20

2.2K 250 45
                                    

"Nanti saat di persidangan kamu harus bilang kalau kamu mau ikut tinggal bareng Papa." tegas dan sedikit menekan, Keynal merebut paksa stik PS dalam genggaman Aran agar seluruh perhatian Aran tertuju padanya.

"Papa beneran udah ngajuin surat perceraian? Papa serius mau cerai dari Mama?" Aran berdiri, menatap Papanya tak percaya. Secepat itukah.

Keynal menjatuhkan tubuhnya di atas sofa yang sempat Aran duduki, kakinya menyilang meraih koran diatas meja, "Apa yang mesti di pertahankan dari seorang pengkhianat, Papa tidak memiliki alasan untuk mempertahankan perempuan seperti Mama kamu itu." Keynal tersenyum sinis membaca berita dari koran di tanganya, foto Veranda dan Zacky yang beredar membutakan matanya bahwa ia pernah mencintai wanita itu. Keynal hanya akan mengingat Veranda sebagai ibu dari anak-anaknya, tidak untuk wanita yang ia cinta.

"Kenapa Papa gak coba kasih kesempatan buat Mama, semua orang pernah salah dan setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua."

"Tidak ada kesempatan untuk seorang pengkhianat, perselingkuhan bukan sesuatu yang bisa di maafkan." koran dalam genggamanya di lempar kasar keatas meja, Keynal kembali berdiri menatap Aran tajam. "Berhenti meminta kesempatan untuk kesalahan yang tidak akan pernah Papa maafkan."

"Bukan hanya Mama, disini Papa juga bersalah karena sebagai kepala keluarga Papa tidak bisa memberi kenyamanan yang layak." Aran bersuara membantah namun suaranya tidak di terima, kepalanya sedikit oleng menerima tamparan keras dari tangan Papanya.

"Jangan mengeraskan suara di depan Papa atau Papa akan menghukum kamu Aran." Keynal menununjuk wajah Aran penuh kemarahan.

Aran menyentuh pipi yang menjadi sasaran kemarahan Papanya, tak sedikitpun Aran mengalihkan wajahnya, tatapannya tak kalah tajam menatap Papanya yang kembali berapi-api.

"Harusnya Papa sadar kalau kelakuan Papa yang membuat Mama akhirnya berpaling." Aran tersenyum sinis,
"Aku gak akan ikut Papa, dan aku akan bilang di pengadilan nanti."

"Kamu gak mau ikut Papa itu artinya kamu keluar dari rumah ini, kembaliin semua kartu yang Papa kasih termasuk semua fasilitas yang sedang kamu nikmati." Keynal membuang pandangannya, napasnya yang memberat ia embusan sedikit kasar. "Kamu pikir kamu bisa hidup tanpa Papa? Mau tinggal dimana kamu, Apartemen? Kamu lupa Apartemen itu milik siapa?" Keynal kembali duduk, mengusap wajahnya kasar sampai kulitnya memerah. Kilatan amarah itu masih ada,  tercetak jelas dari garis wajahnya.

"Silahkan ikut Mama kalau kamu mau, Papa tidak akan melarang kamu pergi." Keynal menunduk dalam, ia sadar ini adalah kekalahan besar dalam hidupnya. Semua orang perlahan pergi meninggalkanya, tidak tersisa selain keegoisan dalam dirinya.

"ARANNN..."

Teriakan dari luar mengalihkan perhatian keduanya.

"Om Pucco." Aran terkejut melihat seorang yang baru saja masuk kedalam ruang keluarga rumahnya. Keterkejutanya semakin bertambah saat tiba-tiba pukulan keras mengenai wajahnya.

"Brengsek kamu Aran, kamu apain anakku huh." Pucco mencekram kasar baju Aran setelah memberinya pukulan.

"Hei, ada apa ini, kenapa kamu mukul anak saya?" Keynal mendorong tubuh Pucco menjauh dari Aran yang tersungkur. "Pergi atau aku akan laporkan polisi."

"Silakan lapor, aku juga bisa menurut balik atas kasus pemerkosaan yang anak kamu lakukan." Pucco menunjuk Aran dengan telunjuknya, matanya memerah tersirat kemarahan yang begitu besar.

"Om, aku bisa jelasin Om."

"Penjelasan kamu tidak akan mengubah apapun. Kamu sudah merusak kepercayaan saya dengan cara merusak Chika."

Bugh...

"Arghh." Aran mengerang menerima tendangan di perutnya, tak hanya itu, pukulan kembali ia dapatkan setelah tubuhnya tersungkur ke bawah. Aran diam dan tidak berniat melakukan perlawanan, apa yang Pucco lakukan hari ini adalah bentuk reaksi wajar saat mengetahui putrinya telah di rusak. 

PROMISE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang