Setelah percakapan kecil di depan pendopo kelas tetangga, aku secara sepihak meresmikan hubungan pertemanan antara aku dan Yoni yang merupakan teman dekat Peter. Apa cuma aku yang mulai mikir ini bakal mengundang malapetaka? Ya, mungkin cuma aku.
Hubungan yang kujalin dengan orang-orang di kelas sejauh ini bermacam-macam jenis pun kerumitannya. Yang bikin rumit itu fakta bahwa aku dan Peter saling menyukai tapi aku sadar kami gak cocok buat naik level. Di sisi lain, Peter mungkin gak mau maksa dan milih menerima apa yang jadi keputusanku.
Kubilang kami ini gak cocok kenapa? Peter itu emosian sementara aku rapuh banget gini. Bayangin kalo orang emosian dan orang rapuh dipersatukan. Hancur. Aku gak pengen begitu. Aku gak pengen hubunganku dengan Peter berakhir demikian. Lebih baik hubungan kami konstan atau bahkan makin renggang tapi masih bisa dipertemukan daripada hancur lebur.
Aku sudah mengakui itu di depan Peter. Tebak responsnya bagaimana.
Dia bilang begini.
"Gapapa asal hubungan kita gak hancur."
Sebenarnya aku sempat berpikir dia bakal kelepasan dan meledak-ledak di depanku. Tapi waktu itu mungkin mood-nya lagi bagus jadi kalem-kalem aja.
Aku pengen nanya satu hal lagi sama dia, tapi nanti aja deh. Aku chat pas nyampe rumah. Sekarang aku lagi sibuk nyari bahan buat tugas praktik mapel seni budaya. Tentunya aku gak sendiri. Secara ajaib aku dipasangin sama Yoni.
Ini kesempatanku buat membangun hubungan pertemanan yang baik dengannya.
"Yon, ada ide lain selain tema akuarium gak? Kayaknya agak ribet bikin boneka binatang-binatang laut. Terumbu karang sama rumput lautnya juga. Kalo batu-batuan sih gampang." Aku menoleh padanya, sedikit mengangkat kepala.
Yoni memajukan bibir, lagi-lagi bikin ekspresi konyol. "Kamu salah orang kalau mau nanya gituan. Yang super kreatif di sini itu kamu. Aku mah ikut-ikut aja." Senyum lebar mengembang pada wajahnya. Pun ia mengacungkan jempol. "Ide kreatif kalo diieksekusi bareng aku pasti hasilnya gak mengecewakan."
Kalau Peter banyak masang ekspresi mengintimidasi, Yoni banyak memasang ekspresi konyol dan manis. Dari segi sifat, dua-duanya manis dengan cara mereka masing-masing.
Gini amat kehidupan SMK-ku.
Kenapa sekalinya aku tertarik sama manusia yang disebut cowok, situasi sama hubungannya ribet banget? Udah terlanjur naksir pula. Bakal susah mundur.
Tunggu, naksir dua cowok sekaligus di dunia nyata itu normal apa gak, ya?
Beginilah jadinya kalau jiwa dan pikirannya sering nongkrong di macam-macam dunia fiksi. Kadang lupa gimana dunia nyata bekerja. Kadang lupa gimana orang-orang di dunia nyata bertingkah dan berpikir.
Seseorang menarik bahuku, membuat langkahku tersendat. Pikiranku kembali ke daratan berkatnya. Aku menoleh ke samping, mendapati Yoni tengah menatap dengan kedua alis terangkat dan bibir manyun. "Mau nabrak tiang listrik buat nyuri tingginya? Yang ada jidatmu benjol," ujarnya seraya melepas pegangan pada bahuku.
Refleks aku mengusap dahi yang tertutup poni. Aku menatapnya dalam diam, bingung mau ngomong apa padahal biasanya aku banyak omong.
Yoni tersenyum miring sambil berkacak pinggang. "Jangan liatin lama-lama, nanti naksir, loh."
"Naksir kamu?" Dua kata itu meluncur bebas dari mulut tanpa sempat kutahan.
"Hah?" Yoni keliatan lagi nahan tawa. Gak lama. Tawanya lepas sedetik kemudian. "Kok kamu lucu banget, sih?" Selesai tertawa Yoni menghela napas panjang, mengembuskannya terus mengibas-ngibaskan tangan. "Dah, dah, kita lanjut jalan, yuk. Keburu sore. Rumahmu di kota sebelah pula."
Kami melanjutkan perburuan bahan-bahan praktik seakan-akan percakapan itu gak pernah terjadi. Dalam diam kami sama-sama sepakat nganggap itu angin lalu doang.
Pertama kami ke toko kain buat beli kain flanel. Kami pilih tiga warna: oranye, putih, dan biru pastel. Itu buat bikin ikan-ikannya.
"Di rumahku banyak kapas, jadi gak perlu beli," kata Yoni pas melangkah keluar dari toko tersebut. Dia yang memegang belanjaannya.
"Kamu yang mau jahit semua bonekanya?"
Yoni merespons dengan pelototan yang membuatku tertawa tiba-tiba. Habis menetralkan ekspresi biar aku gak ketawa sampai habis napas, dia ngomong, "Bagi-bagi, lah. Kamu bikin dua ikan, aku juga dua."
Aku mengangguk-angguk paham, masih tersenyum. "Akuariumnya yang dari sterofoam? Mau bikin bareng?"
Yoni mikir bentar baru jawab, "Aku aja. Jarak rumah kita jauh banget. Terus lebih gampang kalau aku yang bawa ke sekolah. Gak perlu naik angkot terus capek-capek jalan jauh sampe sekolah."
Sekilas aku tersenyum bangga karna masih bisa bertahan meski tiap pagi harus gelisah di angkot yang lamban terus jalan cepet-cepet ke sekolah. Jarak dari tempat aku turun angkot ke sekolah itu gak deket btw.
Perburuan kami sore itu sebentar doang. Habis beli kain flanel, kami ke toko lain buat beli sterofoam. Bahan-bahan lainnya udah ada entah di rumahku atau di rumah Yoni.
Pas jalan, kupikir Yoni bakal belok di lorongnya, ternyata nggak. Dia ngekor tanpa ngomong apa-apa meski dari tadi kulirik.
"Rumahmu bukannya belok di lorong tadi?"
"Ho'oh."
"Terus ngapain masih ngekor?"
"Nemenin kamu nunggu angkot, lah."
Aku terdiam sejenak baru nyahut, "Gak usah, lah. Nunggunya gak bakal lama. Mending kamu balik aja biar lebih cepet nyampe rumah."
Perkataanku diabaikan. Dia ngikut aku sampai ke tempat biasa aku nunggu angkot ... sama Peter. Karena ingat dia tiba-tiba mood-ku turun.
"Rai, mau boba? Aku traktir," ucap Yoni tiba-tiba. Aku sampai bengong karna tau dia ini tipe yang suka minta traktiran daripada traktir orang.
Walau agak bingung, aku menggeleng terus menjawab, "Aku maunya Pop Ice."
Boba bikin aku keinget Peter.
"Lah, tempat jualnya udah kelewat jauh." Yoni manyun lagi. "Kenapa tadi gak bilang pengen Pop Ice?"
"Kenapa baru niat traktir sekarang?"
Lagi-lagi Yoni memasang ekpresi konyol. Dia menatap kesal dengan bibir dimajukan dan area hidung mengerut.
Gak tahan, aku ketawa kecil. "Apa, sih!"
Yoni ikut tertawa geli. Pandangannya beralih pada lemari di sebelah tukang jual gorengan. Fokusnya bukan lemari itu, tapi makanan yang dipajang di situ. Yoni balik menatapku dengan senyum simpul. "Mau bakpau daging?"
Otomatis mataku berbinar-binar. "Mau! Dua, ya? Ya?"
"Mau lima juga kubeliin," sahut Yoni seraya berbalik, lantas melangkah memasuki tempat yang menjual bakpau tersebut. "Tunggu di situ aja!" serunya tanpa menoleh ke belakang.
Sebagai teman yang baik, aku menurut dan menunggu di trotoar. Lumayan lama atau aku yang gak sabaran? Kayaknya aku yang gak sabaran. Dari minggu lalu kepengen bakpau tapi gak sempet beli. Pas gak ada duit, bakpaunya ada. Pas ada duit, bakpaunya gak ada.
Sementara nontonin macam-macam kendaraan yang lewat, ada sesuatu yang lewat juga. Sangat dekat dengan wajahku. Itu lima buah bakpau di dalam kantong plastik. Yoni mengayunkannya di depan wajahku.
Aku menatapnya penuh keterkejutan. "Beneran lima!"
Yoni tersenyum miring. "Kalau kubilang lima, berarti lima." Dia menyodorkan sekantong bakpau tersebut. Aku menerimanya sambil senyum-senyum.
Hangat. Kayak hatiku sekarang.
Memasang senyum termanis aku berkata, "Makasih, Yon."
Rasa suka pada lawan jenis di dunia nyata itu aneh juga, ya. Bisa-bisanya kebagi buat dua orang. Sialnya, dua orang ini temenan. Sungguh merepotkan.
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
My One of a Kind Crush [✔]
Teen FictionCerita tentang Peter dan Raily yang saling menyukai. Peter yang berusaha melarikan diri dari masa lalu dan Raily yang punya obsesi tak wajar terhadap cerita fiksi. Mereka sungguh saling menyukai, tetapi ada saja masalah yang timbul. Sebenarnya merek...