48: Ingkar

829 73 5
                                    

"Kenapa Papa nyuruh Devano buat datang ke perusahaan lagi?"

"Om Robert mau datang lagi kesini, Van. Dan perusahaan D4 dengan perusahaan Baroque ingin membahas kembali tentang bisnis kolaborasi yang sudah dibincangkan beberapa bulan yang lalu." ujar Danis menjelaskan.

"Papa kan bisa sendiri kalau mengurusi tentang bisnis-bisnis perusahaan seperti ini. Kenapa harus ajak Devano lagi ke perusahaan? Devano hari ini masih sekolah, Pa."

Danis menghela nafas, "Sudah, kamu tidak perlu banyak bicara. Turuti saja perintah Papa saat Om Robert datang kemari dan tanpa komentar sedikitpun tentang perbincangan kami berdua." balas Danis, nada bicaranya terdengar menekan.

Devano hanya diam, tidak tau ingin berbuat apa selain memainkan ponselnya dan mengabari Amam jika hari ini ia tidak sekolah. Devano benar-benar sangat bosan, ia ingin sekali berada di sekolah dan bertemu dengan Amam, bukan berada di ruangan serba minimalis, sepi, sunyi dan hanya ada suara gemercik air hujan seperti ini.

Devano, pemuda itu sedang duduk di sofa dengan setelan jas berwarna hitam yang ia kenakan, sangat tampan. Begitu juga Danis, pria paruh baya itu mengenakan setelan jas dengan warna yang senada dengan Devano.

Papa dan anaknya itu, terlihat sangat-sangat tampan dan berwibawa.

Suasana sunyi tanpa adanya satu katapun yang keluar dari mulut mereka seketika pecah ketika mendengar suara pintu utama ruangan yang terbuka di depan sana. Sontak hal itu membuat Danis dan Devano bangun dari duduknya ketika melihat Robert beserta sekretaris-nya datang menghampiri mereka.

"Selamat datang kembali, Rob." ucap Danis dan kemudian melakukan jabat tangan dengan rekan bisnisnya itu, diikuti oleh Devano.

"Silahkan duduk, Pak," Danis mempersilahkan Robert dan sekretarisnya duduk di sebuah sofa panjang yang sudah di sediakan khusus untuk mereka di ruangan ini.

"Apakah kalian berdua kehujanan?" tanya Danis disertai tawa kecil diakhir kata.

Robert ikut tertawa, "Sedikit. Memang cuaca Indonesia itu tidak bisa ditebak, ya? Kemarin-kemarin saya dengar cuaca disini sedang panas terik, tapi hari ini malah hujan deras."

Ketiga pria itu tertawa kecuali Devano, pemuda itu hanya diam memperhatikan dan mendengarkan obrolan mereka sesuai perintah yang Danis bilang sebelumnya; jangan banyak bicara.

Danis, Robert dan sekretarisnya terus membahas masalah perusahaan, kinerja perusahaan, bisnis lokal dan mancanegara, produk-produk, bahkan hingga membahas penerbangan Robert demi perusahaan dari Paris ke Jakarta, dari Jakarta ke Tokyo, dan dari Tokyo ke Paris.

"Jadi kapan kita mulai kerja sama bisnis produk kolaborasinya, Dan?" tanya Robert.

Danis manggut-manggut, "Secepatnya, Rob. Sabtu besok saya akan pergi ke Kanada untuk mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk bisnis kolaborasi nanti dan sesekali mengecek perusahaan saya yang berada di Vancouver."

***

Bel pulang sekolah sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Tapi Amam, lelaki mungil itu masih berdiri di depan pintu gerbang SMA Revazhar seperti gembel tidak berpengalaman karena Devano bilang pada dirinya akan mengantarkannya pulang sekolah.

Tapi apa? Sudah pegal-pegal Amam berdiri, duduk, mondar-mandir tidak jelas seraya menunggu kedatangan Devano, tapi kakak kelasnya itu belum sama sekali memunculkan batang hidungnya. Ah, tadi saja Amam pulang bersama dengan Aksal, Keandra, Zaki dan Alvaro. Padahal keempat pemuda itu sudah menawarinya untuk pulang bersama.

Hanya demi menunggu Devano, Amam rela menolak tawaran pulang bersama dari mereka.

Amam mengambil benda pipihnya dari dalam saku Hoodie dan memainkannya karena bosan sambil duduk di sebuah bangku. Hampir sekitar dua menitan Amam menunggu, akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Devano datang dengan motor sport yang biasa ia pakai ketika berangkat sekolah.

Love's Or Happiness? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang