[R] Hari-Hari Bersama Peter yang Aneh

10 4 8
                                    

Menurutku, Peter yang satu ini memang aneh. Tadi dia bergaya sok keren di luar, tepatnya di samping pintu kafe. Lalu dia melotot ke pelayan kafe yang kayaknya gabut banget sampai godain aku waktu itu.

Lucu banget. Dia sampai melotot cuma karna aku digodain. Padahal setahuku dia itu tipe yang di mana-mana pasti jaga image kalem.

Aneh. Menarik.

Mungkin aku menganggapnya aneh dan menarik karena ini kali pertama aku dekat dengan cowok. Biasanya aku selalu menghindari para cowok karena kebanyakan nggak ramah dan suka banget nyari masalah.

Namun, Peter agak berbeda. Dia agak usil, suka cari kesempatan buat ngegombal dan ujungnya dia sendiri yang salting. Dia juga peduli dan sabar. Diajak pulang bareng langsung diiyain, terus sabar banget nunggu aku selesai piket.

Waktu pulang bareng, aku sempat bicara soal Thumbelina. Eh, beberapa hari kemudian dia bahas soal dongeng di chat. Dia nanya dongeng favoritku apa. Sialnya dia chat pas aku lagi nggak baik-baik aja. Hari itu aku milih buat offline sebentar karna merasa terlalu terbebani saat berselancar di internet.

Kayaknya selain bahas soal dongeng, dia kepengen bahas hal lain. Keliatan dia sempat ngetik lama. Kutungguin tapi nggak ada chat masuk dari dia. Dia udah berhenti ngetik, tapi masih online.

Bukan itu doang yang terjadi hari itu. Pada malam itu, Peter nelpon untuk pertama kalinya. Setelah sekian lama nggak ditelpon seseorang, malah dia yang nelpon dan itu bikin aku jantungan. Tapi ternyata dia salah pencet doang. Percakapan kami lewat telpon hanya singkat. Nggak kayak waktu pulang bareng beberapa hari lalu.

Jeda beberapa detik baru kuangkat terus berucap, "Halo, Peter? Kenapa nelpon?"

Nggak ada balasan darinya. Yang kedengeran dari sana cuma suara-suara motor sama mobil. Mulai gelisah, aku berseru, "Halooooo, Peter!"

Hening. Peter masih nggak mau bicara. Suara kendaraan yang memekakkan telinga masih terdengar dari seberang sana, sedangkan di sini hanya ada suara serangga-serangga malam.

Tahu-tahu terdengar bunyi sesuatu bergerak di kasur. Bukan kasurku, tapi punya yang nelpon. Setelah cukup lama kutunggu, akhirnya dia bersuara. "H-halo ... Rai." Suaranya bergetar. "Anu, sori. Tadi aku kepencet."

Seketika dadaku terasa sesak. "Ooooh, kepencet. Kupikir ada yang penting."

Peter ketawa kecil terus jawab, "Kalau ada yang penting gak bakal diem-dieman dulu."

Aku ikut ketawa. Ya, ketawa pahit. Dadaku masih agak sesak. "Bener juga. Ngomong-ngomong, tadi ngetik apa? Lama banget tapi gak dikirim. Aku nungguin."

"Cuma mau nanya kabar soalnya hari ini kita nggak ketemu."

Gak kaget-kaget amat karena dia sering ngomong manis ke aku sejak hari itu.

"Aku sehat-sehat. Kenapa kalau nggak ketemu? Kan masih bisa ngobrol lewat WA. Senin nanti baru ketemu. Tapi di kelas juga kita jarang ngobrol."

"Kamu sih sama temen-temen cewek mulu. Mana mungkin aku deketin."

Eh, tunggu sebentar.

Agak ragu tapi tetap aku menyahut, "Peter mau deketin aku?"

Ponselku tiba-tiba berbunyi, tanda telepon telah diputuskan. Percakapan kami berakhir menggantung begitu saja.

Salah banget sempat berharap dia peka sama kondisiku. Tadinya kupikir dia peka terus mau nanya kalau aku baik-baik aja atau nggak. Ternyata begitu doang.

Peter gak peka. Itu bikin sesuatu di dadaku terasa sakit. Makin sakit lagi begitu sadar bahwa Peter sungguh menyukaiku. Kalau saja aku menyadari ini saat keadaan sedang baik-baik saja, mungkin semuanya akan berjalan lancar.

My One of a Kind Crush [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang