memiliki wangi lemon. Harusnya lebih manly mungkin? Tapi siapa yang peduli selagi wangi lemon ini berhasil membuatku berpikir jernih.

"Kau sedang malas bicara?"

Pertanyaannya membuatku tertawa kecil lalu mengeleng sekali lagi. Sebaiknya aku pikirkan kasus ini nanti malam saja...

"Apakah tawaran tadi masih berlaku?" Kataku sambil mengintipnya dari balik punggungnya.

Ia tertawa saat pandangan kami bertemu. Sekarang aku baru menyadari kalau dari tadi aku seperti anak kecil yang sedang bermain petak umpet tapi dengan bodohnya aku bersembunyi di balik sang penjaga.

"Yeah."

Aku tersenyum lebar masih terus melihat bola mata Navy miliknya. "Bagaimana keluar untuk es krim?"

"Deal." Katanya sambil berbalik dan membantuku berdiri. Aku mengecup pipinya dengan cepat lalu mendorongnya keluar. "Berikan aku satu menit." Aku berbalik ke kamar dan merapikan berkas dari Nathan ke laci mejaku. Tanganku menyambar handphoneku sebelum aku berjalan menyusul Dean yang sudah menunggu di luar.

Beberapa jam kemudian kami sampai di tempat yang bernama Ice Cream Café. Aku sempat mengira ini Ice Cream Russia yang menyebalkan itu. Es krimnya enak tapi kau harus dikerjai terlebih dahulu. Dulu aku sempat nyaris memukul sang penjual karena kesabaranku yang sudah habis. Tapi untungnya si penjual menyadari kesabaranku sudah habis dan memberikannya dengan cepat.

Tempat ini sangat nyaman dan terlihat sekali untuk pasangan only karena kau bisa lihat dari dekorasinya dan di dalam Café ini hanya ada pasangan. Mungkin hanya perasaanku yang bilang kalau ini couple only tapi ada juga tamu yang datang sekeluarga. Dean menyuruhku duduk manis selagi ia memesan es krim untuk kami berdua. Mataku memandang sekeliling dan mencoba menganalisa segalanya. Mungkin ini menjadi kebiasaan sejak aku selalu mendapatkan misi untuk menganalisa orang. Tapi jika ditanya aku lebih menyukai apa, aku lebih menyukai bertempur dengan senjata (terutama rifle atau sniper), makan es krim favoriteku, dan aku menyukai Dean. Sedikit cliché bukan?

Aku menepuk kedua tanganku antusias saat sebuah es krim waffle cup muncul di depanku dengan pesona yang membuatku harus menahan air liurku agar tidak jatuh. "Double Caramel dengan topping marshmallows." Kataku dengan senyum cerah. Dean mengangguk dan menyendok punyanya sendiri. Aku memperhatikan es krim di depannya. Kelihatannya enak.... Aku menyendok punya-nya dengan banyak, "Hei!" Protesnya saat melihat aku menyendok dalam jumlah tak wajar.

Secret HolidayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang