(Jane)
"Hei! Bagaimana cara memasukan code?" Kataku sambil terus terfokus pada layar laptopku. Tanganku yang memegang mouse yang terus bergerak dan meng-klik asal program yang sedang terbuka.
Nathan menghela nafas dan menatapku sangat datar. "Serius. Siapa sih mentormu selama pelatihan? Masa melakukan hack sederhana saja kau tidak bisa? Dan.. Ingat saat kau mencoba membututi Jack? It's epic failed!"
Aku tersenyum semanis mungkin tanpa menimbulkan rasa najis bagi yang melihatnya begitu mengingat masa-masa pelatihanku yang sangat tidak benar-benar kuperhatikan. "Aku tidak pernah memperhatikan Selena saat ia mengajariku melakukan hack." Yap. Waktu itu yang hanya benar-benar kuperhatikan adalah cara menembak dengan tepat sasaran. Lebihnya aku tidak memperhatikannya secara niat.
Mata Nathan membulat, menatapku dengan kaget dari layar iPadku. "Mentormu Selena?! Mustahil! Kau dan dia sangat berbeda jauh! Dia sangat sempurna dalam hal yang ia lakukan, walau ia termasuk lamban dalam menembak."
Kali ini pandanganku berubah kesal. Memang setiap anak didik harus sama dengan mentor? "Sudahlah cepat beritahu caranya!"
Ia menghela nafas lalu membalik arah kamera yang ia gunakan ke arah keyboard beserta monitor komputernya. Aku memperhatikan setiap gerakan mouse, panah, kode, program serta tangannya yang bergerak di keyboard. Aku mengikutinya perlahan karena aku tidak bisa mengikuti pergerakan tangannya yang sudah pro dibandingkan aku yang amatir.
"Bisa?"
Aku mengangguk dan terus berkutat pada layar laptopku yang sedang memproses pemecahan kode. Tidak lama kemudian layar laptopku berwarna hijau tanda kode berhasil lalu berubah menjadi CCTV rumah Austin di hari peristiwa itu terjadi.
"Berhasil." Kataku pelan sambil tersenyum penuh kemenangan.
"Wow. Selamat kau berhasil melakukan hack sendirian untuk pertama kalinya." Ia mengucapkannya dengan nada monoton dan sangat terlihat tidak ada niat pujian dalam ucapannya.
Aku menatap Nathan tajam. "Setidaknya aku berhasil tanpa bantuan Jack dan alatnya."
"Ya ya... Bagaimana sudah dapat gambar pelakunya?"
Pertanyaannya membuatku menatap CCTV rumah Austin secara dekat dan detail. Total CCTV ada 4. Kondisi waktu itu gelap gulita. Aku menekan tombol percepat dan tidak lama kemudian aku menangkap seseorang mulai menerobos masuk menggunakan mobil yang terparkir di sebrang jalan. Aku menekan 'zoom' sayangnya nomor polisi kendaraan itu tidak terlihat jelas. Aku menekan tombol 'pause' lalu menunjuk mobil itu pada Nathan. "Kau tahu ini mobil jenis apa?"
"Wait..." Ia menunduk pada keyboard komputernya. Sepertinya ia sedang mencari tahu jenis mobil apa itu. Kepalanya terangkat menatapku dengan santai. "KIA K900 tahun 2015. Itu baru."
"Bisa kita cari list orang yang mempunyainya?"
Nathan menatapku seakan-akan aku manusia gila. "Melacak seluruh pengguna mobil itu?"
Aku mengangguk pasti. "Tidak ada salahnya mencoba bukan?"
Ia menghela nafas menyerah dan mengangguk-angguk. Tangannya terayun mencapai lehernya dan menggerakkan lehernya pelan. Kurasa ia mulai merasa pegal mengingat kami berdua sudah melakukan ini hampir 3jam. Bukan hanya menyelidiki CCTV Austin, tapi kami tadi juga menyelidiki keaslian data yang telah terkumpul. "Fine. Akan kukirim listnya begitu aku mendapatkan informasi semua pembeli mobil tersebut."
Aku mengangguk-angguk setuju lalu kembali pada layar komputerku. Aku memperhatikan setiap pergerakan pelaku. Jika diperhatikan lebih detail atau teliti. Pelaku ini tidak setinggi Austin. Ia jauh lebih tinggi. Buktinya saat pelaku berjalan melewati lukisan di ruang tengah Austin, kepalanya mengenai tengah lukisan. Sedangkan Austin, kepalanya tidak sampai pada lukisan, kurang lebih hanya mengenai bagian bawah bingkai lukisan. Aku menganalisa bagian kaki siapa tahu ia menggunakan sepatu yang memiliki heels seperti sepatu pantofel pria. Mataku mengernyit begitu melihat sepatu sport yang digunakan pelaku. Ini model yang sama seperti Dean punya. Sepatu merk Nike yang biasa Dean gunakan untuk olahraga di sekolah dulu.
"Kau menemukan petunjuk lagi?"
Aku mengangguk dan mengalihkan pandanganku pada Nathan. "Yap. Pelaku tingginya melebihi Austin dan ia menggunakan sepatu bermodel sama dengan Dean punya. Merk Nike. Hanya saja kurasa berbeda warna karena Dean punya ada bahan glow in the dark sedangkan dia punya tidak."
"Really? Dean menggunakan sepatu glow in the dark?" Ia menatapku sambil tertawa.
Aku memutar kedua bola mataku singkat. "Anggap saja aku salah beli okay?"
Mendengar ucapanku tawanya semakin menjadi-jadi. "Kau yang beli? Seleramu aneh. Hahaha"
"Well, it's limited edition! Aku tidak tahu itu glow in the dark dan.. Wait! Kita disini untuk penyelidikan bukan membahas pacarku!"
Ia berdeham dan kembali menatapku seolah-olah aku adalah rekan bisnisnya. "Okay. Sorry." Ia berdeham sekali lagi untuk menyembunyikan nada bicaranya yang terdengar ingin tertawa lagi.
Aku memutar kedua bola mataku lalu melakukan penyelidikan. Tapi yang bisa tertangkap kamera CCTV hanya itu saja. Aku menggigit bibirku pelan. Kepalaku berputar keras untuk mencari ide untuk mengambil informasi lebih. "Sepertinya satu-satunya cara kita bisa mendapatkan informasi lebih adalah menerobos polisi."
Kedua mata Nathan membulat, tangannya bergerak-gerak seperti bentuk penolakkan. "Wow.. Wow.. Jane. Itu teralu beresiko. Kita berdua bisa ditahan dan dikenai hukuman dua negara sekaligus. Aku belum siap menghadapi hukum internasional yang berlaku."
"Lalu apa yang harus kulakukan?"
"Dekati Austin dan tanya baik-baik."
Aku tertawa tidak tulus, "Di depan mata Dean? Kau pasti gila."
"Minta ijin dengan pacarmu." Katanya sambil bersandar di kursi dan menaikkan bahunya dengan santai. Kedua tangannya terlipat di depan dada bidangnya.
"Kau pasti gila. Apa yang harus kubilang?" Aku menegakkan punggungku lalu tersenyum seperti biasa. "Hai Dean, aku ingin meminta ijin untuk mendekati Austin untuk mendapatkan informasi."
"Kau-- apa?"
Kepalaku langsung berputar pada Jack yang menatapku seakan-akan aku gila dari pintu kamarku. "Sejak kapan kau disini?!" Kataku kaget.
"Bisa tolong diulang kalian ingin melakukan apa?" Kata Jack sambil menutup pintu rapat-rapat.
Aku menggigit bibirku sambil menunjuk Nathan. "Well ini ide miliknya."
Nathan menatapku tajam dari layar. "Tapi kau bertanya. Aku hanya menjawab."
Jack mendekati kami berdua lalu menggeleng. "Hentikan sekarang juga. Kalian sudah teralu jauh!"
Lucunya adalah respon kami berdua hanya menghela nafas dan menatap Jack santai. "Kita tidak bisa berhenti di tengah jalan. Seseorang mengajarkanku untuk menyelesaikan apa yang harus di selesaikan." Nathan tersenyum lebar sambil mengatakannya dengan bangga.
Aku tersenyum kecil, aku tahu Nathan sedang mengembalikan kata-kata Jack yang dulu pernah diucapkannya pada Nathan yang sedang putus asa karena salah satu misi yang ia lakukan gagal di tengah jalan. Berkat perkataan Jack, Nathan mencoba memperbaiki misinya dan misi itu berakhir dengan sangat di luar dugaan kami. Para agent di ZO-1 langsung menyebut Nathan dengan sebutan ZO-1 Golden-Brain.
Jack menyipitkan matanya ke arah kami berdua. Tangannya terangkat untuk memijit keningnya. "Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan agar kalian berhenti."
"Bagaimana kalau mendukung kami?" Tawaranku menarik perhatiannya. Ia berpikir selama beberapa detik. "Anggap saja aku tidak tahu kalian melakukan apa. Deal?"
"Deal." Kataku dan Nathan secara kompak.
"Tapi tolong jangan melakukan hal yang gila. Termasuk menyusup markas polisi." Katanya pada kami berdua dengan pandangan dan nada protective miliknya, lalu pandangannya terjatuh padaku. "Dan kau. Jangan membuatku harus berurusan dengan Dean dan orangtua kita. Aku masih ingin menikmati liburan bersama Jane adikku sebagai remaja tanpa pekerjaan apapun."
Aku tersenyum tulus lalu berdiri untuk memeluk Jack sengan hangat. "Thanks brother.."
-----
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Holiday
ActionHighest Rank : #51 in ACTION - Secret Series Book 2 : Secret Holiday - (Sequel Secret Girl) Dean mengajak Jane, Jack, dan Bella untuk berlibur bersamanya di California selama sebulan sebelum acara Graduation sekolahnya membuat semua antusias kecual...