Tidak ada hal yang lebih kuharapkan hari ini selain ingin sekali kubungkam seluruh bisikan yang mengikuti langkahku. Baik lirikan maupun tatap terang-terangan, banyak sekali atensi yang akan selalu beralih mengunciku di mana pun langkahku berpijak. Tidak perlu berpikir apa masalahnya sebab aku sudah sadar dengan jelas bahwa rumor itu merebak semakin tak terkendali, terlebih setelah kelas olahraga minggu lalu.
Meskipun kepalaku disesaki ketidaknyamanan, pihak lain yang juga terlibat dengan semua kebisingan ini masih saja tidak memperlihatkan kerisihannya. Aku tidak tahu apa dia hanya terlalu tak acuh atau memang tidak ingin repot dengan apa yang dikatakan orang-orang tentang dirinya.
Seusai beberapa gadis ketahuan mengambil potretku saat makan siang kemarin, aku memutuskan tidak melangkah lagi ke cafetaria untuk sementaraーsebelum aku benar-benar gagal mengendalikan diri dan menuntut mereka lewat amarah yang mendidih, jadi alih-alih kubawa tungkaiku menuju perpustakaan yang jarang disinggahi saat istirahat.
Sudah berapa lama aku tidak menginjakkan kakiku lagi ke tempat ini?
Kubawa langkahku bergegas menyusuri lantai dua. Seperti yang kuduga, seusai mataku menyisir sekitar bisa kurasakan senyap yang menggantung di lantai ini. Tanpa memikirkan banyak hal lagi, kuangkat langkahku mendekat menghampiri lokasi yang biasa kudatangi saat mengunjungi perpustakaan ini dulu.
Namun, kali ini tidak ada lagi papan catur di atas meja selain sebuah vas bunga.
Kekecewaanku sontak menguasai, tetapi tidak ada yang bisa kulakukan. Sejak pagi itu aku membalas langkah catur tersebut, aku tidak lagi punya kesempatan untuk mengunjungi perpustakaan, sudah jelas bahwa dia mungkin membersihkan semuanya dan pindah di suatu tempat yang tidak kuketahui. Memikirkan ini aku sungguh menyesal tidak lebih bertekad menanti untuk bertemu dengannya. Siapa yang tahu mungkin kami bisa jadi teman yang baik.
Aku menjatuhkan buku yang kubawa ke atas kursi lantas menarik langkahku menuju jendela. Kudorong terbuka jendela itu, menikmati aroma udara sejuk yang bergegas menyapu hirupan napasku. Dari sini, aku bisa menyaksikan lautan pepohonan maple di kejauhan. Sekarang sudah memasuki Oktober, tidak terasa waktu bergulir cepat dan sudah hampir sebulan sejak aku pindah ke sekolah ini.
Banyak hal-hal yang telah berubah sejak kepindahanku.
Bukan berarti aku belum bisa beradaptasi, justru sebaliknya aku pikir aku telah berhasil melaluinya dengan baik sejauh ini. Hanya saja, terlalu banyak yang terjadi di luar jangkauan harapku.
Beberapa sisi dalam diriku merasa seperti diperangkapkan dalam ruang gelap tanpa cahaya, membuatku tercekik dan sesak seorang diri di bawah tatapan yang tak pernah bisa kuabaikanーbahkan jika aku telah selalu berusaha menutup mata. Sedang di sisi lain, walau aku tahu betul bagaimana seharusnya aku tidak berurusan lagi dengan lelaki yang membawaku pada semua ketidaknyamanan ini, aku tetap saja lagi-lagi tidak bisa memalingkan pandanganku begitu saja darinya.
Perasaan kontradiksi ini begitu mengesalkan. Terus-menerus melilitku tanpa memberi solusi mengenai arah mana aku semestinya melangkah.
Sebelum aku bisa memastikannya, sebuah suara menyahut lebih dulu dari punggungku, memutus putaran benakku yang tanpa akhir.
"Kim Dokja."
Melihat sosok yang sedang kupikirkan kini hadir di depan mataku, rasanya bibirku tidak mampu lagi mengutarakan apa pun kecuali menggariskan senyum separuh malas.
"Aku tak menyangka kau suka ... buku semacam itu," kataku seusai tak sengaja membaca judul buku yang digenggamnya.
Madame Bovary. Itu tulisan yang tercantum di sampulnya. Aku tahu itu salah satu karya Gustave Flaubert—seorang sastrawan klasik asal Prancis. Mom pernah membeli satu untuk dia baca, katanya seorang teman merekomendasikannya untuknya. Aku tidak pernah membaca buku itu, tapi Mom menggambarkannya padaku dengan satu kata tentang isinya: bodoh. Dia berkata cerita itu bodoh sekali, sangat bodoh sampai-sampai buku itu berakhir di perapian saat musim dingin tibaーwaktu Dyonisus menyalakan perapian dan menjadikan buku itu sebagai pengganti kayu bakar tambahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Is It Just Me? (JoongDok) - HIATUS
Hayran Kurgu[Omniscient Reader's Viewpoint Fanfiction] Kim Dokja berharap kepulangannya ke Seoul akan membawanya pada garis hidup normal yang diimpikannya. Sayang sekali bahwa Dewi Fortuna tak pernah memihaknya. Orang tuanya justru memasukkannya ke SMA Konstela...