Sebelumnya aku udah notice beberapa tanda konflik, sih. Konflik dalam circle, jenis konflik yang paling kuhindari selama ini. Terakhir kali konflik macam ini terjadi, dapatnya bad end. Gak tahu sekarang bakal dapat akhir gimana.
Pas Rika bilang Fafa sama Lika lagi ngadem di kelas bukannya gabung, aku udah ada feeling gak bagus. Cuma hari itu aku terlalu pusing mikirin hubungan sama Peter yang sangat meresahkan. Sampai sekarang masih kepikiran.
Aku belum tahu pasti apa penyebab circle kami kebagi jadi dua gini tapi aku tahu betul ... hubungan pertemanan ini gak terbentuk ataupun bertahan karena kami tertarik pada satu sama lain. Kami hanya bertemu, lalu memilih untuk tetap bersama karena gak mau sendiri bahkan dikucilkan. Mungkin perasaan atau pemikiran mereka gak begini, tapi aku begini.
Group chat kami di WA jadi sangat sepi. Gak ada lagi yang nge-chat sejak Fafa dan Lika keluar dari grup. Mereka gak ninggalin pesan apa pun. Itu terjadi kemarin, sehari setelah aku menyadari ada yang gak beres.
Mereka berdua pasti membenciku sekarang. Aku terlalu aneh, makanya mereka milih buat menjauh. Mereka udah muak, dua tahun temenan sama aku cuma karna Rika deket sama aku. Kurasa selama ini mereka tinggal hanya karena Rika. Tapi sekarang mereka milih buat menjauh dari Rika juga karena dia gak mau menjauh dariku.
Biasanya aku jago baca situasi. Biasanya aku udah bisa nebak akar dari suatu permasalahan walau sedikit meleset. Tapi karena akhir-akhir ini terlalu fokus sama Peter dan jarang nongkrong bareng Fafa sama Lika, aku gak kepikiran apa-apa. I'm lost.
Sekarang karna udah gak pulang bareng Peter, Rika ngajak aku makan bakso di pusat kota. Kami makan di area pasar kuliner yang rumah makannya gak rame banget. Dia tahu betul aku kurang nyaman sama keramaian.
Aku pesan bakso yang pake pangsit dan gak pake sayur, sedangkan Rika pesan yang ada bakso gede isi telur rebus. Pas pesanan diantar ke meja kami terus pelayannya pergi, Rika natap aku sinis. "Kenapa?" tanyaku sebagai respons.
Rika ngambil garpu sama sendok terus nunjuk aku pake garpu itu. "Kamu harus belajar makan sayur, Rai. Biar sehat."
Aku ikut ambil sendok sama garpu. "Heeee ... aku makan sayur, kok."
"Cuma pas makan *miedal doang. Itupun jarang." Rika meraih botol saus tomat. "Masih mending kalau suka makan buah, tapi kamu juga gak suka makan buah."
Aku yang udah mulai ngunyah pangsit sama mi natap dia malas. Pas udah selesai ngunyah baru aku berkata, "Kamu udah kayak mama aku. Hmn ... ralat deh. Kamu lebih mendekati sosok mama buatku daripada mama tiriku."
Baru mau nyuap, tangannya diturunin lagi. "Duh, Rai. Perasaan masalahmu banyak banget. Kenapa gak nyoba buka diri kayak gini dari dulu?"
Selera makanku tiba-tiba lenyap tanpa sisa. "Entahlah. Mungkin dulu kita belum terlalu dekat terus kamu kesannya kayak tipe yang cuek. Plus aku gak nyaman kalau ada dua orang itu."
Satu alis Rika terangkat. Lebih dulu dia kunyah terus telan makanan dalam mulut. "Jadi kamu lebih nyaman begini? Gak ada Fafa sama Lika?"
Spontan aku mengangguk karena sejujurnya aku merasa begitu. Fafa ... kata-katanya dingin dan menusuk. Sikapnya juga agak barbar dan sinis. Aku kurang nyaman dengannya. Di sisi lain ada Lika yang sangat jarang berinteraksi denganku, apalagi pas Rika gak ada.
Circle ini dari awal pondasinya emang gak kuat. Gak bikin kaget lagi pas tiba-tiba runtuh gini. Aku sudah menduga ini akan terjadi, hanya saja aku gak tahu bakal terjadi dalam waktu dekat. Genap satu semester di SMK pun belum.
"Baguslah," ucap Rika terus menyeruput kuah bakso yang sudah dicampur kecap, saus tomat, dan entah apa lagi.
Aku tertegun mendengarnya. Gerakanku terhenti pada posisi menyuap bakso.
"Dari awal mereka gak suka sama kamu." Rika ambil jeda ngunyah. Dia nunjuk aku pake garpunya. "Setelah lebih dari dua tahun juga gak akrab-akrab, berarti kalian emang gak klop. Kalo memang gak klop, lebih baik menjauh begini daripada lama-lama jadi toxic."
"Iya juga, ya. Lebih baik begini," sahutku terus menyuap bakso yang sudah kutusuk tadi. Sambil ngunyah aku kepikiran hal lain. Perkataan Rika juga berlaku buat hubunganku sama Peter. Malas mengakuinya, tapi aku kepikiran soal dia mulu.
Tiba-tiba Rika mendengkus. Kulihat makanannya tinggal setengah porsi. Dia berhenti mengunyah, tapi masih megang garpu sambil menatapku. "Kepikiran soal Peter lagi?"
"Ya ...." Aku gak bisa bohong kalau sama Rika. Gak tega juga bohong ke orang yang bener-bener peduli padaku sebagai temen. "Aku bingung. Mau lanjut atau ...." Mulutku terkatup. Gak sanggup ucapin kata terakhir dari kalimat itu.
"Atau lepasin?" ujar Rika melengkapi dialog rumpangku. Dia meletakkan garpu ke dalam mangkuk seraya mengembuskan napas kasar. Lagi. "Saranku, sih, lepasin."
Untuk sedetik aku merasa jantungku berhenti berdegup dan dadaku mulai sesak.
Lepasin. Lepasin Peter. Jujur, aku gak sanggup. Udah banyak momen yang terlalu manis dan indah buat dilupakan. Terlalu banyak.
Selain itu, aku juga merasa berutang padanya. Sebelum Rika, dia yang duluan mencapaiku. Dia yang duluan nanya aku kenapa. Dia juga ... dia ... membalas perasaanku meski kutahu waktu itu perasaan tersebut hanya singgah.
"Tunggu, tunggu, tunggu! Jangan galau dulu." Memegangi pinggiran meja di hadapannya, Rika menatapku gemas. "Lepasin yang kumaksud bukan sepenuhnya menjauh dari dia. Maksudku, lepasin rasa sukamu padanya. Biarin hubungan kalian begini, temenan."
Perasaanku sama sekali gak membaik. Aku malah tambah cemas. "Gimana kalau nanti aku suka lagi sama dia? Kalo temenan kan otomatis kami deket. Kalo cowok sama cewek deket, gak mungkin gak ada keinginan buat naikin level hubungan. Setidaknya satu dari mereka nyimpan perasaan."
"Pengen kujitak sayang terhalang meja." Senyum jengkel terukir pada wajah Rika. "Dengar, ya. Aku bukan ahli cinta atau orang berpengalaman, tapi aku juga sadar bakal gitu. Satu-satunya jalan biar gak gitu, yah menjauh. Tapi kamunya gamau. Kalo gamau menjauh, temenan aja terus tahan perasaanmu."
Habis bicara begitu, Rika kelihatan pengen masukin kepalanya ke dalam mangkuk bakso yang masih terisi kuah hangat. "Pokoknya begitu!" serunya kemudian lanjut melahap makanan di hadapan sampai habis.
Di sisi lain, aku makan dengan santai. Keliatannya doang santai, padahal aku sibuk mikir. Masih mikirin hubungan sama Peter, bukannya konflik yang lagi terjadi dalam circle ini. Buat itu aku cuma berharap mereka gak nyari masalah pas ketemu aku di sekolah nanti.
Kalau mereka cuek, aku juga cuek. Kalau mereka cari masalah, entah apa yang akan terjadi. Aku gak mau tahu. Aku gak mau bayangin.
Bersambung ....
Clou's corner:
Masih ada dua atau tiga konflik baru tamat. Gak nyangka bakal panjang gini.
KAMU SEDANG MEMBACA
My One of a Kind Crush [✔]
JugendliteraturCerita tentang Peter dan Raily yang saling menyukai. Peter yang berusaha melarikan diri dari masa lalu dan Raily yang punya obsesi tak wajar terhadap cerita fiksi. Mereka sungguh saling menyukai, tetapi ada saja masalah yang timbul. Sebenarnya merek...