36: Menyesal

1.2K 93 3
                                    

Suasana malam di lokasi perkemahan saat ini mulai heboh. Seluruh murid berbondong-bondong berkumpul membentuk lingkaran untuk melihat beberapa orang yang sedang beradu argumen satu sama lain. Mereka semua dibuat penasaran dan dibuat bertanya-tanya, sebenarnya apa yang telah merasuki tubuh Devano sehingga pemuda itu berani memukul teman perempuannya sendiri.

"Ada apa ini ribut-ribut?" tanya Bu Nurhawa, guru menghampiri mereka dari kerumunan murid-murid.

Amam, Devano, Kokom dan lainnya menoleh kearah sumber suara dan melihat Bu Nurhawa yang dibuat terkejut karena melihat lebam pada wajah murid perempuannya, Kokom.

"Wajahnya kenapa lebam begitu, Kom?" tanya Bu Nurhawa pada Kokom.

Sang pemilik nama pun hanya terdiam kaku bak patung. Dia ingin sekali menjawab namun entah kenapa rasanya sangat gugup dan takut. Apalagi saat melihat tatapan Devano yang semakin menajam kearahnya. Terlihat juga, tangan pemuda itu yang masih mengepal sempurna-seolah hendak melayangkan pukulannya lagi padanya.

Untung saja tadi Devano tidak jadi memukul gadis itu untuk yang kedua kalinya. Amam dengan cepat mencekal tangan Devano dan mencoba menenangkan amarah serta emosi kakak kelasnya itu agar tidak meluapkannya pada perempuan dengan nama lengkap Kokom Anesya Astuti tersebut.

Bu Nurhawa kemudian teratensi pada kedua tangan Devano yang mengepal kuat,"Kamu yang sudah pukul Kokom Dev?" tanya Bu Nurhawa.

Devano mengangguk mengiyakan. Dirinya merasa puas dan juga merasa tidak bersalah. Devano merasa jika Kokom pantas mendapatkan perlakuan seperti ini. Lagipula, ini tidak sebanding dengan perbuatan yang cewek itu lakukan untuk mencelakai Amam.

"Dia dalang dibalik hilangnya Amam tadi siang Bu," ujar Devano, mampu membuat Bu Nurhawa yang mendengarnya terkejut.

"L-lo tau dari siapa kalo gue dalangnya, Devano??" walaupun sangat gugup, Kokom memberanikan dirinya untuk bertanya pada Devano.

Devano berdecih, pemuda itu lantas menunjuk kearah Samuel. Samuel yang ditunjuk seperti itupun hanya bisa diam sambil merunduk.

"Maafin gue. Gue gak mau nurutin perintah lo lagi buat deketin Devano dan bikin Amam cemburu. Ini bener-bener udah kelewat batasan banget Kom sampai berniat buat celakain Amam kayak gitu." ujar Samuel dengan kepala yang menunduk dalam-takut menatap mata Devano, Kokom apalagi Amam dan Bu Nurhawa.

"Maksudnya apa Samuel? Ceritakan lebih jelas biar Ibu paham." ujar Bu Nurhawa.

"Jadi gini, Bu... Kokom sebenarnya suka dan cinta mati sama Devano... Tapi, semenjak Devano dekat sama Amam, Kokom mulai kesal dan berniat untuk menjauhkan Amam dari Devano..." Samuel menarik napasnya karena tidak sanggup untuk menceritakan semuanya. "...mungkin karena cemburu dan kesal, Kokom menyuruh anak buah suruhannya untuk mencelakai Amam." kalimat terakhir yang Samuel katakan justru membuat semuanya terkejut bukan main.

"Lalu, Kokom menyuruh saya untuk dekati Devano agar Amam cemburu. Tapi..." Samuel menjeda perkataannya sendiri, membuat semuanya termasuk Amam dibuat semakin penasaran.

"Tapi?"

"Saya awalnya masih straight Bu sebelum Kokom nyuruh saya buat deketin Devano. Tapi, entah kenapa setelah saya deket dan akrab, apalagi disuruh buat caper ke Devano seperti apa yang sudah Kokom perintahkan ke saya, lama-lama bikin saya..." Samuel tidak melanjutkan kalimat terakhirnya karena malu. Mungkin, semuanya langsung paham dengan maksud perkataan yang diucapkannya barusan.

Amam yang mendengar itupun hanya bisa mengembuskan nafasnya gusar. "Jadi ini semua cuma karena kak Devano, kak?" Amam bertanya pada Kokom. Lelaki mungil itu lalu melirik Devano sekilas dan kembali menatap Kokom.

Love's Or Happiness? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang