[R] Dari Sisi Raily

11 3 15
                                    

Cewek aneh disukai sama cowok misterius yang aneh. Klise.

Biasanya aku kurang suka hal-hal klise, tapi hidupku ini pengecualian. Memangnya apa yang nggak klise dalam hidup ini?

Pertemuan kami juga klise. Nggak ada yang luar biasa sampai bikin orang mangap. Waktu itu kami kebetulan daftar barengan di sekolah ini. Gak bisa dibilang bareng, sih. Aku datang pas dia baru keluar dari ruang wawancara.

Pada pertemuan pertama itu kami hanya bertukar pandang barang dua detik. Dia gak lama-lama dan orang tuaku juga pengen cepet-cepet daftar, wawancara, dan segala macam.

Kami sempat berpapasan. Ya, papasan gitu aja. Nggak ada adegan saling lirik yang dikasih efek slow motion. Semuanya biasa saja. Di hari MPLS juga biasa saja.

Hari itu nggak ada kebetulan lain. Kami beda kelompok. Aku gak dikasih kesempatan buat kenalan sama dia selama tiga hari itu. Jangankan kenalan, merhatiin dia juga nggak. Dan pastinya dia juga nggak merhatiin aku waktu itu.

Orang asing. Status awal kami, lalu berubah menjadi teman sekelas. Aku cepat menyadari karena posturnya lumayan tinggi, mencolok di kelas yang mayoritas penghuninya memiliki tinggi rata-rata.

Awalnya hanya seperti itu. Sebatas teman sekelas. Dia hanya teman sekelasku yang bernama Peter. Saat kubilang gaada kebetulan lagi, aku keliru. Suatu kebetulan namanya Peter.

Aku yang mulanya gak tertarik temenan sama lawan jenis, malah pengen temenan sama Peter. Namanya itu yang membuatku tertarik. Makin dekat makin banyak yang kutahu soal dia.

Saat itulah aku mulai merasa takut. Aku takut menyukainya lebih dari sebagai teman.

Kenapa dia harus mirip banget sama Peter yang kukenal? Minus sifat sok dinginnya.

Lama-kelamaan aku jadi makin tertarik, padahal sebelumnya ngeliatin dari jauh sama merhatiin gerak-geriknya aja udah cukup. Ngomong-ngomong, aku bukan penguntit. Ini hal wajar kalau kalian tertarik pada seseorang. Ayo, ngaku!

Nah, atas dorongan dari keinginan tiba-tiba, aku mendekatinya. Bukan seperti cewek-cewek genit atau apalah. Aku mendekatinya dengan caraku sendiri.

"Hai, Peter!" sapaku dengan senyum semanis mungkin. Kesan pertama harus yang terbaik. "Gak nyangka kita satu kelurahan. Belum pernah ketemu, sih."

Awalnya dia nggak mau natap aku. Entah kenapa dia malah buang muka. Apa dia gak suka orang yang SKSD? Tapi setahuku dia nggak masalah sama Yoni yang juga SKSD.

Setelah satu menit mempertimbangkan apakah aku harus melalukannya atau gak usah, di akhir aku mutusin buat melakukannya. Aku mengulurkan tangan padanya. "Kita belum pernah kenalan kan selama ini? Kenalin, aku Raily. Panggil aja Rai kalau kepanjangan."

Peter bengong menatap tanganku. Satu detik kemudian baru dia menjabatnya. "Peter." Singkat, padat, dan jelas.

"Salken, Peter!" Aku mengeratkan pegangan sesaat sebelum melepaskannya. "Karna jarak rumah kita nggak jauh-jauh amat, mau nggak ngerjain tugas bareng? Besok. Aku gak selesai-selesai karna gak bisa fokus pas ngerjain sendiri."

"Hah?" Tampak Peter mengernyit heran. Pipinya sedikit ... merona?

Oh, tidak.

Sekarang aku jadi gugup, tapi terlanjur ngomong gini. Tinggal berdua juga di depan kelas. Petugas piket lagi di dalam, pintunya ditutup. Anak-anak lain juga udah pada pulang.

"Ituuuu, tugas anu ... yang bikinnya harus pake laptop." Ugh, aku kesulitan menatapnya. "Mau nggak? Kalau gak mau gapapa, aku gak maksa—"

"Mau!"

My One of a Kind Crush [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang