10. Mental cupu

1K 119 5
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

•••

Tok tok tok

Sebenarnya banyak anak santri yang melihat kedatangan mereka dengan pandangan berbeda. Airin saja sampai ngumpet di ketiak Ali ketika dengan terang-terangan ada segelintir santriwati yang menyindir, namun masih nada halus. Biarkan saja Airin tidak memperdulikan itu, begitupun dengan suaminya.

"Assalamualaikum." Airin berujar duluan, Ali sedari tadi hanya diam. Lebih tepatnya menunduk, melihat cokornya yang terbalut sandal.

Airin sudah menyiapkan banyak persiapan, dari mental nya, maupun fisiknya. Tapi dengan hal yang seharusnya ia bawa sebagai buah tangan untuk keluarga Ali sama sekali tidak ia pikirkan. Bagaimana berfikir, membeli beras untuk makan sehari-hari saja masih terasa berat. Menurutnya lebih baik tangan kosong daripada sama sekali tidak berkunjung.

Apa iya, makanan dari sumbangan akan Airin bagi lagi untuk keluarganya? Tidak mungkin kan.

"Wa—"

"Waalaikumsalam," jawab perempuan yang umurnya sekitar kakak Ulpi, iya seumuran suaminya.

Airin ikut tersenyum kikuk. Tujuannya kesini malah jadi lupa untuk apa.

"Cari siapa ya?"

"Em." Buru-buru Airin menyenggol Ali, gimana sih.

Kok kepalanya nunduk terus, tapi karena penasaran Airin ikut menunduk.

Astaghfirullah, batin Airin.

"Kenapa nggak bilang?" bisiknya setelah itu melihat wajah Ali yang sembab.

Pasalnya kaki Ali terinjak kakinya sendiri, jadilah agak memerah. Tapi sepenuhnya bukan kesalahan Airin, dia sendiri juga ikut salah.

Perempuan itu mengerjap. "Aduh, kok nangis."

Saat melihat pertama kali wajahnya, dia terkagum sejenak. Makanya buru-buru perempuan itu mengambil sesuatu di tas, dan tanpa meliha Airin yang seperti banteng akan nyeruduk langsung saja mengusap air mata Ali.

"Heh," cempreng Airin.

Entah darimana sikap nya jadi seperti ini, yang jelas Airin sudah terbiasa.

Ali kaget, begitu juga dengan perempuan itu. Tisunya langsung jatuh ke bawah.

"Saya dengan suami kesini mencari umma dan abba, beliau ada di dalam 'kan?"

"O-oh ada, mari masuk." Sepertinya dia sudah cukup mendengar suara cempreng Airin, makanya dia tidak menunda lagi untuk keduanya agar segera di beri jalan masuk.

Sekarang sikap malu dan takut Airin kembali, membuat perempuan yang sedari tadi meliriknya merasa aneh.

Mereka sekitar ada lima orang  menghentikan obrolan, digantikan menatap Ali dan Airin bergantian.

"Kalian?!"

Deg, deg, deg.

Dugem sudah, jantung Airin bertedak cepat.

Ali panas dingin.

Aura-aura yang tidak mengenakan tercium jelas, padahal tidak berbau.

Deg, deg, deg, deg.

Dung tananananana dung tananananana dung~

"Akhirnya nurunin ego juga," sendu Hazna memeluk kedua putra putrinya.

Setetes dua tetes keluar di mata Hazna, dia rindu dengan laki-laki ini. Mengapa cepat sekali tumbuh sebesar ini? Makan apa dia.

Meler, Ali mengusap ingusnya. Menurunkan badan diikuti Airin pula, entah maksud tujuannya apa yang terpenting Airin tidak ingin ditanyai sendiri.

ALI HAZBI (NEW VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang