Sebenarnya aku gamau mikirin ini, tapi liatnya bikin kepikiran. Gimana nggak? Peter masih aja lesu, selalu menghindariku, dan kantong matanya tambah hitam. Oh, jangan lupakan plester juga perban yang makin banyak.
Apa ini yang disebut karma? Dulu aku yang menghindarinya. Sekarang dia yang menghindariku.
Percayalah, saat seorang bucin menjauhimu, itu akan mendatangkan perasaan yang teramat janggal. Dan saat kubilang dia menghindariku, dia benar-benar menghindariku. Sayang dia gak pandai dalam hal menghindar.
Waktu jalan ke lapangan buat apel aku coba nyamperin dia yang ngos-ngosan karna datang terlambat. "Hei, begadang?"
Tebak apa yang dia lakukan. Benar, dia mengacangiku. Jalan begitu aja kek aku ini angin doang. Tapi pas disamperin Fafa, dia nanggapin. Apa-apaan itu? Dan apa-apaan perasaan ini?
"Cemburu? Cie, Rairai cemburu," ejek Yoni yang baru saja menyusul langkahku. Dia asik nyenggol-nyenggol.
"Diem kau, Muka Kuda," sahutku terus mempercepat langkah meski tahu Yoni gabakal kesulitan nyusul dengan kaki panjangnya itu.
Kan, dia bisa nyusul dengan gampang. Tahu-tahu udah ada di sebelahku pas baris. Yoni gak ngomong apa-apa, cuma lempat senyum mengejek padaku terus fokus ke depan, gangguin Peter yang sekarang keliatan pohon kelapa hampir roboh. Segitu lesunya.
Hari ini baru diabaikan satu kali, mana mungkin aku langsung nyerah. Waktu itu Peter gak nyerah bahkan rela pulang sore banget karna nungguin aku.
Habis apel kucoba samperin. "Pet, pulang sekolah nanti mau nemenin aku bikin sertif kek biasa? OSIS minta tolong bikinin sertif buat pemenang lomba mading ke—"
"Gak, aku sibuk," jawabnya tanpa noleh atau sekadar melirik.
Rika yang berada di sampingku spontan memberi tepukan penyemangat di bahu.
Aku gak boleh nyerah. Setidaknya jangan sekarang.
Selama jam pelajaran gak ada kesempatan buat deketin dia. Jam istirahat pertama pun kupakai buat nyelesain tugas yang bakal diperiksa nantinya. Tetep dimarahin karna ketahuan ngerjain di sekolah, sih.
Waktuku beraksi adalah pada jam istirahat kedua. Kalau bicara gak bisa, mungkin snack bakal jadi alternatif yang tepat.
Secepat kilat aku turun ke lantai satu terus ambil jalan potong ke kantin lewat lapangan. Kantinnya ada di depan ruang tata usaha. Karna ini udah jam istirahat kedua, kantin agak sepi. Tadinya sih kayak gula yang dikerubungi semut.
Aku gak tahu Peter sukanya apa, tapi kulihat dia sering beli Oreo jadi aku beli itu empat bungkus. Satunya buatku tentu. Habis bayar, baru mau balik ke kelas, langkahku tercekat.
"Jadi, kapan kamu pindah?"
"Umn ... kurang tahu. Kayaknya bulan depan."
"Sayang banget ... padahal belum genap satu semester di sini."
"Heee ... tenang aja. Kan masih bisa kontakan."
"Iya juga, ya."
Pindah?
Aku gak kenal mereka siapa tapi pastinya kami sama-sama kelas sepuluh. Yah, aku juga gak peduli sama mereka. Cuma ... percakapan mereka itu mengingatkanku pada sesuatu.
Kembali melangkah, kutepis segala pemikiran mengenai hal itu. Aku sedang berada di sekolah dan sudah kuputuskan gak akan mikirin itu selama berada di lingkungan sekolah.
Sampai di kelas, kulihat Peter tidur nyandar di meja. Lagi. Yoni memberi isyarat supaya aku ... diem? Habis nunjuk-nunjuk jelmaan kebo di sampingnya, dia menyilangkan tangan di depan dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
My One of a Kind Crush [✔]
Teen FictionCerita tentang Peter dan Raily yang saling menyukai. Peter yang berusaha melarikan diri dari masa lalu dan Raily yang punya obsesi tak wajar terhadap cerita fiksi. Mereka sungguh saling menyukai, tetapi ada saja masalah yang timbul. Sebenarnya merek...