[P] Manisnya Buah Usaha

10 5 8
                                    

Hari ini aku nyampe ke sekolah mepet banget. Murid-murid udah mau baris di lapangan. Cepet-cepet aku taroh tas di bawah tangga gedung terdekat, terus lari ke lapangan. Di tengah aku ketemu Yoni. Dia santai banget jadi aku kagetin. Aku lari ke arahnya terus nepuk pundak dia lumayan keras. "Hei, tumben nggak terlambat."

Yoni meringis, natap sinis. "Tumben terlambat."

Hahaha pengen cekek.

Sekali lagi aku nepuk pundak dia. "Thanks, Yon."

"Hah, kenapa? Udah baikan sama Raily?" Yoni natap penuh tanda tanya. Aku nyengir kuda doang, bikin dia langsung ber-oh ria. "Bakal makin parah bucinnya, nih."

Seketika kutampol si Yoni. Sambil ketawa. Dia ngaduh kesakitan sambil jalan ke depan, bikin barisan khusus cowok. Aku ngikut. Pas nyampe di posisi aku sibuk celingak-celinguk, mencari keberadaan Raily. Biasanya dia agak telat, sih.

Di belakang nggak ada, di barisan samping nggak ada, di gerbang depan juga gak keliatan ada dia. Mungkin ketutupan atau emang gak masuk hari ini.

Pengumuman sama pembinaan habis ibadah hari ini nggak panjang-panjang amat. Harusnya aku senang karena nggak dijemur kayak ikan asin, tapi hari ini aku belum lihat Raily.

Sementara jalan ke gedung tadi buat ngambil tas terus naik ke kelas di lantai tiga, mataku fokus pada layar ponsel. Jalanku pelan, bikin orang-orang jengkel.

Raily gak bikin status WA. Info kontaknya cuma kaomoji imut. Entah kapan terakhir dia on. Jangan-jangan dia sakit ... yang waktu itu juga. Jangan-jangan waktu itu dia lagi nggak sehat.

Dari yang semangat 45, sekarang jadi lesu. Gak ketemu penyemangat hidup. Karena itu aku malah tidur di kelas, mengabaikan si Yoni yang dari tadi gak berhenti ngoceh. Dia ngoceh apa, aku gak tau dan gak mau tau.

Kepalaku baru terangkat pas ada yang berseru, "Selamat pagi, Rika, Fafa, Lika!"

"Rai! Ngagetin aja!"

"Tumben kamu telat banget, Rai."

Tatapanku langsung tertuju pada cewek yang baru muncul, masih gendong ransel. Ekspresinya pagi ini teramat cerah, walau kudengar dia baru aja dapat ganjaran nyapu pendopo lantai dua. Manis, hangat, imut. Pandanganku gak bisa lepas darinya.

Karena terlalu sibuk ngomong sama temen-temennya, Raily gak sadar kalau aku natap dia dari tadi sambil senyum-senyum.

"Kumat nih bucinnya," celetuk si Yoni yang palingan iri doang.

Sampai istirahat kedua tiba, aku hanya merhatiin Raily diam-diam. Sering gak dianggap, tapi kadang aku disenyumin pas gak sengaja melakukan kontak mata.

Di jam istirahat kedua, akhirnya Raily memisahkan diri dari circle-nya. Dia pergi ke luar kelas, naik ke depan WC gak terpakai karna katanya salah atur pipa. Pas ikut keluar, kuliat punggungnya yang sedikit bergetar. Dikuasai rasa penasaran, aku ngendap-ngendap deketin dia, terus ngintip dari balik bahunya. Layar ponselnya dipenuhi tulisan.

"Lagi baca apa?"

Raily tersentak kaget. Dia nggak noleh ke belakang. Untunglah. Posisi wajah kami bakal deket banget kalau dia noleh. Sumpah, aku gabakal kuat kalau itu beneran terjadi.

"Cerita di Wattpad," jawab Raily tanpa menoleh. "Seru banget, loh. Ini cerita soal dunia yang sebagian besar manusia punya kekuatan mutan terus mereka diperlakukan kayak monster padahal mereka juga manusia. Ceritanya seru banget, karakternya pada loveable, bikin ngakak, bikin nangis, bikin greget-gila banget. Aku sukaaaaa!"

Tiba-tiba Raily balik badan. Aku buruan mundur. Dia ngasih liat layar ponselnya udah kayak mau ditempelin ke mukaku. "Cover-nya begini! Keren, kan?"

My One of a Kind Crush [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang