#Chapter 13 : That's Okay

6 3 0
                                    

Sepulang sekolah aku, Sophia, Irene, Leo beserta Yian pergi ke kafe belajar di dekat sekolah. Setelah kejadian sore itu, ketika kami bertengkar dengan Leo, tiba-tiba kami menjadi lebih dekat. Kami membuat kelompok belajar meski Leo berasal dari kelas yang berbeda. Leo dan Yian mulai berteman setelah kejadian itu. Sebenarnya aku senang karena pada akhirnya ada yang bisa menemani Yian, meski Leo lebih terlihat seperti mengikuti Yian.

"Gue ke toilet dulu" ucapku. Sekembalinya dari toilet aku melihat Arlen bersama seorang perempuan yang tak lain adalah Karla, perempuan yang pernah aku temui di depan kelasnya waktu itu. Tadinya aku hanya akan melewati keduanya namun sebelum sempat melakukan hal itu aku tanpa sengaja mendengar percakapan keduanya yang terdengar kurang baik.

"Gue memang pernah suka sama lo, tapi emangnya seburuk itu? Kenapa lo harus terang-terangan merasa terganggu di depan anak-anak?!" tegur Karla, terdengar geram.

Arlen hanya berdiri tegak dengan wajah yang nampak kesal.

"Lo kira karena lo punya segalanya, lo bisa bertindak semau lo? Orang kaya kayak lo memang gak punya perasaan" maki Karla.

Arlen masih tetap diam tanpa membalas ucapan perempuan di hadapannya, tiba-tiba saja Karla menundukkan kepalanya dan mulai menangis. Aku terkejut melihat hal tersebut, aku kembali bersembunyi masih tak percaya dengan apa yang baru saja aku lihat.

"Gimana ini, masa harus nunggu sampe mereka pergi" batinku.

"Gua gak bisa nerima perasaan lu" ucap Arlen.

Karla menyeringai merasa pahit, setelah itu dia tak lagi mengatakan apapun.

"Dariawal gua udah bilang gua gak suka sama lu" ucap Arlen tegas.

Aku merasa bersalah karena harus mendengar percakapan keduanya. Namun tiba-tiba Irene datang dan berpapasan denganku sehingga membuat Arlen dan Karla sadar bahwa aku berada di sana.

"Mika, ngapain di sini? yang lain udah mau pulang" ucap Irene. Aku telat memperingatkan Irene agar tak memanggilku, kemudian Karla berjalan dengan cepat ke arah ku.

"Lo? sejak kapan?" tanyanya panik.

"S-siapa?" tanyaku pura-pura tak mengenalnya.

Wajah Karla menjadi pucat kemudian ia segera berjalan meninggalkan kami, Arlen masih mematung di tempat, lagi-lagi mata kami bertemu.

"Ayo pulang" ucapku pelan pada Irene.

Aku dan Irene berjalan melalui Arlen yang masih berdiri di tempatnya, aku merasa canggung karena harus berada di dalam situasi seperti ini. Di perjalanan pulang bersama Yian, aku masih memikirkan apa yang barusan terjadi.

"Apa Yian juga bakal ngelakuin apa yang Arlen lakuin ke Karla barusan kalo aku bilang aku suka sama dia" pikirku.

"Besok lu ada waktu?" tanya Yian.

"Mika?" panggil Yian memecah lamunanku.

"Kenapa?" tanyaku.

"Mikirin apaan?" tanyanya.

Tiba-tiba masuk sebuah pesan dari Irene. "Mika, gue punya 2 tiket film, gue mau ajak Yian buat nonton, jadi gue bakal bilang ke dia kalo lo sama Sophia gak bisa pergi besok" pesan dari Irene. Aku menghela napas berat setelah membalas pesan dari Irene, aku tahu seharusnya aku tak boleh merasa seperti ini.

"Besok mau pergi ke pantai?" tanya Yian lagi.

"Pantai?" tanyaku.

"Iya, lo bilang lo suka laut" ungkapnya.

"Sorry Yian, besok gue ada janji" jawabku, berbohong.

"Oh... okay, yaudah" ucapnya kecewa.

Langkahku terasa menjadi lebih berat, aku tak ingin segera berpisah dengan Yian. Namun terlanjur berada di depan rumahku. Aku tak ingin menjadi serakah dan berakhir kehilangan segalanya, aku sudah merasa bahagia memiliki Yian, Irene dan Sophia sebagai teman baikku,

Dear, diaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang