3. Shy shy cat

1.6K 177 7
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

•••

"Apa keputusanmu sekarang?"

Tiga orang di ruangan yang sama saling berisitatap. Raut wajah kedua laki-laki itu nampak begitu serius, hanya satu yang berbeda. Langit dengan tatapan polosnya tidak berbicara namun telinganya tak lupa untuk setia mendengarkan.

"Aku akan tetap menikahinya."

Athar sedikit tidak rela akan bagaimana rumah tangga yang akan di jalani anaknya, pun ia hanya mengangguk. Menurutnya, Hazbi sudah pantas menikah.

"Bro? Yang bener, aje," lontar Langit terheran-heran.

"Sama siapa sih orangnya."

"Kok gue kepo, kan Hazbi tipikal orang yang cool bet. Mana ada perempuan yang demen sama dia."

Orang yang di tuju hanya menghendikkan bahunya acuh, dia menyesap kopi yang sudah di buatkan oleh Ulpi.

Karena kedua sifat lelaki itu sangat klop membuat Langit menghela nafasnya. Mendingan dia bertanya saja pada Ulpi yang di gadang-gadang sangat mengefans dengannya. Lagi pula Ulpi masih cocok dengannya, hanya beda 24 tahun. Tidak mendapat emaknya, anaknya pun jadi.

Biarkanlah anak dan bapak itu akan mengamuk bila ia membawa anak gadis semata wayangnya itu kawin lari. Yang harus Langit lakukan dengan extra ialah ia harus mencari restu dari anaknya, Danu. Buah hatinya bersama mendiang istrinya -Hanum, yang kini sedang melanjutkan studinya di Amsterdam, kota kelahiran Hanum.

"Mikirin apa, om?" curiga Ali ketika Langit menatap foto yang tertempel di dinding.

Langit nampak gugup, dia berdehem sekilas. Lalu mengalihkan perhatiannya pada secangkir kopi di meja.

"Ayang nya gue." Air yang Langit minum menyembur, dia terkejut melihat Ulpi di sana sedang tersenyum manis sambil menggumamkan kata tadi tanpa suara.

Beruntung sekali yang melihat hanya dirinya, Langit bersyukur. "Kok pait ya."

"Yakin?"

"Ini buatan Ulpi."

Untuk kedua kalinya Langit menyemburkan kopi. Di sana raut wajah Ulpi bukanlah terlihat yang seperti tadi. Wajahnya sudah masam, dan melangkah pergi tanpa menengok ke wajah Langit lagi.

"Dia pasti bakal ilfil sama om," kekeh Ali kecil melihat kepergian adiknya.

*****

Waktu yang kian sudah malam sekali tidak membuat gadis yang sedari tadi memandangi bulan belum ada tanda-tandanya untuk tertidur. Diiringi jangkrik dan juga blentung tampak membuat hati Airin terasa nyaman. Suasana pun nampak adem, tidak panas seperti di rumahnya dulu yang tidak ada sama sekali alat pendingin ruangan.

Airin tersenyum kecut, ingatan dimana Aslan ternyata tidak menginginkannya memenuhi tiap sudut pikiran yang sudah buntu. Padahal semuanya telah ia berikan dari uang, makan, pakaian dan juga kebutuhan biologis pria itu Airin penuhi. Hanya saja tiap kali Aslan berisi keras ingin mengambil kehormatannya, Airin masih sedikit waras. Ia menggeleng, yang terpaksa Aslan pun menyanggupi asal ia memberikan semua fasilitas mewah untuk dia.

Ya, Airin akui bahwa dirinya bodoh. Bodoh karena cinta.

Jika kalian juga memiliki perasaan yang sama dengan Airin, apakah akan seperti ini kisahnya?

Airin harap tidak, dan jangan pernah. Ia menyesal, tapi perasaan itu masih ada. Karena sudah sedari kecil Airin hidup dengannya, memiliki sosok pelindung ketika ia di pukul oleh beberapa preman yang akan menjadikannya sebagai korban seperti Medusa. Namun nyatanya bagaikan keluar dari kandang macan ia harus menghadapi kawanan lebih dari mereka, harimau.

ALI HAZBI (NEW VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang