Bab 40 - Air mata Sarah

29 6 2
                                    

***

Sesampainya di dalam kelas, mereka semua duduk anteng di kursinya masing-masing. Hari ini mereka tidak ada jam pelajaran, karena sebentar lagi menuju Ujuan Nasional. Mereka hanya diberikan pengarahan materi menjelang ujian. Setelah itu, Pak Sabar terlihat membagikan nilai ulangan harian kepada semua muridnya.

"Kalian bisa lihat di pojok kanan atas, itu adalah nilai ulangan harian kalian kemarin yang belum Bapak bagikan. Yang nilainya di atas lima puluh, bisa keluar untuk beristirahat. Dan yang nilainya di bawah lima puluh, kalian harus diam di tempat!" kata Pak Sabar.

"Horeeee...," kata Sarah dan teman-temannya. Mereka semua yang nilainya di atas lima puluh tampak kegirangan. Mereka semua bergegas keluar kelas.

"Kamu kok diem aja, Riel?" tanya Sarah ketika melihat Ariel yang sedang tidak bergairah itu.

"Nilai aku tiga puluh, Ra. Aku harus tetap di sini," keluh Ariel dengan muka lesu.

"Riel, kamu itu anak pinter loh. Jangan disia-siain ya. Tuhan memberi kamu kecerdasan itu anugrah. Jangan pernah kamu tinggalkan anugrah itu. Terus semangat! Ini bukan hasil akhir kamu. Kamu masih ada kesempatan untuk memperbaikinya. Semangat belajar ya!" pesan Sarah kepada Ariel.

Ariel pun tersenyum. Ia tampak tak mengeluh lagi. Sepertinya pesan Sarah itu membuatnya semangat 45.

"Makasih ya Ra!"

Sarah membalasnya dengan senyuman lalu berjalan keluar mengikuti temannya.

Ariel pun senyam-senyum melihat Sarah.

Ariel di dalam kelas bersama lima orang anak, termasuk Jenie. Mereka semua itu adalah anak dengan nilai rendah.

Terlihat Pak Sabar sedang menasehati ke lima anak tersebut.

Sarah dan teman-temannya tampak bercanda bersama di depan teras kelas.

Ariel di dalam kelas selalu memperhatikan Sarah yang terlihat dari kaca jendela sedang ketawa-ketiwi di depan kelas. Sepertinya Ariel ingin sekali ikut bercanda di luar kelas.

Sarah pun memperhatikan Ariel dari luar saat Ariel kembali fokus dengan bimbingan Pak Sabar.

***

Beberapa jam kemudian, bel pulang berbunyi. Semua murid bergegas merapikan buku-bukunya. Kemudian mereka semua meninggalkan kelas, kecuali Sarah dan Aris. Sarah dan Aris masih merapikan buku-bukunya.

"Ra, aku mau kasih kamu sesuatu," kata Aris.

"Kasih apaan?" tanya Sarah seraya menutup tasnya.

Aris kemudian duduk di kursi Nuri.

"Nih," seraya memberikan setangkai bunga mawar merah untuk Sarah.

Sarah pun menerimanya.

"Kenapa dikasih bunga?"

"Nggak kenapa-kenapa kok. Jujur sih, awalnya aku kasih bunga untuk kamu, karena aku niat ingin nembak kamu. Tapi niatan itu aku urungkan."

"Kenapa?"

"Aku tau, kamu pasti akan nolak aku. Karena kamu nggak cinta sama aku. Tapi itu nggak apa-apa kok. Cinta memang nggak harus dipaksakan."

Sarah pun tersenyum.

"Jujur Ra. Selama ini aku berfikir kamu suka sama aku."

"Kenapa berfikir seperti itu?"

"Semua itu karena Jenie."

"Jenie?"

"Iya, Ra. Jenie udah bohongin aku. Dia bilang novel kamu itu kamu tulis buat aku. Dia bilang, kamu itu lagi nunggu cinta aku. Jujur, aku seneng banget waktu itu, Ra. Tapi sekarang aku tau, kalau semua itu bohong."

TENTANG ARISA [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang