Ada suatu hari aku kembali teringat waktu tak sengaja berpapasan dengan anak itu. Kembali di hari itu, aku baru saja membawa langkahku ke luar dari ruang Sir Kyrgios, hendak beranjak menuju kelas ketika tatapku mendapati sosoknya melangkah di koridor.
Saat itu sedang jam istirahat, koridor lantai dua yang kulalui tak lepas dari keriuhan. Kelasku berada di lantai tiga sehingga tidak banyak keperluan yang kulakukan di lantai dua—selain untuk mengunjungi ruang guru yang terdapat di lantai tersebut—membuat pemandangan di tempat ini cukup terasa asing bagiku.
Bukan berarti aku memperhatikan kehadirannya atau terlalu peduli pada sekitarku. Akan tetapi, penampilan anak itulah yang begitu mencolok, bahkan jika dia ada di antara kerumunan, mustahil jika aku tidak bisa menemukannya. Dari rambutnya yang dicat putih lalu seragamnya yang entah menanggalkan blazernya di mana, dia juga tidak mengenakan dasi dan tidak mengancingkan kemejanya, hanya membiarkan kaos putih di balik kemejanya terpampang arogan, sempurna menampilkan dirinya sebagai bocah pemberontak yang akan membuat para petugas disiplin menjerit geram.
Lebih dari itu, seolah bocah itu sedang mencariku, tepat saat dia menemukan kehadiranku, dia menyeru tanpa peduli dirinya ada di wilayah mana sekarang. "Sunbae!"
Melihat senyuman cerahnya serta lambaiannya padaku, aku sungguh ingin memukul wajahnya sekali lagi.
Suaranya bergema nyaring ke seisi koridor, membuat seluruh tatap spontan memaku ke arah kami. Terlebih kata yang ia serukan menjelaskan dengan tepat identitasnya.
Bukan hanya dia berani berpakaian seenaknya, dia bahkan tak punya rasa takut berkeliaran di area senior dengan penampilan seperti itu. Rasanya sakit kepala mendadak menyerangku. Tanpa peduli padanya, aku segera memutar langkahku bergegas pergi seakan hidupku tengah di ujung urgensi.
Benar, hidup tenangku sedang dipertaruhkan di sini.
Namun, bagaimana mungkin seorang Kim Namwoon akan menyerah oleh pengabaiaan? Sejak awal dia bertindak sinting, aku sudah menduga bagaimana tingkat keras kepalanya telah tiba di titik tak masuk akal.
Kim Namwoon berlari mengejarku dengan ketangkasan yang begitu menyebalkan. Aku merutuki bagaimana anak itu bisa punya langkah yang amat gesit. Kakiku bergegas membawa langkah untuk berbelok, tetapi sialnya seseorang dari arah berlawanan juga tengah berjalan terburu membuat langkahku dan miliknya bertabrakan dalam sudut yang tak sempat bagi kami untuk menghindar.
Aku terhuyung mundur, buku-buku berdebum jatuh menabrak lantai dengan puluhan kertas yang turut berderak berhamburan.
Rasa bersalah segera menyusupiku. "Maafkan aku." Aku spontan menunduk sembari membantunya mengumpulkan kembali barang-barangnya yang berserakan.
"Ah, tidak apa." Dia ikut menunduk, memungut satu per satu bukunya yang jatuh.
Aku mencoba mengumpulkan kertas-kertas yang memenuhi lantai sebelum diinjak oleh para siswa yang berlalu-lalang.
Jeda itu sangat sempurna untuk memberi Kim Namwoon waktu menyusulku. "Sunbae! Aku memanggilmu, kenapa kau berlari?"
Aku menggeram tertahan di dalam hati. Hariku sial sekali. Mengutuk anak itu seribu kali juga tidak akan membuat kekesalanku mereda. Tidak ada yang bisa kulakukan selain menyelesaikan kecerobohanku saat ini dan menyerahkan seluruh kertas itu kembali ke tangan gadis yang kutabrak.
"Aku sungguh tidak minta maaf, apa kau tidak apa-apa?" tanyaku pada gadis itu, sepenuhnya mengabaikan Kim Namwoon.
Gadis itu menerima kertas uluranku dengan anggukan terima kasih. Tak sengaja aku membaca sedikit tentang apa isi kertasnya tadi dan rupanya itu adalah profil para siswa. Aku berpikir hati-hati, menduga apakah gadis ini anggota Dewan Siswa? Namun, profil itu tidak terlihat seperti biodata biasa, tampaknya lebih berisi pengumpulan data yang menekankan kelebihan serta kekurangan seseorang. Aku tidak sempat berpikir lebih jauh saat gadis itu kembali membuka suara membalasku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Is It Just Me? (JoongDok) - HIATUS
Fanfic[Omniscient Reader's Viewpoint Fanfiction] Kim Dokja berharap kepulangannya ke Seoul akan membawanya pada garis hidup normal yang diimpikannya. Sayang sekali bahwa Dewi Fortuna tak pernah memihaknya. Orang tuanya justru memasukkannya ke SMA Konstela...