Chapter 8

896 70 0
                                    

(Jane)

Aku melangkah ke kamarku dan membanting diriku di ranjang. Kedua tanganku menutup wajahku dengan sempurna. Pikiranku berputar, berusaha mencari ide untuk berbaikan dengan Dean. Aku benci bertengkar dengannya. Mataku mulai menyerah dan mengeluarkan segala perasaan sedihku yang dari tadi kupendam. Aku benci jika aku melakukan hal yang salah. Aku akui memang aku berbohong padanya. Aku hanya tidak bisa bilang kalau aku print daftar nama pemilik mobil KIA yang sedang kuselidiki. Aku hanya bisa menutupi itu. Aku benci diriku yang harus berbohong padanya demi sesuatu keuntungan diriku sendiri. Sekarang apa yang harus kulakukan? Aku harus melakukan apa supaya ia memaafkanku? Aku semakin meringkuk di ranjangku sendiri. Nafasku mulai memburu karena tangisku. Otakku terus bekerja untuk mengutuk diriku. Aku pernah melukai perasaannya soal Nathan beberapa waktu lalu, sekarang aku melukai perasaannya lagi dengan kebohonganku. Bagaimana kalau ia tahu kalau aku masih berhubungan dengan Nathan? Ditambah lagi sekarang dengan Austin. Pria mana yang tidak cemburu jika melihat kekasihnya dekat dengan pria yang tidak ia kenal akrab?

Aku menggigit bibirku dan terus berpikir hingga kepalaku sakit. Aku butuh aspirin atau sesuatu obat sakit kepala yang kuat. Setelah emosiku mereda, aku turun ke bawah ke arah dapur untuk mencari aspirin. Mataku menangkap Bella dan Dean yang sedang berbicara serius di dekat kolam renang. Wajah Dean terlihat sangat kesal dan emosional dibandingkan wajahnya yang selalu mendukungku dengan senyum cerahnya. Senyum cerah yang selalu membuatku merasa hangat.

"Jane. Kita harus berbicara sebentar."

Aku menoleh pada kakakku yang menatapku dengan serius. Aku menghela nafas, tahu apa yang ia maksud dengan 'berbicara'.

"Wow. Matamu parah." Komentarnya saat kedua bola matanya melihat kedua mataku yang sudah memerah dan membengkak. Aku jarang menangis, tapi ketika aku sudah menangis, wajahku akan terlihat sangat parah. Aku tidak tahu kenapa tapi beginilah aku sejak kecil. Wajahku yang sedang menangis atau sudah menangis memang sangat parah. Mataku akan terlihat sangat puffy. Ironis.

Aku mengikutinya yang berjalan menuju kamarnya. Ia menutup pintunya rapat-rapat selagi aku mencoba duduk di karpet dekat ranjangnya. Punggungku bersandar pada pinggir ranjangnya selagi kakiku melipat dan aku mengistirahatkan kepalaku di atas kedua lututku.

Jack menatapku sejenak lalu mengacak rambutnya. Ia berdecak singkat sebelum duduk tepat di depanku. "Dean menceritakan segalanya."

Aku mengangguk pasrah. Aku tidak bisa membela diriku di saat seperti ini. Aku teralu terpuruk untuk bisa berkata-kata panjang.

Tangan Jack terulur mengusap kedua telapak tanganku dengan lembut. "Aku tahu kau tidak bermaksud berbohong. Tapi kurasa ia harus tahu demi hubungan kalian berjalan baik."

Kali ini pandanganku terangkat ke arah kedua bola mata Jack. Aku merasakan mataku yang mulai terasa panas sekali lagi. Perkataan Jack ada benarnya. Jika aku ingin hubungan ini terus bertahan aku harus menjelaskan semuanya pada Dean. Tapi aku tidak bisa menjelaskannya karena pekerjaanku menuntut kerahasiaan. "Tapi--"

"Tapi ini pekerjaanmu?" Katanya seolah-olah bisa membaca pikiranku dengan sempurna.

Aku menggigit bibirku dan mengangguk pelan.

"Kau lupa kalau ini pekerjaan tidak resmi? Ini pekerjaan yang kau dan Nathan ambil tanpa persetujuan atasan ZO-1. Berarti secara otomatis hukum atau peraturan pekerjaan rahasia tidak berlaku. Kecuali peraturan yang dilarang bekerja disaat cuti." Kata Jack sambil tersenyum kecil.

Kali ini mataku membulat. Kenapa hal ini tidak terpikirkan olehku? Aku melakukan pekerjaan ini secara tidak resmi. Tapi bagaimana mungkin aku bisa menjelaskannya?

Secret HolidayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang