3. terasa agak jauh

353 66 15
                                    

Tristan duduk di meja makan menunggu waktunya adzan untuk membatalkan puasa hari itu dengan lemes. Nggak puasa aja dia lemes, apalagi puasa. Sebenernya nggak lemes sih, emang begitu pembawaannya.

Hari ini Tristan buka di rumah soalnya emang dari kemarin kerja dekat rumah sampai malam. Jadi pulangnya ke rumah. Ada Papah, Mamah dan Tristan. Kian masih di atas, lagi mandi. Jarang-jarang bisa kumpul gini sebenernya.

"Adek, nggak mau pindah ke rumah aja?" tanya Mamah membuka percakapan.

"Emang selama ini aku pindah rumah ya, Mah?" tanya Tristan.

"Kan kamu ngekos." sahut Mamah. Papah masih sibuk sama HP nya sambil pakai kaca mata di ujung hidung khas orang tua.

"Iya sih, emang kenapa pindah ke rumah?" 

"Mamah kasian aja liat kamu bolak balik rumah sama kos. Tempat kerja kamu juga jauh dari kos."

Tristan mengangguk membenarkan.

"Emang gak betah ya di rumah?" tanya Mamah lagi.

"Nggak gitu, Mah." jawab Tristan seadanya.

"Kamu sudah berhenti kerja sama Kian ya?" tanya Papah setelah selesai sama urusan HPnya.

"Sudah, Pah."

"Kenapa? Kamu gak mau punya kerjaan tetap? Katanya sudah mau dijadiin karyawan kontrak?"

"Kerjaanku lagi banyak kemarin. Gak bisa handle dua-duanya." jawab Tristan agak malas. Soalnya ini sudah agak menjorok ke arah pilihan hidupnya. Padahal udah tenang si Tristan gak pernah dengar beginian lagi.

"Ya nggak usah diterima semua lah."

Tristan diam aja. Gak mau jawabin.

"Di rumah sakit lagi buka lowongan untuk bagian promosi dan humas. Masukin lamaran aja ke sana."

"Iya nanti dipikirin." Jawab Tristan kemudian Papah ga nyahut lagi soalnya lagi ngurusin HP lagi.

"Gimana, Dek?" tanya Mamah.

"Gimana apanya?"

"Mau gak tinggal di rumah lagi?"

"Aku kan udah sering tidur di rumah, Mah. Sama aja mau pindah dari kos apa engga."

"Apa sih istimewanya di sana? Perasaan isinya bocil-bocil?" tanya Papah, Tristan dengernya ada nada merendahkan di sana.

"Mereka pada baik-baik kok."

"Sayang aja kalau berteman gak ada timbal baliknya." sahut Papah lagi.

"Timbal balik gak mesti berupa materi aja kali, Pah. Banyak hal baik yang aku dapat dari mereka kok."

"Kamu gak pernah diporotin di sana?"

"Apasih, Pah? Kok mikirnya jelek banget. Kalau mereka benalu juga aku gak akan betah tinggal di sana lama-lama." kilah Tristan kesel. Dia udah beneran kesel sama sikap Papah nya yang selalu merendahkan orang lain. 

"Biarin aja dia tinggal di sana selagi bisa. Selama ini aku gak pernah liat dia punya temen deket sampai dibawa ke rumah berkali-kali." timpal Kian yang baru turun dari tangga dengan loose pants hitam dan kaos abu-abu lengan panjang. Baru aja mandi dan harumnya kemana-mana.

"Mau kemana, Bang?" tanya Mamah.

"Nggak kemana-mana. Mau buka bareng aja di sini." jawab Kian kemudian narik kursi di sebelah Tristan.

"Ya kan siapa tau dia di sana dimanfaatin. Di posisi kamu begini kan gak banyak orang yang bisa tulus temenan sama kamu." timpal Papah lagi masih gak mau kalah.

2.0 HOME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang