[R] Kami Masih di Sini untukmu

3 2 5
                                    

Sengaja atau nggak sengaja, circle baru telah dibentuk. Circle ini termasuk aku, Peter, Rika, sama Yoni. Dari sekian banyak kombinasi, aku gak menduga bakal jadi kayak gini. Agak canggung buatku, tapi kurasa ini lebih baik dari circle yang sebelumnya.

"Tumben, Rai. Ngajak nugas bareng. Kesambar petir apa nih?" Rika nyenggol-nyenggol dengan senyum menyebalkan terukir pada wajahnya.

Manusia satu ini mengungkit hal sensitif tanpa dia sadari. Aku bingung mau bawa bercanda atau jawab jujur. Mumpung yang ngumpul di sini itu orang-orang yang kupercaya sih ... mending bilang yang sebenarnya. Kasian ntar syok berat kalau tiba-tiba aku pindah. Kalau.

Yoni ngintip list tugas yang udah kusalin ke kertas kecil. "Wew, banyak banget. Mapel umum semua." Dia kembali duduk tegap sambil bersedekap. "Gak heran, sih."

"Rai kan keliatan males banget tiap mapel umum," tambah Peter yang barusan ikut ngintip.

Bibirku tau-tau udah mengerucut, cemberut. "Habisnya mapel umum itu bosenin."

"Bahasa Indonesia sama bahasa Inggris?"

"Itu pengecualian."

"Udah, udah, langsung mulai aja," ujar Peter sambil ngeluarin buku-buku catatan sama pulpen dari dalam tas. "Sebagian dari list itu aku udah, sih. Ada juga yang baru setengah kukerjain."

Rika sama Yoni ngangguk-ngangguk.

"Aku tinggal matem sama bahasa Inggris." Rika ngangkat buku catatan dua mapel tersebut.

Yoni dengan senyum angkuh masih bersedekap. "Aku dong, tinggal bahasa Indonesia. Itu juga udah kucicil."

Buset. Anak ambis sama anak-anak rajin emang beda.

Aku hanya bisa senyum pasrah nanggepin situasi ini. "Semoga aku ketularan rajin sama ambis dari kalian habis ini."

"Amin!" sahut mereka bertiga serentak.

Pengen nabok tapi takut diusir tuan rumahnya. Ngomong-ngomong, kami nugas bareng di rumah Yoni. Tepatnya di gazebo depan rumahnya. Kayaknya aku belum pernah bilang kalau rumah Yoni ada halaman depan berumput hijau yang lumayan luas sampe ada gazebo sama kolam mini buat ikan-ikan. Suasananya damai karna jauh dari jalan raya. Peter sama Rika yang rumahnya depan jalan raya pasti betah di sini.

Sementara nulis, ada bunyi gedebuk-gedebuk di bawah meja. Sesekali satu dari mereka berdecak. Aku gak terlalu mikirin karna terlanjur fokus nulis. Setidaknya sampai fokus itu dibuyarkan oleh Yoni yang tiba-tiba angkat kepala terus bilang, "Rai, kakimu bisa diem gak? Pet gamau kakinya biru-biru jadi ngejajah wilayah istirahat kaki orang."

"Heh, bahasanya," komentar Rika yang masih asik nulis.

Seketika kakiku berhenti berayun terus kutarik ke belakang, ke bawah kursi. Aku ketawa kecil. "Sori, sori. Kakiku gerak sendiri."

Habis itu kami kembali fokus nulis. Setelah lima sampai enam menit sesi nulis yang damai, kejadian beberapa saat yang lalu terulang. Kali ini Peter milih buat ngangkang. Jadinya dia menjajah wilayah Rika sama Yoni. Iya, kami duduk berhadapan di meja kotak ini.

Yoni noleh ke aku dengan ekspresi serius yang dibuat-buat. "Kayaknya kakimu perlu diikat. Aku ambil tali tambang du—"

"Heh!" Refleks aku menarik tangannya supaya dia duduk lagi. Gak kubiarkan dia beranjak pergi. Pegangan langsung kulepas pas dia udah duduk lagi. "Macam-macam. Hmn ... kita istirahat dulu deh, aku capek. Beli minuman, yuk!"

Peter sama Rika kompak mengembuskan napas kasar terus bilang, "Ini nih."

Sementara itu, Yoni malah ber-oh ria sambil natap aku kayak natap sesuatu yang baru ditemuin setelah sekian lama dicari. "Jadi begitu kalau Rai ngomong secepat kereta api."

My One of a Kind Crush [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang