18. Pulang

679 75 10
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

•••

Tiga hari sudah Airin berada di ruangan serba putih ini, namun juga sebagai hari terakhir Airin akhirnya bisa pulang. Kentara sekali raut senang di wajahnya, bisa lagi menghirup udara bebas selain obat-obatan.

Airin berdecak kagum melihat Ali yang jujur tidak bisa diam. Sedari tadi suaminya membenahi beberapa barang yang sebisa mungkin tidak sampai tertinggal. Ali bahkan sampai mengeceknya hingga tiga kali.

"Mas, aku penasaran banget tau barang apa yang mau Azizah tunjukin," tukas Airin membuat Ali berhenti melangkah. Tatapan matanya berubah tajam seperti bukan Ali saja jika sudah begini.

Tapi sengaja memang Airin pancing begitu, kalau tidak mana mungkin Ali bisa diam seraya memperhatikannya seintens ini. Airin sampai tertawa kecil saat Ali begitu cemas jika barang yang di gadang-gadang ingin Azizah tunjukan bisa terlihat di matanya.

"Kalau kalian semakin nutupin, yang ada aku malah jadi semakin curiga loh."

Dahi Ali yang semula mengerut tidak suka kembali normal, dia mengusap kepala Airin yang tidak berkerudung. Mengingat itu Ali segera membongkar lagi tas yang semula rapih kembali berantakan.

Airin hanya bisa geleng-geleng kepala. Suaminya itu!! Kan jadi nambah lama dia berada di sini jika Ali akan merapihkannya kembali.

"Nggak penting. Udah bisa duduk sendiri, kan?"

"Enggak," rengek Airin berpura-pura manja.

"Oh gitu? Nambah dong nginep nya disini, hari ini nggak usah pulang."

Baru saja Ali ingin kembali memasukkan kerudung, tangannya sudah dicekal lebih dulu.

Dasar!

"Bantuin duduk ih."

"Sama pakein juga," ujarnya tersenyum lebar saat Ali menahan kepala dan punggungnya agar bisa duduk.

"Loh, mau kemana?"

Airin menoleh bingung ketika Ali tiba-tiba saja keluar.

"Sebentar, jangan kabur." Nasehat Ali sama sekali tidak bisa Airin bantah, duduk saja sebenarnya masih lemas. Namun karena dia sudah sumpek di rumah sakit Airin mencoba bersikap ceria agar suaminya yakin bahwa dia sudah sembuh total.

Wajahnya kembali sumringah saat pintu terbuka, namun hanya sepersekian detik karena Airin menatap tak suka pria di sana. Tangannya melipat di dada, melihat Ali semakin memicing saat dia dengan entengnya menunjukkan barang yang sedang dibawa.

"Aku nggak mau pake itu," tolak Airin memalingkan wajah jengkelnya.

Ali sempat berhenti saat tangannya sudah berada di antara lipatan ketiak Airin untuk dia bopong menuju kursi roda.

"Aku udah kaya orang lumpuh aja. Makan di suapin, mandi di elapin, bahkan untuk minum kamu rela-rela beli sedotan kacamata."

"Bukannya kamu yang mau sedotan kacamata sampai ngancem nggak mau kasih aku kiss," sindir Ali membuat wajah Airin berubah merah menahan malu.

ALI HAZBI (NEW VERSION)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang