Obrolanku dan Han Sooyoung terhenti setelah gadis itu bersikeras untuk mendapatkan Yoo Joonghyuk di tim tidak peduli bagaimana caranya. Cetusannya mau tak mau membawa penat bergumul dalam benakku.
Dari sekian banyak penghuni di sekolah ini, mengapa pilihan selalu saja jatuh padanya?
Aku mengejar langkah gadis itu ke luar perpustakaan saat kudesak dia untuk berhenti mempertimbangkan pemuda itu. Aku tidak keberatan merekrut siapa pun kecuali Yoo Joonghyuk.
Bukan meremehkan kemampuannya, tentu aku bisa melihat bagaimana sempurnanya sosoknya tetapi untuk memasukkan Yoo Joonghyuk dalam tim—tidak peduli berapa kali kupikirkan rasanya terlampau mustahil—intuisiku juga menolak keras sebab bisa kubayangkan bagaimana penolakan akan datang menghampiriku.
Besar kemungkinan pemuda bak gunung beku itu tidak akan mendukung keputusanku untuk ikut serta dalam festival.
Namun, Han Sooyoung membalas, "Tidak ada yang lebih sempurna dari sisi pengalaman, kemampuan, dan wawasan dibanding dia. Dengannya saja di tim sudah mengambil dua puluh lima persen!"
Aku mengembuskan napas tak percaya. "Bagaimana mungkin merekrutnya? Dia pasti pergi mendirikan timnya sendiri!"
"Itu urusanmu, bukan masalahku!" Aku sungguh ingin mengutuk gadis itu, saat dia kembali mencibir, "Tidakkah dia menginginkanmu lebih dari temannya? Maka sempurna kau bisa pergi bujuk dia, goda dia atau lakukan apa pun untuk meluluhkannya."
Tubuhku membeku sesaat mendengar pernyataan sinis itu. "Sial!" Aku benar-benar lupa kenyataan itu.
Tentu aku yakin Han Sooyoung menilai reaksiku bahwa aku tidak lebih mengumbar omong kosong padanya tadi pagi. Dia melontarkan pernyataan tersebut tidak lain hanya untuk mengejekku.
Aku menghentikan langkahku dan memutuskan tidak akan mengikutinya kembali ke kelas. Kudorong jurnal itu ke tangan gadis itu. "Oke, baik. Akan kucoba."
Tidak ada jalan untuk mundur.
Aku akan bertaruh dengan sedikit peluang bahwa dia bisa saja mendengarkanku karena mempertimbangkan hubungan pribadi kami.
"... Kau benar-benar akan melakukannya?" Han Sooyoung menyipitkan mata tampak begitu skeptis.
"Bukankah kau yang menyuruhku menggodanya?" desisku sarkastis, berbalik ke arah yang berlawanan darinya. "Berengsek."
Han Sooyoung menyeringai penuh kemenangan lalu menyeru dari punggungku, "Cobalah sedikit lembut dan lebih banyak mengalah padanya! Kau harus bersikap lebih manis!"
Aku sempurna mengabaikan seruan menyebalkan gadis itu, alih-alih kutarik ponselku kembari dari saku dan kali ini menghubungi pemuda itu. Sedapat mungkin aku ingin pergi jauh sebelum mulut tanpa filter Han Sooyoung kembali melontarkan sesuatu yang tidak pernah gagal menyulut emosi.
Aku berpikir akan menyerah dengan panggilan itu dan mulai mempertimbangkan untuk bertanya saat pulang sekolah saja jika dia tidak mengangkat teleponku. Untungnya, ada dua dering singkat saat suara di seberang akhirnya menerima sambungan.
"Halo?"
Aku kehilangan suaraku beberapa saat, langkahku terhenti di tengah koridor ketika suaranya yang terdengar lebih berat di telepon mengalir ke telingaku.
Aku mengusap pipiku, tidak percaya bahwa suaranya saja sudah membuat jantungku berdegup.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya saat aku tak kunjung membuka suara.
"Iya, aku baik," jawabku cepat, meredam seluruh pikiran yang berkecamuk dalam benakku. "Em apa kau sibuk?" lanjutku kemudian.
"Apa ada yang kau butuhkan?" tanyanya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Is It Just Me? (JoongDok) - HIATUS
Fiksi Penggemar[Omniscient Reader's Viewpoint Fanfiction] Kim Dokja berharap kepulangannya ke Seoul akan membawanya pada garis hidup normal yang diimpikannya. Sayang sekali bahwa Dewi Fortuna tak pernah memihaknya. Orang tuanya justru memasukkannya ke SMA Konstela...