[P] Keliatan Badmood

25 7 34
                                    

Di hari Minggu aku terpaksa jaga warung, padahal hari gini itu jatah liburku. Ini karena kakakku nggak pulang minggu ini. Antara senang sama kesal. Senang karena nggak bakal diganggu sama dia, tapi kesal juga karena aku harus menggantikannya menjaga warung.

Gabut banget. Malas main game kalau lagi jaga warung gini. Nanti pas ada yang mau beli, gak bisa di-pause. Tugas-tugas udah selesai, jadi nggak tahu mau ngerjain apa lagi. Barang-barang di warung udah diatur sama Ayah.

Kayaknya aku harus nyari hobi yang bisa dilakuin sambil jaga warung gini. Hobi yang nggak perlu ponsel atau internet karena sekarang aku lagi nggak mau buka, apalagi buka WA. Yang semalem itu parah banget.

Sebelum kejadian itu, aku gak sabar buat ketemu Raily lagi pas ke sekolah. Nah, sekarang aku belum mau ketemu dia. Mau ditaruh di mana mukaku. Inget-inget kejadian itu aja udah bikin nih muka merah kayak tomat. Gimana kalau ketemu sama Raily besok.

Aku butuh pengalih perhatian.

"Yo, Pet. Udah lama nggak main sama kita-kita," ujar seseorang. Dia cowok yang lebih tua dua tahun dariku, berdiri di balik konter dengan seringai yang menunjukkan bahwa dia nggak punya niat baik.

Barusan aku pengen pengalih perhatian dan langsung dikabulkan. Tapi kenapa harus jelmaan iblis satu ini yang muncul.

"Mau beli apa di sini?" tanyaku mengabaikan ucapannya beberapa detik yang lalu.

Tian berdecak kesal, menatapku sinis. "Gak habis pikir, apa serunya jadi orang baik-baik. Jijik."

Aku memutar bola mata malas. Ini bukan pertama kalinya dia datang buat ngomong gitu. "Kalau jijik, ngapain datang ke sini mulu." Sebenarnya itu bukan pertanyaan karena aku udah tahu kenapa dia ngotot.

Dia kembali menyeringai. "Makin banyak orang, makin seru."

Spontan aku mendengkus. "Kalian emang nggak bosan berantem mulu." Melihat ada orang yang menunggu kami selesai bicara, aku langsung berkata, "Kalau nggak mau beli apa-apa, pergi sana."

Tian memasang ekspresi kecewa yang jelas banget dibuat-buat doang. Menggelikan. "Padahal dulu penurut," ujarnya terus jalan santai entah ke mana. Kuharap dia nggak pernah kembali ke sini.

Buang jauh-jauh rasa kesal pada jelmaan iblis itu. Ada pelanggan yang harus kulayani.

"Beli mi goreng cakalang dua bungkus sama telor satu," katanya.

"Oke. Sebentar, ya." Dengan santai aku siapin tiga item yang dia pesan. Kayaknya cewek ini anak kos. "Ini ...." Pas mau ngasih aku malah salah fokus. Keliatan di seberang jalan sana ada cewek yang kukenal, lagi jalan pelan dengan kepala agak tertunduk.

"Anu, Dek?" panggil si pelanggan mengembalikan fokusku.

Menahan rasa malu, segera kutuntaskan pekerjaan kecilku itu. Untunglah dia membawa uang pas jadi nggak lama-lama. Pas dia pergi, aku kembali menatap cewek di seberang jalan sana. Penglihatanku masih jelas jadi nggak perlu nyipit buat tahu itu adalah Raily.

"Rai-" Aku udah angkat tangan sebelah buat ngelambai, tapi kuturunkan lagi. Nggak jadi manggil. Bukan karena ingat yang tadi malam.

Raily di sana nggak keliatan kayak Raily. Bukan soal rambutnya yang nggak dikucir, tapi soal ekspresinya itu. Nggak ada ramah-ramahnya sama sekali. Kayak ... kalau ada yang negur bakal dia tonjok.

Itu beneran Raily nggak, sih? Kalau bener Raily, dia kenapa? Badmood?

Pengen negur cuma gimana, ya. Aku ada perasaan ini bukan waktu yang pas buat negur dia. Maksudku, liat aja muka galak itu! Setauku orang-orang baik kalo marah itu serem. Contohnya Ibu.

Pada akhirnya, aku liatin Raily yang lagi badmood dari jauh doang. Cari aman. Nambah beban pikiran, sih.

***

Barusan Bapak Reon keluar dari kelas. Beliau adalah guru mapel bahasa Indonesia yang baru-baru ini memberikan tugas rumah yang agak meresahkan sampai-sampai pengen kulupain aja. Biasanya aku ambis, tapi kalau tugasnya gini jadi males. Tugasnya itu bikin teks laporan hasil observasi. Harus panjang. Ditulis rapi di buku tulis.

Oh, ya. Lupakan itu barang sebentar saja. Mari kita bahas Raily yang sejauh ini keliatan biasa aja hari ini. Kupikir hari ini dia masih badmood. Biasanya cewek gitu, kan. Badmood sampai berhari-hari.

Raily di sana, lagi duduk di tempatnya sambil nopang dagu. Beberapa kali menguap. Belum lama ini dia ceria banget ngobrol sama temen-temennya, tapi sekarang dia kayak lagi capek banget. Kentara lagi matanya itu.

Maunya nyamperin dia. Basa-basi soal tugas laporan. Tapi guru mapel selanjutnya keburu masuk. Mana ini guru yang bisa dibilang killer. Aku nggak bisa curi-curi kesempatan buat ngobrol sama Raily yang duduknya di ujung sana. Ya, tempat duduk kami memang jauhan.

Selama tiga jam pelajaran yang tersisa sebelum istirahat pertama, sekelas dilanda rasa bosan karena harus dengerin penjelasan guru itu yang bikin ngantuk. Coba tebak ini jam pelajaran apa.

Penjelasannya panjang banget, kulihat Raily hampir ketiduran. Setengah kelas juga, gak termasuk aku yang ajaibnya tidur enak semalem. Meski begitu tetap saja bosan. Lagian aku masuk jurusan ini tanpa tujuan pasti. Aku nggak ada minat, bakat, atau hobi apa pun.

Alasanku masuk ke sini biar jauh dari pergaulan nggak bener. Alasanku ambis di sini biar nilaiku cukup bagus buat lolos SNMPTN nanti. Aku mau merantau, nggak mau kuliah di sini.

Intinya, aku cuma pengen melarikan diri.

Payah banget.

Kadang aku mikir, apa yang bisa kucapai di jurusan ini selain nilai yang bagus. Anak SMK kan harus punya skill. Skill-ku gak ada.

Enak banget, ya. Cewek-cewek. Gampang banget buat curhat, gak bakal dikatain. Lah, kalau cowok curhat pasti dikatain aneh lah, kayak cewek lah, apa lah.

Aku buang napas kasar pas lagi hening-heningnya, bikin temen sebangku noleh. Matanya kebuka lepar. Aku pun berbisik, "Apa sih? Melotot gitu."

Yoni-iya, kami temen sebangku-baru buka mulut, belum ngomong, bel istirahat udah bunyi. Hampir satu kelas langsung bersorak gembira. Guru di depan gak berkata-kata lagi, cuma ngembusin napas panjang sambil ngatur buku terus berdiri.

Gak pake lama, ketua kelas kami berdiri terus ngasih komando buat beri salam. Habis itu kami nunggu guru keluar terus sebagian besar penghuni kelas berhamburan meninggalkan ruangan. Pasti takut kehabisan makanan di kantin.

Tersisa segelintir orang di kelas termasuk aku, Raily, sama temen-temen Raily. Satu dari mereka nanya ke Raily, "Rai, mau ikut ke kantin nggak?"

Orang yang ditanyai menggeleng dengan senyum yang terlihat kecut di mataku. "Nggak. Aku lagi mager."

Temen satunya lagi nanya, "Mau nitip? Habis beli kami langsung balik, kok. Nggak bakal lama-lama."

Sekali lagi Raily menggelengkan kepala. "Nggak usah, Rik. Aku nggak lapar."

Mereka keliatan khawatir sama Raily, tapi mereka nggak berusaha membujuk lagi. Ucapan Raily diiyain gitu aja sama mereka terus pergi.

Sekilas aku melihat cewek itu menampilkan aura yang berbeda. Bukan berarti aku bisa melihat aura orang atau semacamnya.

Niatku buat nyamperin Raily seketika hilang. Dia nolak ajakan temen-temennya itu berarti dia lagi nggak mau diganggu. Kan?

Bersambung ....

My One of a Kind Crush [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang