08: Permen Kapas

3K 235 6
                                    

"SEHARUSNYA KALIAN ITU MEMBANTU!! BUKAN MENGEJEK SEPERTI INI!! MEMANG BERENGSEK KALIAN SEMUA!!!" Devano marah. Sangat marah. Membuat seluruh murid terdiam tanpa mengeluarkan satu kata pun dari mulut mereka ketika melihat raut wajah Devano yang terlihat menyeramkan saat sedang marah.

Sementara Yudis, pemuda itu meringis kesakitan diatas lapangan-persis seperti Amam sambil memegang kepalanya yang sakit akibat bogeman yang diterimanya mentah-mentah dari seorang Devano Rafael Pratama.

"Lo apa-apaan pukulin temen gue??" ucap Bara, pemuda itu mendekat kearah Devano dengan tangan yang mengepal dan tersulut amarah-tidak terima jika kakak kelasnya itu memukul Yudis.

"Gue gak ada urusan sama lo." ujar Devano, datar dan masih tersulut amarah.

"Omongan yang kalian berikan pada Amam itu semuanya sampah. Gak ada gunanya!! Mulut kalian itu cuma mulut-mulut brengsek yang cuma berani ngejek orang yang sama sekali gak bersalah!!" lanjutnya dengan tubuh dan tangan bergetar. Urat lehernya yang tercetak jelas pun menandakan jika Devano benar-benar sangat marah. Rasanya, pemuda itu ingin sekali memukul habis-habisan wajah-wajah sampah orang yang sudah mengejek Amam. Namun, karena sadar akan tempatnya sekarang, Devano memutuskan untuk tidak melakukan apa-apa selain menggendong adik kelasnya itu ala bridal style.

Devano menggendong tubuh ringkuh Amam dan membawanya ke UKS yang berada di tempat futsal-menghiraukan semua murid yang menatapnya dengan tatapan tidak percaya. Apalagi, teman-teman sekelas Devano yang dibuat semakin tidak percaya saat melihat sikap Devano yang seperti itu.

Devano, marah?

"Masih sakit?" tanya Devano khawatir pada Amam yang masih berada dalam gendongannya. Sementara Amam, lelaki itu hanya bisa mengangguk jujur saat merasakan rasa sakit pada bagian tangan kanannya yang masih sulit untuk digerakkan.

Disinilah mereka berada, ruang UKS yang khusus disediakan untuk para pengunjung lapangan futsal jika ada yang terluka.

Devano dengan segera menidurkan tubuh Amam diatas brankar UKS.

"Masih sakit?"

Amam mengangguk pelan.

"Mau kakak pijat tangannya biar gak sakit lagi??"

Amam mengangguk kembali.

Devano mengarahkan kedua tangannya pada tangan kanan Amam yang sakit, mengoleskan minyak kayu putih yang berada diatas meja agar lebih mudah dirinya untuk memijat tangan Amam.

"Akh, sakit banget kak! Udah gak usah, akh," Amam meringis. "Amam gak mau kak, sakit,"

"Akh kak sakit... pelan-pelan pijatnya,"

"Iya ini pelan-pelan, tahan ya?"

"Aghhh, sakit banget kakk... udah cukup, Amam gak mau akh,"

"Amam!! Lo gapapa kan?? Apa yang sakit? Mau gue beliin obat gak??" Aulia yang baru saja menyembul masuk dari pintu bersama Cindy, Aksal, dan Pak Miftah langsung menghampiri Amam dengan perasaan khawatirnya.

Amam tersenyum tipis, "Aku gak apa-apa,"

"Bohong!" serobot Devano, dia tidak suka saat Amam berbohong jika dirinya itu merasa baik-baik saja.

"Dev, sini biar bapak aja yang pijat tangan Amam," Pak Miftah mendekat kearag Amam. Sedangkan Devano, pemuda itu mempersilagkan Pak Miftah untuk duduk di tempatnya dan berpindah untuk berdiri disamping Amam sembari mengelus puncak kepala adik kelasnya itu.

Love's Or Happiness? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang