Udah setengah jalan naik tangga penuh cobaan yang didesain lebar-lebar. Suer ini yang ngedesain tangga ada masalah hidup apa.
Balik ke masalah utama. Sekarang aku pengen pulang atau keluyuran aja, tapi terlanjur sampai sini. Udah diliatin sama satpam dari atas sana. Njer, ngapain ngintip ke sini.
Pasti aku jadi pusat perhatian pas nyampe di atas. Pasti bakal ditegur satpam. Pasti bakal ditegur guru-guru. Bisa dicap anak berandalan ini.
Lama-lama berdiri di sini aku jadi keliatan kayak orang bego. Pikiranku juga udah aneh-aneh. Mungkin pas nyampe di atas gak bakal separah itu. Kejadian yang kupikirin terlalu dramatis.
Bel udah bunyi. Cepat-cepat aku naik ke atas, lari ke gedung di kiri, terus buru-buru naik ke lantai tiga. Kakiku langsung lemes pas nyampe di atas. Baru melangkah lagi mau masuk ke kelas, aku papasan sama Yoni. Dia cuma liat aku sekilas terus lanjut jalan kayak aku bukan siapa-siapa. Samar tapi aku tahu dia kaget liat mukaku yang lebam.
Argh! Lupakan dia. Aku buru-buru lepas tas di dalam kelas, lalu kembali turun ke bawah. Banyak yang terlambat dan mereka milih buat ninggalin tas di bawah tangga daripada harus jauh-jauh ke kelas.
Cowok di kelasku baru dua. Siapa lagi kalau bukan aku dan Yoni. Canggung banget harus baris di belakangnya. Biasa dia bakal nyeret aku buat baris di depan.
"E-eh, Peter. Itu muka biru-biru kenapa?" tanya Fafa basa-basi. Dia salah satu teman dekat Raily. Keliatannya dia terpaksa ngomong sama aku.
Aku cuma liatin dia sebentar terus balik hadap depan. "Dua hari lalu dikeroyok."
"Oh ... jadi kemarin kau gak masuk karna itu, ya. P-pasti parah ...."
Astaga, kalau takut atau gamau ngomong sama aku mending gak usah. Aku paham banget kalau sekarang satu kelas takut sama aku. Kalau gak takut pasti mereka gak suka. Benci. Apalah.
Udah biasa. Dulu juga gitu.
Sejauh ini aku bersikap biasa saja. Aku belum ketemu Raily. Belum ada penghuni kelas yang bicara ke aku kecuali si Fafa. Hadeuh, belum lagi ditanyain guru-guru nanti.
Hari ini bakal jadi hari paling meresahkan-sejauh ini. Pengen hajar diriku kemarin terus tenggelem di Segitiga Bermuda.
Di lapangan masih aman. Di kelas udah gak aman. Mereka bertingkah kayak biasa-kecuali Yoni-tapi aku ngerasa ada sesuatu yang ngeganjal.
Kayaknya kehadiranku gak diterima di sini.
Belum lama aku terlarut dalam pemikiran, ponselku tiba-tiba bunyi. Notifikasi chat WA.
Railina <3
Ke luar sebentar dongSpontan aku menoleh ke sisi lain kelas. Ransel Raily ada di sana tapi orangnya gak ada. Aku pun noleh ke pintu keluar. Dia ada di sana, ngintip, manggil tanpa suara.
Apa-apaan sih. Kayak bukan anak kelas sini aja.
Aku berdiri bikin Yoni tersentak. Dia cuma ngelirik sekilas terus pura-pura gak liat. Agak kesel tapi wajar aja dia jadi gini. Siapa juga yang bakal biasa aja kalau kepalanya hampir dibenturin ke meja padahal tadinya bercanda doang.
Di luar kelas Raily menyambut dengan raut muka khawatir. Dia raih tanganku, narik aku ke depan WC gak kepake yang selalu sepi. Pegangannya langsung dilepas. "Kemarin kenapa? Kok babak belur gini?"
Terdiam. Aku gatau harus ngomong apa. Aku gatau harus jelasin gimana.
"Dua hari lalu kamu pulang duluan. Gak bilang-bilang. Kemarin gak masuk sekolah tanpa kabar. Terus hari ini muncul-muncul babak belur ...."
"Kok kamu peduli?" Kata-kata itu keluar begitu aja tanpa sempat kuedit.
"Kok pake nanya lagi." Raily mengembungkan sebelah pipinya. "Harusnya kamu udah tau. Aku gak mau bilang karna bakal kedengeran cringe banget."
Muka lucunya itu bikin aku senyum terus ketawa kecil. "Memang beda dari yang lain," gumamku.
"Apa?"
Aku mengambil beberapa langkah mundur, bersandar pada dinding pengaman. "Dua hari lalu habis ngasih Nextar sama lolipop, kamu liat aku ngapain?" Senyum tipis masih terukir pada wajahku.
Raily mengangguk. "Aku liat. Waktu itu Fafa tiba-tiba nunjuk kamu pas aku baru balik ke tempat duduk. Aku liat kamu pegang kepala Yoni ... mau benturin kepala dia ke meja?"
Anjir! Karna si Fafa, Raily jadi lihat. Raily peka juga.
"Bener, ya? Kenapa?"
Butuh waktu beberapa detik baru aku jawab, "Kebawa emosi."
Sebelum Raily nyaut, bel tanda jam pelajaran pertama dimulai bunyi. Kenceng banget, bikin kaget.
"Masuk kelas, yuk," ajak Raily seolah-olah barusan kami gak ngomongin hal penting atau sensitif. Dia langsung balik belakang, jalan duluan balik ke kelas sementara aku matung di tempat.
Kupikir dia bakal menjauh.
Aku ikut masuk ke dalam kelas setelah menarik napas dalam-dalam-nyiapin mental dulu. Di dalam mereka rusuh kayak biasa. Gak begitu peduliin bel yang udah bunyi. Raily balik ke tempat duduknya sementara aku balik ke tempat dudukku.
Nggak ada ocehan Yoni yang menyambut. Dia malah keliatan gelisah banget duduk di sampingku. Jelas dia nggak nyaman dan pengen pindah tempat duduk.
"Yon, kalau gak mau duduk di sini pindah aja. Di sana masih ada kursi kosong." Aku nunjuk bangku kosong di baris belakang sisi lain kelas. Murid yang duduk di situ pindah di minggu ketiga setelah masuk sini.
Yoni cuma ngelirik sebentar, takut-takut. "Oke," katanya pelan. Yoni langsung beresin barang-barangnya, lalu pindah ke bangku yang aku tunjuk.
Beberapa penghuni kelas sempat-sempatnya menyimak. Mereka langsung buang muka pas aku noleh.
Semuanya beneran pada takut sama aku. Apa juga takut tapi gak mau jauhin aku?
Cewek itu emang beda dari yang lain. Dia yang udah unik di mataku sekarang jadi lebih unik. Gak salah aku naksir sama dia.
Aih, sekarang bukan waktunya bucin. Image-ku di kelas sebelum ini gak begitu bagus, sekarang malah jadi begini. Hilang sudah harapan punya kehidupan SMK yang menyenangkan dan damai.
Habis berantem bareng hari itu, kurasa Tian bakal lebih ambis ngehasut. Dan dia gabakal berhenti apalagi dia paham betul situasiku yang sesekali perlu meluapkan emosi dengan cara berantem habis-habisan.
Kalau dibiarkan atau kutolak terus, dia bakal lebih gencar nyari penyebab aku gak pengen ikut geng mereka padahal aku butuh mereka. Jangan salah paham. Aku butuh mereka buat nemenin berantem sampai mampos. Itu lebih baik daripada nonjok anak-anak kelas atau orang random di jalan.
Sekarang karena aku udah melekat dengan Raily (jadi bucinnya), dia otomatis dalam bahaya. Kayak yang kupikirin waktu itu. Bisa aja Raily diapa-apain. Jelmaan iblis itu bisa aja ngancam bakal bikin hidup Raily gak tenang kalau aku gak gabung gengnya.
Aku harus nyari cara biar Tian gak ketemu dan gak tahu apa-apa soal Raily. Tapi cara yang terpikir olehku cuma gabung sama mereka biar Raily gak diganggu. Tapi Ibu bakal kecewa banget, entah beliau akan bereaksi seperti apa. Bisa juga Raily menjauh dengan sendirinya.
Kalau aku bergabung dan Raily menjauh ... dia bakal aman.
Duduk sendiri di sini bikin aku punya tempat luas. Aku nopang kepala dengan siku sampai ke sisi meja yang sebelum ini jadi wilayah Yoni.
Sekilas pemikiran itu benar. Tapi aku melupakan sesuatu. Nasibku di kelas bakal jadi gini selamanya. Bakal dijauhi. Bakal dimusuhi. Aku bakal terlibat perkelahian dengan anak-anak jurusan sebelah yang waktu itu mencoba merekrutku.
Hidupku di sekolah ini gak bakal tenang.
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
My One of a Kind Crush [✔]
Teen FictionCerita tentang Peter dan Raily yang saling menyukai. Peter yang berusaha melarikan diri dari masa lalu dan Raily yang punya obsesi tak wajar terhadap cerita fiksi. Mereka sungguh saling menyukai, tetapi ada saja masalah yang timbul. Sebenarnya merek...