5. Hidup baru

1.5K 153 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

•••

Karenanya, Ali seperti gelandangan.

Kedua insan itu, maksudnya dengan keputusan terakhir Ali memilih pergi dari ndalem. Keributan kembali terjadi setelah sholat isya terlaksanakan. Airin hanya bisa menghela nafasnya, tidak bisa lagi membujuk Ali untuk tidak bertindak gegabah seperti sekarang ini.

Airin tidak masalah jika ia direndahkan. Namun ketika Ali yang melihat sendiri bahwa istrinya direndahkan didepan khalayak ramai membuat pria itu naik pitam. Dengan lantang Ali berucap sambil menatap lembut wajah istrinya yang hanya bisa menunduk dalam.

"Saya, Ali Hazbi Kaysan memutuskan hubungan di pesantren Al Hikmah!"

Suasana yang mendung di iringi gurau petir yang menyambar saat itu juga, semuanya menjadi panik.

Hazna sebagai seorang ibu tidak bisa lagi membendung isak tangisannya. Dia telat, anak laki-lakinya yang telah lama dia asuh akhirnya memilih pergi. Hal inilah yang sangat di takutkan Hazna.

"Ya Allah." Lirihan seorang ibu membangunkan Ali dari keterpurukannya.

Ali berlutut di kaki Hazna. "Maafkan Hazbi umma. Akan tetap ada persaudaraan di antara Hazbi dan umma, tapi bukan lagi sebagai anak melainkan saudara seumat."

Tangis Hazna kian kencang. Wanita itu sampai memukul dadanya sendiri karena sesak. Tanpa bisa menjawan apapun, Hazna pergi. Meninggalkan Ali yang terdiam melihat wanita pembawa surganya meneteskan air mata.

"Kamu hebat putraku, telah membuat seorang ibu menangis," bisik Athar mengikuti kemana istrinya pergi.

Air mata Ali tanpa sadar keluar. Dia sudah durhaka pada kedua orang tuanya.

Ali bingung. Satu sisi dia sudah jatuh cinta pada istrinya yang akan ia bimbing menuju surga bersama, di sisi lain ada kedua orang tuanya yang masih sangat sayang padanya. Dia harus bagaimana? Membiarkan istrinya menjadi bahan cemoohan di depan para santri lainnya, atau harus kembali pada keluarga yang sudah merawatnya dengan baik.

"Kamu tidak apa-apa kan tinggal di kontrakan kecil seperti ini dengan saya?" Suara serak disebelahnya membuat Airin terbangun dari lamunan.

Airin tersenyum samar. "Sekalipun di kolong jembatan, asal bersama mu saya akan ikhlas."

Hening kembali. Ali sedang di liputi rasa bersalah, dia masih memikirkan.

"Mau saya pijitin?"

Ali menengok sekilas. "Boleh."

"Tapi jangan pakai minyak kayu putih, saya tidak suka aromanya."

Spesies langka, gumam Airin.

Bagaimana tidak? Airin malahan jika tidur tanpa dibaluri oleh minyak itu di sekujur tubuh, mana mungkin bisa tertidur nyenyak. Bahkan hidungnya ia oleskan dengan minyak aroma terapi. Walau memang terasa panas, tapi menenangkan baginya.

Tapi, adakah selain Airin?

"Kalau pakai bawang merah dan juga minyak lentik bagaimna?"

ALI HAZBI (NEW VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang