Waktu yang ditunggu-tunggu telah tiba, alias weekend. Habis pada sahur dan ibadah subuh bisa tidur sampai puas.
Tapi sayang, beberapa orang ada yang masih tetap harus kerja walau sudah hari Sabtu.
Kayak Sakala misalnya. Hari Sabtu dia tetap harus masuk kerja walau cuma setengah hari.
Waktu jaman kuliah, Sakala adalah orang yang paling gak rela kalau jatah absennya per mata kuliah gak dipakai. Jadi kadang, walau gak ada janji apa-apa. Sakala bakal gak masuk untuk memberdayakan kebaikan pihak kampus memberikan mahasiswanya jatah libur walau harus ketinggalan kelas.
Tapi semenjak kerja, Sakala bisa dihitung jari dah waktu liburnya. Bahkan di tahun pertama dia gak pernah sama sekali gak masuk. Di tahun kedua juga cuma 2 kali, itupun karena sakit.
Bukan karena dia workaholic, tapi rasa tanggung jawabnya atas kerjaannya itu besar sekali. Kalau bukan Sakala siapa lagi yang ngerjain? Ya bisa sih di back up sama temannya, tapi tetap aja gak totalitas dan dia akan tetap dihubungi untuk ditanya hal ini dan itu. Jadi mending dia masuk aja walau kadang udah sakit sampai meler-meler dan batuk-batuk.
Ternyata rasa tanggung jawab itu terbentuk dengan sendirinya.
Sakala paling gak suka kalau dia harus dimarahi karena kerjaannya gak dilakukan. Berarti dia udah lalai banget. Tapi kalau karena kerjaan salah, setidaknya Sakala sudah mengerjakannya walau gak bener.
Jadi pagi itu, Sakala kembali ke kantor untuk menyelesaikan kerjaan yang kemarin tertunda. Untung setiap hari sabtu semua karyawan dibebaskan untuk pakai baju apa aja. Jadi hari itu Sakala cuma pakai jins hitam, kaos hitam dan jaket biru tua. Nyaman lah.
Setelah laporan-laporan yang urgent dikirim, Sakala main ke bagian produksi, sekalian nganter dokumen hasil rapat sama tim RnD kemarin.
Selesai urusan dengan operasionalnya produksi. Sakala ke belakang gudang. Tempat orang-orang biasanya ngumpul sambil nyebat. Tapi karena ini bulan puasa, gak banyak yang melakukan hal itu.
"Bu, Nutrisari mangga 1 ya." Kata Iqbal ke ibu warung yang jualan di belakang kantor.
"Puasa, gila." Kata Sakala setelah datang.
"Gak kuat gue, Sak. Panas banget anjir." Jawab Iqbal dengan wajah memelasnya sambil kipasan pakai tangan.
"Baru panas matahari, belum panas neraka." Kata Sakala lagi.
Yang lainnya ketawa.
"Iya besok gue puasa lagi." Jawab Iqbal.
Sakala duduk di bangku ala-ala yang ada di situ. Ngobrol santai sambil liatin lapangan bola yang lagi rame sama anak-anak lingkungan sekitar.
Mereka ngobrolin masalah teman satu kantor lainnya, masalah produk baru yang habis dibahas kemarin, masalah puasa tahun ini.
Lumayan banyak.
"Senin kita buka di kantor deh kayaknya." Kata Mas Bagus yang baru datang dengan wajah kecutnya.
"Kok kayaknya?" Tanya Sakala.
"Iya gue nguping omongan Pak Hendra sama Pak Deny tadi."
"Buka dimana ya kita kali ini." Kata Iqbal sambil nerawang sambil minum es Nutrisari.
"Eh, gila lo ya minum es siang-siang gini." Kata Mas Bagus pas sadar kelakuan Iqbal yang lagu jongkok di sebrangnya.
"Hehehe, iya gue gak kuat tadi. Panas banget, mana di pabrik AC nya ada yang rusak." Jawab Iqbal cengengesan.
"Bal, Bal, cepet nikah lo terus punya anak. Tobat li ntar kayak gue." Kata Mas Bagus.
"Lo dulu suka puasa bedug ya, Mas?" Tanya Ferdi.
"Iya, dulu gue kalo lagi di lapangan terus siang-siang liat orang makan, gue bisa masuk warung juga. Atau kalau gue udah kepanasan banget gue melipir beli air es." Jawab Mas Bagus.
"Allah is watching, Mas." Komentar Sakala sambil ketawa.
"Iya dulu gue nakal banget dah. Tapi sejak anak gue lahir, malu gue mau begitu. Emang anak membawa berkah." Kata Mas Bagus sambil mengusap tangannya di wajah.
"Gimana jadi Bapak, Mas?" Tanya Sakala.
"Susah susah gampang sih. Kadang capek, kadang seru, kadang terharu." Jawab Mas Bagus sambil senyam senyum bayangin anak kecilnya di rumah.
"Seru banget pasti." Kata Sakala.
"Kalo diliat serunya ya seru, diliat susahnya ya susah." Kata Ferdi.
"Ya kalo lo liat jeleknya terus ya gak akan maju. Namanya idup ga selamanya baik, Fer. Tapi seiring bertambahnya usia, kalo udah kayak gua, udah gak ada lagi temen main, temen hura-hura. Yang ada cuma keluarga. Udah punya fokusnya masing-masing." Sahut Mas Bagus membungkam semua orang.
***
"Beli apa ya..." Kata Anggara begitu masuk ke pasar ramadhan.
"Banyak banget, jadi bingung." Sahut Kevin.
"Telusuri aja dulu. Kalo ada yang menarik ya mampir." Jawab Yoga.
Iya, mereka bertiga lagi jalan-jalan ke pasar ramadhan. Katanya sekali-kali belanja yang niat. Jadi gak buka sama gorengan Bu Tum mulu yang tahu isinya bisa bikin sakit gigi karena alot.
Dengan gaya santai celana pendek dan kaosan doang, mereka menyusuri satu demi satu lapak orang jualan di sana. Ada macem-macem banget. Mulai dari yang manis, yang asin, yang seger, makanan berat, lauk pauk, sayuran. Komplit.
Tapi sudah bolak-balik belum satupun ada yang mereka beli. Padahal udah capek.
"Duh, gak beli-beli kalo gini mah." Kata Kevin, "kita tentuin aja dah. Mau minuman apa?"
"Es kelapa? Es campur?" Tanya Yoga.
"Apa kita lempar di grup aja?" Saran Anggara.
"Aduh gak akan kelar..." Kilah Kevin.
"Coba aja dulu... Kita beli gorengan itu aja sementara nunggu orang-orang menentukan." Kata Anggara.
"Ya udah deh."
Yoga mengetik nanya di grup mau es apa, sementara Kevin dan Anggara menuju ke lapak gorengan.
Akhirnya mereka beli tahu bakso, sosis solo, lumpia rebung, risol, pisang ijo sama tahu gejrot.
Udah keliling setengah jam. Di grup juga belum nemu ujungnya.
"Udah gue bilang, jangan tanya di grup. Ntar lo makin bingung." Kata Kevin.
"Dahlah, beli aja setengah-setengah. Ntar yang gak kebagian harus nerima sisanya." Anggara ikut menyerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
2.0 HOME
Fiksi PenggemarTiga Puluh Hari part 2 atau yang sekarang diberi nama 'HOME' akan menjadi cerita bersambung milik lokalantheboyz yang kedua. Kali ini masih akan sama, masih menceritakan keseharian mereka. Namun akan sedikit berbeda karena akan ada penambahan variab...