#Chapter 1 : The story of dear

36 4 0
                                    

"Aku percaya pada diriku sendiri, tapi mengapa orang lain tidak bisa mempercayaiku?"

***

8 tahun setelah itu...

Saat ini langit di penuhi awan hitam, sepertinya akan turun hujan. Aku berlari dengan langkah kecil mendekati makam saudara kembarku. Karel sudah meninggal. Kini aku tak memiliki seseorang sepertinya lagi di sisiku. Dia masih begitu muda, tapi hidupnya telah berakhir, sungguh menyakitkan bahwa kenyataan begitu kejam pada kami.

Aku tumbuh seorang diri, kini aku berusia 16 tahun. Padahal hanya harus menunggu sebentar lagi, maka kami akan tumbuh bersama-sama. Rasanya begitu buruk karena hanya aku yang bertambah usia.

Rintik hujan mulai menetes di atas kepalaku, aku menyayangkan hal ini, padahal aku baru sampai, tapi alam seolah menginginkanku untuk segera pergi dari tempat ini. Jika tak memikirkan Ibuku, aku bisa saja tetap berada di sini, aku tidak peduli jika pakaianku harus basah hanya karena guyuran hujan.

Hujan semakin deras ketika aku sampai di halte bus. Aku berteduh di pinggir jalan menunggu datangnya bus untuk mengantarku pulang.

Aku merasa tak nyaman menyadari seorang laki-laki menatapku dengan intens. Aku menghela napas gusar, aku risih dengan tatapannya. Aku sempat melirik dan menyadari bahwa laki-laki tersebut mengenakan seragam yang sama dengan seragam sekolah milikku.

"Aku gak punya temen kayak dia, siapa, ya? Anak dari kelas lain? Kakak kelas?" batinku bertanya-tanya.

Dia bahkan naik ke bus yang sama dengan tujuanku. Dia masih menatapku, apa karena aku memakai seragam yang sama dengannya, haruskah aku menyapanya? Tapi dia terlihat mencurigakan.

Aku berusaha mengabaikan hal tersebut, aku turun dari dalam bus dan berlari menembus hujan. Aku harus segera tiba di rumah, Ibuku mungkin sudah menunggu.

Aku tiba di rumah ketika keadaan rumah begitu gelap dan sunyi. Ibuku ada di dalam kamarnya, mungkin tertidur. Ibuku, sakit.

Kami hanya tinggal berdua. Ayahku masih hidup, entah di mana. Beliau meninggalkan rumah ketika aku masih duduk di bangku kelas 5 SD. Dia pergi begitu saja, tidak ada yang tahu pasti kemana dirinya pergi. Kami sudah melupakannya, tidak ada yang harus di ingat dari seseorang yang meninggalkan keluarganya begitu saja.

Dia tidak harus pergi, tapi memilih untuk meninggalkan kami, apakah itu masuk akal? Mungkin iya, jika alasannya karena dia mencintai wanita lain, tapi aku rasa bukan itu alasannya, ayahku cukup setia.

Setia? Aku menertawakan pemikiranku, lalu mengapa dia meninggalkan keluarganya, alasan apa yang mengharuskah seorang kepala rumah tangga mencampakan keluarganya.

Sudahlah, tidak perlu di bahas.

Hidupku cukup berbeda, aku masih memiliki seorang Ibu, tapi keadaanku sedikit berbeda dari keluarga lainnya. Aku tak ingin mengasihani diriku, tapi sepertinya orang-orang akan melakukan hal itu kepadaku. Karena itu, aku tidak ingin membiarkan orang-orang mengetahui keadaan keluargaku yang seperti ini.

Seperti yang sudah aku katakan barusan, Ayahku meninggalkan kami. Lalu, saudara kembarku meninggal dunia. Kemudian, Ibuku sakit. Aku tidak mengenal keluarga lainnya, kami memutuskan kontak dengan mereka semua, aku bahkan melupakan wajah kakek dan nenekku.

Ibuku sakit, dari luar dia mungkin nampak baik-baik saja, dia begitu sehat. Dia masih terlihat sangat cantik dan muda, dia masih terlihat normal. Tapi hatinya sakit, dia begitu terluka. Mudahnya, dia mengidap depresi, sesekali juga berhalusinasi, kondisinya tak menentu.

Sepertinya Ibuku tidak lagi memiliki semangat hidup, dia begitu putus asa atas hidupnya. Dia telah kehilangan segalanya. Tidak ada lagi yang dia miliki, tidak ada lagi yang ingin dia pertahanankan dalam hidupnya. Dunianya telah hancur, setidaknya begitu baginya.

Dear, diaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang