10. semua punya cerita

277 62 19
                                    

Sebagai seorang pekerja tentu saja akan dan pernah menghadapi perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Jadi kita gak akan menemukan orang yang benar-benar baik di sana. Mereka harus bertanggung jawab atas tugasnya bersamaan dengan bertentangan dengan sifat dan perilaku mereka.

Contohnya aja si Jeje. Laki-laki yang kita panggil dia malaikat ini gak berlaku di kantor. Jeje tetap menyebalkan untuk sebagian orang yang kerjaannya berhubungan dengan dia. Jeje sering banget dibilang pelit dan medit toleransi masalah absensi. Padahal memang sudah SOP nya begitu dan Jeje cuma mempertegas dan menerapkan yang ada (karena diapun diawasi oleh atasannya), tapi karyawan lain lebih sering ngeyel dan akhirnya gak bisa ditoleransi.

Jadi orang-orang di luar departemen yang sama dengan Jeje akan melihat Jeje sebagai pribadi yang kolot dan nyebelin. Tapi untuk orang-orang yang sudah dekat sama Jeje secara personal akan melihat laki-laki itu sangat lembut dan baik hati.

Itu lah yang disebut dengan profesional.

So far so good sih, Jeje merasa nyaman kerja di situ walau kadang memang ada hari-hari melelahkannya. Tapi namanya juga kerja, gak ada yang enak melulu.

Kayak hari itu, Jeje diprotes karyawan lain tentang pengumuman tanggal diserahkannya THR, insentif dan gajisn April. Padahal dia juga diinfoin dari atas hari itu juga.

Lebih telat 2 hari aja sebenarnya, tapi orang-orang marah-marahnya udah kayak telat 2 minggu.

"Masih pada ngomelin lo?" Tanya Tasya teman satu divisi Jeje.

Jeje ngangguk sambil ketawa kecil, "biasa lah. Kalo masalah uang kan sensitif." Jawab Jeje.

"Apalagi orang-orang marketing tuh, beh pokoknya protes adalah nomor satu." Dengus Beni.

"Mungkin mereka udah janji bayar ini itu tanggal segitu, taunya diundur. Gak ada yang bisa diomelin kalo bukan gue yang ngumumin." Kata Jeje.

"Je, lo mending sekali-kali katain mereka pantek. Atau pukul aja kepalanya. Jangan iya-iya aja." Saran Beni yang gemes liat Jeje ini nerima banget.

Jeje dan Tasya ketawa dengernya.

"Gak lah, sabar sabar."

"Gue yang puasa, lo yang sabar. Emang lo antik banget." Kata Beni.

"Lo aja sumbu pendek, Ben." Sahut Tasya.

"Eh, apa lo psikopat ya? Soalnya biasanya psikopat di drama-drama tuh yang baik-baik kayak gini. Lo jangan-jangan udah merencanakan pembunuhan ya?" Tanya Beni makin ngawur.

"Sembarangan lo kalo ngomong." Tasya memukul pundak Beni.

Sementara Jeje menjawab, "kalo mereka kenapa-kenapa berarti gue pelakunya ya."

Yang bikin Tasya apalagi Beni merinding.

Jeje malah ketawa ngakak banget.





***




Beberpa hari belakangan ini Tristan jadi kepikiran soal pindah tempat tinggal untuk kembali ke rumah. Gimanapun juga Tristan pasti lebih berat ke Mamah. 

Kalau dipikir-pikir, dia udah gak butuh alasan yang lebih lagi untuk benar-benar pindah. Bang Kian bakal pindah dah Mamah pasti bakal kesepian di rumah. Walau dia punya usaha kan tapi dia punya tim manajemen yang gak mengharuskan dia untuk bergabung dalam alurnya. Jadi kebanyakan waktunya di rumah. Belum lagi tempat kerja Tristan sekarang memang lebih dekat ke rumah, setidaknya untuk beberapa bulan ke depan deh. Tristan sudah jarang balik ke kos, kalau pulang malam dia lebih nyaman ke rumah. Ngomongin soal fasilitas, tentu aja di rumahnya serba ada. Makan juga dia gak perlu mikir. Kalau di kos, Tristan sering skip makan karena dia males mikir mau makan apa kecuali ada yang ajak makan. Dulu sih dia masih kerja di kantornya Bang Kian, jadi paling cuma skip makan malam dan sarapan. Tapi sejak jadi freelancer lagi, jam kerja Tristan gak beraturan. Kadang dia kerja malam, kadang siang, kadang pagi. Ya walaupun gak setiap hari juga sih.

2.0 HOME Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang