41: Let's Play

1.6K 122 19
                                    

Sekitar pukul lima lewat tiga puluh menit. Kedua pasang mata mungil yang sebelumnya sedang terpejam diatas sebuah kasur kini sudah mulai terbuka secara perlahan. Lelaki itu mengucek matanya setiap kali cahaya matahari menyorot masuk ke dalam retinanya. Wajahnya terlihat sayu, lesu, dan jangan lupakan jiplakan dari bantal yang membekas di wajahnya.

"Ini dimana?" tanya Amam pada dirinya sendiri, lelaki itu menulusuri setiap sudut kamar sesekali memikirkan dimana ia berada saat ini.

Setelahnya, Amam berjalan kearah pintu kamar yang tertutup rapat. Amam tau jika saat ini mungkin ia sedang berada di kamar kakak kelasnya Devano, kan?

Amam berdiri mematung tepat di depan pintu dan mencoba untuk membukanya. Tapi nihil, usaha demi usaha, dorongan demi dorongan yang ia lakukan tidak membuat pintu itu terbuka sedikitpun. Dan tunggu ... Pintunya berbeda!! Ada kalkulator atau apa di samping pintu itu?

Amam menggeram kesal. Ternyata itu bukan kalkulator yang sering ia pakai ketika sulit menghitung angka Matematika. Lelaki mungil itu kemudian memukul pintu kamar dengan keras dan cukup kasar. "SIAPAPUN YANG DILUAR TOLONG... BUKA PINTUNYA HUWAAAA!!"

Brak

Bugh

Brugh

Suara pukulan dan dobrakan pintu yang dibuat oleh Amam saat itu pun terdengar sangat jelas hingga lantai bawah apartemen, membuat seluruh penghuni di lantai itu termasuk Devano dan Devania mendongak kearah sumber suara. Itu berasal dari kamar Devano!

"Dev?" panggil Devania, Devano menoleh saat itu juga.

Devano yang paham dengan maksud sang mama memanggilnya itu lantas menyudahi acara bermain laptopnya dan dengan segera bergegas menuju kamar. Bayi kesayangannya sudah bangun dan sekarang ngamuk nggak jelas, ditinggalin dominan sendirian di kamar nggak enak tau.

Devano menaikki anak tangga lantai dua apartemen dengan cepat sesekali tertawa kecil karena suara dobrakan pintu yang Amam buat semakin menjadi-jadi. Setelah sampai, Devano membuka pintunya dengan cara mengetik kode rahasia yang berada di samping pintu kamar pribadinya itu.

Dan benar saja, setelah pintu terbuka terlihat dengan jelas Amam yang cemberut kesal sedang menatap kearahnya.

"Kenapa?" tanya Devano.

"Kakak ngeselin!" Amam melipatkan kedua tangannya di depan dada karena kesal.

"Ngeselin kenapa hm?"

"Kakak tinggalin aku sendirian di kamar! Mana pintunya dikunci!" Amam benar-benar jengkel dan kesal. Entah kenapa Devano selalu membuatnya emosi, marah, dan kesal. Sudah tercatat ada tiga kakak kelas yang selalu membuatnya kesal sekarang. Mari kita spil. Yang pertama ada Keandra, yang kedua ada Alvaro dan sekarang bertambah satu yaitu Devano. Semoga untuk kedepannya tidak bertambah lagi angka kakak kelas yang gemar sekali menjahilinya itu.

"Maaf." hanya perkataan itu yang dapat Devano jawab.

Amam mendengus kesal. Ia membuang wajah gantengnya kesamping dan tidak mau menatap wajah kakak kelasnya. Bibirnya pun dibuat mengerucut seperti bebek setiap kali Devano mencoba membujuknya. Devano yang notabennya di cap sebagai Seme pekaan itupun lantas berjongkok tepat di hadapan bocil penyuka susu kesayangannya itu.

Devano mengusak rambut Amam dengan gemas, "Kamu mau makan?"

Hening. Tidak ada jawaban dari Amam. Cowok itu masih mengerucutkan bibirnya. Entah kenapa, kayaknya asik banget deh ngelakuin itu. Kalian coba deh.

"Jangan mulai," ucap Devano memperingatkan.

Amam mengerutkan dahinya bingung, "Apanya yang mulai?"

"Bibir kamu."

Love's Or Happiness? [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang