45: Ular Tangga

1K 85 5
                                    

Hufffttt!

Kenaikan kelas akhirnya telah tiba. Amam, Aulia, Aksal, dan Cindy yang sebelumnya duduk dibangku kelas sepuluh kini beranjak naik ke kelas sebelas. Ah, sangat sudah jelas jika Amam itu pintar, mana mungkin, 'kan jika dirinya tidak naik kelas. Toh, nilai rata-rata raport-nya saja didominasi oleh huruf A dan angka diatas sembilan puluh.

"Aull!! Kita sekelas lagi sumpah! Demi apa??? Huwaaa seneng banget!" Amam berlari menghampiri Aulia yang saat ini sedang duduk termenung sendirian di bangku seolah kekurangan zat besi.

Aulia menoleh kearah pintu kelas ketika ia mendengar seseorang memanggil namanya dengan kencang. Ya, Amam-sahabatnya itu ternyata satu kelas lagi bersamanya. Dan itu, membuat seorang Aulia Qirania Pangestu merasa senang.

"Arghhh, kita sekelas lagi, Mam!" jawab Aulia, "Tapi, Cindy sama Aksal nggak sekelas sama kita lagi, Mam." lanjutnya sedih.

Amam mendesah kecewa, "Nggak asik, dong kalo Cindy sama Aksal nggak sekelas sama kita lagi." ujarnya, Amam dan Aulia sangat tidak bisa jika mereka dipisahkan oleh sahabat-sahabatnya itu, begitu juga sebaliknya.

"Iya sama. Gue awalnya nggak ada temen sebelum lo masuk ke kelas ini asli. Kayak apasih, gue kayak gembel di perempatan lampu merah sumpah!" ujarnya Aulia menjelaskan, "Kenapa, sih setiap kenaikan kelas murid-muridnya harus diacak lagi?"

"Kamu nanya?" balas Amam.

Aulia mendengus sebal, "Ngomong kayak gitu lagi, gue tendang sampai Arab lo, Mam!"

Amam meringis mendengarnya. Setelahnya, Amam berhasil memikirkan sebuah ide yang tidak terlalu cemerlang, sih. Lelaki itu mengambil sebuah bangku yang berada tak jauh darinya dan kemudian menarik bangku itu di depan kelas dan menaikinya.

"Hei hei!! Bakso-bakso!" Amam menepuk tangannya keras, membuat seluruh murid yang berada di kelas sibuk mengobrol satu sama lain, kini mengalihkan atensinya pada Amam yang sepertinya ingin membuka konser koplo dadakan.

"Halo... kenalin, nama aku Imanuel Tamam Zaidan, panggil aja Amam." ucapnya lantang, "Dan kenalin, ini sahabat aku yang paling cantik, dia hobi ngemut... permen. Namanya Aulia Qirania Pangestu, panggil aja Aulia. Cantik, 'kan?" Amam memperkenalkan Aulia, namun gadis itu malah malu-malu babi.

Aulia hanya melambaikan tangannya kearah para murid. Sementara Amam, lelaki itu masih berdiri diatas bangku tanpa rasa malu dan canggung sedikitpun. Ah, Amam sudah berubah, ia merasa begitu percaya diri sekarang. Punya sifat sering bersosialisasi itu memang haru. Tapi, Amam sepertinya harus bisa membedakan mana yang harus ditemani dan mana yang harus dijauhi.

"Enggak usah kenalan juga, semua orang udah pada kenal sama lo, Mam." ujar seorang murid perempuan.

Sepertinya, bukan hanya seluruh murid di kelas ini yang sudah kenal dengan Amam. Mungkin, seluruh murid SMA Revazhar juga sudah mengenali Amam, ya? Semenjak Amam memenangkan olimpiade Matematika dan Sains, ditambah juga kejadian yang menimpanya saat Persami di puncak kemarin. Sangat mustahil jika seluruh murid tidak mengenali kekasih dari Devano itu.

Amam tertawa kecil, "Ya udah deh kalo kalian udah pada kenal sama Amam. Kenalin sahabat aku aja, nih" Amam kembali mengenalkan Aulia pada yang lain.

"Udah nggak usah dikenalin, Mam. Nanti juga kelamaan kenal sendiri seiring berjalannya waktu." Aulia mencoba menyuruh Amam untuk turun dari bangku. Namun, lelaki itu masih ngeyel dan masih ingin berdiri diatas bangku tersebut.

"Turun dong, Mam. Nanti kalau lo jatuh, mau gue ketawain?" tanya Aulia.

Amam bersedekap dada mendengar itu, "Definisi tertawa diatas penderitaan orang lain ya, Aul?" balas Amam mendramatis.

Love's Or Happiness? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang