Seorang pria berdiri di atas bangunan berlantai 5 yang terbengkalai. Matanya terpejam, ia berusaha menikmati embusan angin malam yang menerpa tubuhnya. Hampir satu jam ia bertahan dengan dinginnya malam namun tak ada tanda ia akan beranjak dari tempatnya. Tubuhnya terasa beku, pikiranya berputar tak menentu.
Ia kembali mengingat setiap kenangan dua tahun lalu, tentang kebahagiaan yang seakan berpihak padanya secara penuh. Ia hanyalah pria biasa dengan segudang permasalahan di hidupnya, bermodal keberanian mendekati primadona sekolah bernama Yessica Tamara. Di dukung semesta, rencananya mengalir begitu saja. Ia berhasil menyingkirkan saingan saingan yang bertujuan sama mendekati Chika. Saat itu, ia merasa menjadi satu satunya pria paling beruntung karena berhasil memiliki hati seorang Chika.
Siapa yang menyangka jika cinta dari pria troublemaker sepertinya akan di terima. Dan berita itu langsung menyebar begitu cepat, dan tak sedikit yang menyayangkan jika Chika menjalin kasih dengan Aran. Tak terkecuali para guru. Tentu saja karena Chika seorang gadis teladan dengan segudang prestasinya harus bersanding dengan Aran, pria yang suka membuat ulah bahkan di hari pertama menjadi siswa di SMA 48 Jakarta.
Aran membuang perlahan napasnya, ia sangat merindukan momen itu. Ia sangat merindukan Chika yang hangat penuh kasih sayang. Candaan konyolnya juga senyuman manis yang selalu menawan. Andai Aran bisa mengulang waktu, ia tidak akan membawa Chika ke birthday party temannya sehingga kecelakaan itu tidak terjadi. Atau jika ia bisa menjaga diri dari minuman beralkohol mungkin ia bisa mengantar pulang kekasihnya. Bodoh, Aran memang bodoh dalam segi manapun.
"Ran, gak mau balik? Gak cape lo berdiri terus?"
Pria dengan nama Aran itu masih terdiam, mulutnya terasa bungkam. Ia seakan tidak mampu membalas perkataan temanya meski hanya sepatah kata.
"Chika udah sadar setelah hampir 3 bulan dia koma, kok lo malah berdiam diri disini, lo gak mau kerumah sakit?" Onil kembali bersuara, ia bingung dengan sikap Aran yang mendadak menjadi pria melankolis.
"Ran, are you okey?"
"Ngga ada orang yang baik-baik saja setelah terlupakan." lama diam akhirnya Aran bersuara, ia membalikan tubuhnya menghadap langsung pada Onil. "Dia ingat sama keluarganya, temen-temanya tapi kenapa dia lupa sama gue?" Aran menggeleng lirih, ia masih berusaha menyangkal jika Chika tidak ingat apapun tentangnya.
"Ran, dia amnesia, dia gak bisa milih siapa yang akan dia ingat dan siapa yang di lupakan." pria lain muncul dari belakang tubuh Onil. Adey, pria itu pergi 20 menit lalu untuk membeli air mineral dan baru kembali bertepatan dengan mulainya percakapan Aran dan Onil.
"Lo hanya perlu sabar, perlahan Chika juga bakal ingat lo lagi." lanjutnya.
Aran mengusap wajahnya kasar, ia benar-benar tidak bisa tenang setelah mendapat kabar kondisi kekasihnya.
Ia begitu khawatir, ada ketakutan yang tidak bisa ia jelaskan pada teman-temannya. Bagaimana jika amnesia itu permanen, apakah selamanya ia akan terlupakan. Bagaimana dengan kisah cintanya? Aran benar-benar tidak bisa membayangkan rasanya kehilangan orang yang dia cintai."Zee masih di rumah sakit, lo beneran gak mau kesana?"
"Sebelum kesini gue lebih dulu kerumah sakit." Aran menjatuhkan tubuhnya, ia duduk tanpa memperdulikan celana hitamnya yang kotor akan tanah dan debu.
"Terus kenapa lo gak stay disana nemenin Chika?" Onil ikut duduk di samping Aran, ia bisa melihat sefrustasi apa Aran. Cinta benar benar-benar berhasil membudak sahabatnya.
"Chika gak mau ketemu gue, dia bahkan mengusir gue dari ruangannya."
"Hah? Kok bisa sih?" Adey berpindah duduk di depan Aran. "Lo kan pacarnya, masa iye lo di usir." Adey menatap Aran seakan tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMISE (END)
Teen FictionSebuah janji yang teringkari, cinta yang di paksa berhenti, dan rindu yang harus di pendam sendiri.