[19] "Batas yang Tak Terlampaui"

4.3K 807 157
                                    

Aku bisa menyebutkan banyak hal yang kubenci atau tidak kusenangi, jika menyusunnya dalam tumpukan batu pastilah hal-hal itu sudah membentuk menara yang tinggi. Kupikir, setidaknya masih banyak yang bisa kutambahkan lagi beberapa tahun ke depan, bagaimanapun hidup terlalu banyak diisi oleh ketidakpastianーtermasuk beragam kejutan tak menyenangkan. Aku membenci perasaan mendesakkan jejakku ke wilayah yang tak pernah kujamah, tempat asing yang membuatku tak bisa menemukan gagasan selain ketidaknyamanan yang membelenggu erat, dan mungkin Kim Dokja persis serupa entitas yang memenuhi setiap kriteria itu dengan sempurna.

Dia selalu saja tak pernah gagal membawa letupan kejutan menyambangi pintuku. Ada waktu aku ingin menyalahkan senyumnya yang membuatku sulit sekali berpaling, entah sebab gaya tarikannya begitu besar atau pesona lelaki muda itu yang terlalu menghanyutkan. Kalau ingin membandingkan, padahal gurat senyum Kim Dokja tidak seindah Lee Seolhwa yang senyumnya diakui memikat oleh semua orang, tetapi bagaimana mengatakannya? Senyum Kim Dokja seakan menghimpun cahaya. Ketika dia menerbitkan kurva di lekuk bibirnya, maka tatapan matanya akan ikut terangkat membawa kecerahan. Binarnya memerangkapkan atensi, dan membuatku sulit untuk berkata, lebih banyak menyerah di bawah keinginannya.

Pikiranku kerap menggemakan betapa bodohnya aku jika kubiarkan diriku terikat pada hal-hal yang tidak pernah kupertimbangkan untuk kuraih. Walau begitu, meski benakku menyuarakan penolakan, lagi-lagi aku tidak bisa menahan diriku sendiri untuk selalu mengiyakan permintaan yang dilontarkannya.

Sama seperti bagaimana aku bisa setuju seseorang selain adikku duduk di dalam mobilku.

Mungkin sebab Kim Dokja selalu menjadi pengecualian.

Kehadirannya sejak awal telah menggariskan perbedaan. Dia menyimpan sesuatu di dalam dirinya yang membuatnya tidak pernah bisa terlihat sejajar dengan orang lain dalam pandanganku. Entah apa itu. Aku tidak ingin terlalu memusingkannya lagi.

Memandanginya diam-diam dari sudut ruangan ketika aku mengguratkan sketsa contoh di buku, sedang dia tertawa bersama Jung Heewon, menyaksikan hal sederhana itu saja sudah cukup membuatku tenang.

Aku ingat bagaimana tatapannya selalu berpendar memancarkan banyak sekali ekspresi tak terkatakan, seperti kala dia menyuarakan ide yang terbenam dalam kepalanya. Dia tanpa sadar selalu menguarkan kehangatan dari parasnya. Wajahnya akan lebih berseri saat dia bercerita, seakan dunia kecil dalam kepalanya sedang membawanya mengalir di hamparan keajaiban dan semua hal itu tengah dia coba untuk bagikan bagaimana rupa menakjubkannya.

Terkadang, aku memiliki dorongan dalam diriku untuk ingin tahu apa yang sebenarnya mendiami benaknya. Aku ingin mendengarnya bercerita lebih banyak, menarik satu per satu kisah yang mengukuhkan dirinya.

Dia selalu tampak sederhana, tetapi tidak pernah menjadi sesederhana itu.

Kim Dokja lebih dari itu.

Dan aku tidak mungkin salah menilainya lagi kali ini.

Melihat bagaimana dia mengayunkan pedangnya dengan ketangkasan yang membawa perhitungan hati-hati saat bertanding melawan Jung Heewon, atau menyaksikan bagaimana langkahnya bergerak ringan diiringi sudut bibir yang melengkung tipis, dia tidak pernah gagal membuat atensiku memaku padanya.

Ketika dia menarik tanganku, menggenggam tanganku begitu erat, mendesakku dengan amarah tertahan untuk beranjak pulang sewaktu mengetahui demamku meningkat, aku tidak tahu bagaimana aku mendeskripsikan perasaan yang menyelimutiku saat itu. Bahkan di tengah rasa pusing yang kian memberat serta dingin yang menjalari tubuhku, aku tidak bisa merasakan apa pun selain kehangatan jemarinya yang melingkupi jemariku.

Sepanjang perjalanan singkat, tidak ada senyum di parasnya.

Aku menemukan satu realitas lagi tentangnya, ada perbedaan yang begitu besar kala dia tersenyum dan tidak tersenyum. Guratan emosinya bagai jurang yang membelah dua tebing, seperti malam dan siang yang amat kontras. Aku ingin berkata padanya, aku tidak apa-apa, tetapi auranya yang menentangku untuk menyuarakan apa pun membuatku tak bisa membuka suara.

[BL] Is It Just Me? (JoongDok) - HIATUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang