40: Lebah

1.1K 94 6
                                    

Devano melajukan motornya dengan cepat namun pasti. Ia mengendarai motornya membelah jalan raya Ibukota yang ramai oleh kendaraan yang berlalu lalang. Pesona tampan dari pemuda itu bisa dilihat dengan jelas walaupun helm hitam menutupi seluruh wajahnya. Percayalah, jika sudah tampan, mau ditutupi bagaimana pun hasilnya akan tetap sama.

Selang beberapa menit ia mengendarai motornya, akhirnya Devano tiba di depan gerbang sekolah SMA Revazhar. Para murid ternyata sudah berhamburan keluar sembari membawa tas mereka dengan perasaan senang karena rupanya bel pulang sekolah sudah berbunyi.

Devano yang sedari tadi belum melihat kemunculan Amam pun lantas merogoh saku celananya untuk mengambil benda pipihnya.

Bayi besar

Amam?

Baby?

Sayang, hm?

Kenapa nggak aktif? Kuota kamu habis?

Kamu sudah keluar kelas? Kakak tunggu di depan gerbang

Devano berdecak sebal. Pasalnya, pesan yang dikirimkannya pada Amam sejak pagi, siang bahkan saat ini masih centang satu. Apakah bocah itu memblokir nomornya? Ah tidak mungkin, pasti bocil itu tidak akan berani melakukannya.

"Kak Devano?" panggilan itu bukan berasal dari Amam, melainkan Aulia. Gadis itu terlihat begitu cantik dengan rambut panjang yang ia biarkan terurai, dan jangan lupakan juga permen jagoan neon yang selalu menyumpal di mulutnya.

"Kakak lagi nungguin Amam, ya?" lanjutnya, Aulia mendekat kearah Devano yang sedang duduk diatas jok motornya.

"Iya, dia belum keluar?" tanya Devano.

"Udah daritadi, tapi dia lagi bantuin Pak Haris bawain buku paket Ekonomi ke perpustakaan, kak," ujar Aulia menjelaskan.

"Selalu begitu?"

"Iya, dia sering bantu-bantu guru, kak," jawab Aulia, "Kalau begitu aku pulang duluan, ya kak. Kakak aku udah jemput, bai bai kak Devano."

Devano masih menunggu Amam. Entah kenapa lelaki itu masih belum keluar dari sekolah juga. Padahal, Aulia bilang tadi jika Amam hanya membantu Pak Haris membawa buku, tapi kenapa lama sekali? Ini sudah hampir lima menit.

Karena Devano kesal dan lama menunggu, pemuda itu lantas mengenakan kembali helm yang sebelumnya ia lepas dan berniat untuk masuk ke area sekolah dan mencari dimana keberadaan sang empu saat ini.

"Kak Devano..." teriakan itu, membuat sang pemilik nama mengurungkan niatnya untuk menyalakan motor.

Dari kejauhan sana, ada seorang laki-laki yang menatap kearahnya sembari berteriak. Wajah laki-laki itu terlihat tampan, putih pucat dan lesu karena mungkin sudah sangat lelah seharian berada di sekolah.

Devano tersenyum gemas. Amam berlari seperti anak kecil kearahnya. Bisa dilihat rambut hitam legam Amam yang bergerak keatas kebawah setiap kali laki-laki itu melangkahkan kakinya.

"Mau kemana?" tanya Amam, lelaki itu menghampiri Devano dengan nafas yang tak beraturan. Sungguh, hanya berlari empat belas meter saja membuat Amam capek dan ngos-ngosan.

Devano tidak membalasnya, pemuda itu kemudian mengusak rambut Amam gemas dan kemudian merapihkannya lagi, "Jangan lari-lari lagi, nanti jatuh."

Love's Or Happiness? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang