2. Terungkapnya masa lalu

1.4K 165 2
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

•••

Ali yang baru saja pulang bersama adiknya mendapati kedua orangtuanya sedang duduk bersama. Ternyata mereka sedang menunggunya untuk berbicara hal serius. Dengan begitu, Ulpi pun yang tadinya berisi keras ingin duduk akhirnya menurut untuk masuk ke dalam kamarnya.

"Gimana kabarnya bang, sehat?"

Tidak ada kata yang keluar, hanya mengangguk saja. Pertanyaan yang membuat siapa saja terkejut, padahal hidupnya juga terlihat oleh kedua pasang mata tiap orang.

Hazna terkekeh kecil. "Pasti bingung ya kenapa umma dan abba suruh kamu duduk di sini."

"Iya umma," jawab Ali seadanya.

"Yasudah, umma langsung ke point nya saja. Abang jangan langsung tersinggung, dengerin perkataan umma baik-baik."

"Kalau selama di Oman, gimana?" Suara Hazna sudah bergetar, untuk melanjutkan semua perbincangan rasanya sangat lemas.

Ali tidak mengerti, ia tak tega melihat ibunya bersedih. Ketika akan menenangkan, tentunya sudah ada sang ayah yang dengan sigap mengelus pundak Hazna.

"Abang disana juga sehat, umma."

"Bohong," tandas Hazna meredakan isak tangis.

"Nyatanya hidup kamu di sana enggak tercukupi, kamu kerja jadi tukang parkir yang gajinya nggak seberapa buat kamu hidup di negara orang."

"Kenapa, bang? Kenapa uang yang selalu kami transfer nggak pernah kamu ambil? Apa uangnya kurang? Atau bagaimana. Umma merasa sedih di sini, kami selalu makan enak sedangkan kamu di sana nggak tahu makan atau tidak."

Ali terdiam, belum saatnya ia berkata jujur. Namun keadaan yang mendesak. Matanya ikut memburam, ingin menjelaskan tapi sulit mengatakan.

"Sesekali umma dan abba datang ke sana, kamu terlihat senang. Padahal di sorot mata kamu banyak kesedihan. Umma ingin bertanya, tapi kamu selalu berdalih ingin melanjutkan hafalan."

"Kami merasa di anggap tiada oleh kamu kalau abang berbuat seperti itu. Kami orang tua abang, tentunya kalau anak meminta apapun akan kami turuti," tuturnya menatap layu sang anak.

Tidak, Ali sudah tak sanggup melihat wanita tercintanya berlinang air mata terlalu banyak. Dengan sekali tarikan nafas, Ali menjawab. "Hazbi bukan darah daging umma dan abba. Terlebih orang tua Hazbi lah yang sudah berbuat jahat pada kalian."

Tampak Athar melirik Ali, sorot matanya yang sedari datar kini melemah. Memang seharusnya dia berkata jujur sedari dulu, tapi suatu alasan yang dibuat-buat nya sendiri membuat Athar tak sanggup bila Ali memilih pergi dari keluarganya. Namun nyatanya, bagaikan bangkai yang di rahasiakan pasti akan tercium juga.

Athar mengelus tangan istrinya. "Biarkan Hazbi berbicara."

"Hazbi merasa tidak pantas mendapatkan itu semua. Seharusnya kalian fokus pada Ulpi saja, dengan adanya uang atau tidak Hazbi masih bisa hidup. Dan soal harta warisan, Hazbi tidak mau. Berikan pada adik tercinta Hazbi, itu sudah cukup buat Hazbi senang."

"Maafkan ayah kandung aku yang bejat itu. Dia sudah mengurung umma, istri tercintanya abba. Hazbi tidak sanggup membayangkan bagaimana kondisi umma saat itu, padahal umma sendiri sedang mengandung adek."

Tentang kejadian penculikan, Ali ada di tempat TKP. Dia di jadikan sandra, namun di umurnya yang masih sangat kecil tentunya ia tak paham dengan kejadian yang dia lihat.

Mengingat bagaimana Athar tahu bahwa Ali adalah anak Ken -Ayah kandung Ali. Athar di beri tahukan oleh rekan Langit jikalau pria itu memiliki seorang anak laki-laki yang sayangnya sedari dulu tak pernah di anggap. Ali yang masih berumur 4 tahun di tempat TKP pun hanya menatap kosong sekumpulan mayat di sana, terlebih dengan orang yang selalu menyiksanya di rumah sudah bersimbah darah. Ali tidak tahu jika orang itu adalah ayahnya, ayah yang tidak pernah menganggap nya ada.

ALI HAZBI (NEW VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang