Aku dulu menulis ini diiringi sebuah lagu jadi aku merekomendasikan lagu yang sama untuk kalian putar, The Language of Flower dari ZICO ft Jaehwi khusus untuk part ini.
.
.
.
Sudut Pandang Kim Dokja.
Seusai berendam di bathub setengah jam, aku akhirnya bangkit bangun dan membersihkan diriku. Kukenakan jubah mandiku lantas membawa jejakku yang basah menuju ruang ganti. Aku baru selesai mengenakan sepasang piama bergaris abu-abu sewaktu suara bel terdengar menggema.
Kusampirkan handukku yang basah ke atas meja lantas menujukan langkahku ke pintu. Jam baru menunjukkan pukul enam yang berarti belum waktunya Nenek Lee datang membawa makan malam. Apa mungkin Nenek Lee datang lebih awal hari ini? Aku membuka pintu sembari menebak-nebak alasan apa yang membuat wanita tua itu harus datang seawal ini.
Rupanya aku keliru.
Berdiri di hadapanku bukan senyum hangat Nenek Lee melainkan wajah tanpa emosi seorang pemuda yang tak akan pernah kusangka ada masa baginya dia akan menekan belku lebih dulu.
"Apa kau perlu sesuatu?" tanyaku mengerjap setelah menekan kebingungan yang melanda benakku.
Yoo Jonghyuk masih mengenakan seragam sekolahnya, termasuk tas yang disampirkan di bahu kanannya dan kunci mobil di genggaman tangan kiri. Kurasa dia baru saja pulang sekolah.
Kupandangi dia tenang menantinya membuka suara, akan tetapi hingga menit berlalu tidak ada yang dia tuturkan selain obsidiannya memaku tubuhku lekat. Ini membuatku sedikit tidak nyaman seakan-akan pemuda ini tengah menyelisik benakku. Untuk memutus kecanggungan ini, kutarik langkahku membuka pintu lebih lebar.
"Berkenan mampir?"
Dia tidak mengangguk atau pun menyuarakan menolak, hanya melangkah masuk begitu saja. Kututup pintu apartemenku kembali lantas mengambilkannya sepasang sendal rumah untuk dia kenakan. Sendal itu biasa dikenakan oleh Briareus jadi seharusnya ukurannya kurang lebih bisa cocok dengan pemuda ini.
Aku tak menunggunya melepas sepatunya saat kulangkahkan kakiku lebih dulu menuju dapur yang tak memiliki sekat dengan ruang tengah. Kuraih dua cangkir porselen dari lemari dapur kemudian mulai menyeduh teh untuk tamuku.
Aku bisa samar menebak bahwa pemuda ini lebih suka kopi dibanding teh, tetapi tidak ada kopi di penyimpananku. Mungkin ada beberapa kaleng soft drink di kulkas hanya saja kurasa Yoo Jonghyuk kurang akan suka dengan pilihan itu. Lebih baik menyajikan teh hangat yang bisa merilekskan tubuh dan pikiran.
Dia sedang berdiri di ruang tengah, mengunci tatap pada lukisan di atas perapian. Aku meletakkan nampan dengan dua cangkir serta sepiring kudapan ringan di atas meja.
"The Foxes—maha karya Franz Marc," sahutku melangkah mendekatinya.
Pandangannya beralih mengunciku dan spontan kedua sudut bibirku terangkat tipis padanya. Kupalingkan kembali tatapanku pada lukisan dua rubah di dinding.
"Ayahku seorang kolektor lukisan, dia menghadiahkan lukisan ini padaku di thanksgiving kemarin. Katanya, aku pernah menyebut aku suka rubah walau aku tidak ingat apa aku mengatakannya saat itu karena aku hanya menjawab acak obrolannya ataukah sebab hewan mungil ini memang meraih ketertarikanku." Aku mengangkat bahu sambil tak sengaja teringat bagaimana Dad selalu memerhatikan tiap bagian kecil dari kata yang kulontarkan.
Yoo Jonghyuk tidak mengatakan apa pun jadi kembali kubawa langkahku menuju sofa sembari menarik cangkir untuk diriku sendiri.
Tak lama setelahnya dia turut beranjak mendudukkan dirinya di hadapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Is It Just Me? (JoongDok) - HIATUS
Hayran Kurgu[Omniscient Reader's Viewpoint Fanfiction] Kim Dokja berharap kepulangannya ke Seoul akan membawanya pada garis hidup normal yang diimpikannya. Sayang sekali bahwa Dewi Fortuna tak pernah memihaknya. Orang tuanya justru memasukkannya ke SMA Konstela...